Raisa, seorang gadis berparas cantik, adalah primadona desa yang hidup dalam kesederhanaan bersama ayahnya. Kehidupannya yang bahagia berubah drastis ketika suaminya meninggal dalam kecelakaan mobil pada awal pernikahan mereka. Raisa terpaksa harus menjanda dan menghadapi tantangan hidup yang lebih besar.
Di desa kecil mereka, di mana kabar berita menyebar dengan cepat, gosip dan fitnahan dari masyarakat selalu menghampiri Raisa. Kehadirannya yang sebagai pengantin baru dan langsung ditinggalkan oleh suaminya yang meninggal membuatnya menjadi sasaran ejekan dan celaan. Dia merasa terisolasi dan terpinggirkan.
Namun, Raisa adalah seorang wanita yang kuat dan tegar. Dia tidak menyerah pada keadaan dan bertekad untuk membuktikan bahwa dia bisa bangkit dari penderitaan yang menimpanya.
Bagaimana kisah Raisa dalam menjalani kehidupannya? Ikuti ceritanya di novel yang berjudul "Janda Tapi Perawan Tulen"
Jangan lupa kasih like, subcribe, vote rate 5...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 24 - Buaya darat
Setelah beberapa waktu, Raisa merasa lega dan sedikit lebih baik. Dia bangkit dari kursi, menghampiri Bian dengan senyuman di wajahnya. Raisa merasa berterima kasih kepada Bian karena telah mengantarkannya ke tempat yang berarti baginya.
"Aku boleh tanya sesuatu?," tanya Bian dan Raisa pun mengangguk.
"Para warga tadi, kenapa mereka bersikap kasar padamu?."
Raisa tersenyum getir dan menghela nafas panjang. "Kejadian itu sudah biasa terjadi padaku, hal itu terjadi ketika aku menjadi seorang janda... Mereka selalu menganggap jika janda itu pembawa sial dan suka menggoda suami orang, yah... Jadilah mereka bersikap seperti itu."
Bian mendengarkan dengan seksama dan memahaminya. "Mantan suamimu kemana? Dan kenapa kalian berpisah?."
Saat mendengar pernyataan Bian tentang alasan Raisa menjadi seorang janda, awalnya ia enggan berkata jujur karena merasa hanya akan membuka kembali luka lamanya.
Tapi tiba-tiba saja kekuatan dalam hatinya muncul dan berani menjelaskan kenyataan lalu Raisa pun mengatakan jika ia jadi janda karena di tinggal mati oleh suaminya.
Setelah Raisa menjelaskan alasan di balik status jandanya, ada keheningan sejenak di antara mereka. Raisa merasa cemas dengan reaksi Bian dan sesekali melihat ekspresinya, takut bahwa dia akan merasa tidak nyaman.
Namun, ketika Bian akhirnya bersuara, kata-katanya penuh dengan empati. Dia mengungkapkan simpatinya atas kehilangan yang Raisa alami dan menyampaikan turut berduka cita dengan tulus sehingga membuat Raisa merasa lega mendengarnya.
"Kakimu berdarah," ucap Bian.
Raisa mengikuti arah mata Bian yang melihat pada kakinya yang berdarah karena terluka saat jatuh tadi. "Oh, tidak apa-apa, ini hanya luka kecil nanti juga sembuh."
"Sembuh bagaimana? Jika tidak segera di bersihkan dan di obati, nanti kamu bisa infeksi."
Kemudian Bian mengajak Raisa untuk segera pulang ke rumah Raisa. Dan mereka pun kembali ke mobil. Bian mengemudi dengan hati-hati karena jalan yang lumayan berliku dan banyak lobang.
Ketika mereka tiba di depan rumah Raisa, Raisa melambaikan tangan pada Bian yang langsung pergi dan mengucapkan terima kasih dengan tulus. Raisa masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang lebih tenang dan segera merawat ayahnya kembali.
"Sudah ketemu dengan tuan Bian?."
"Sudah Ayah."
Saat Raisa hendak mendudukkan dirinya di kursi, ia mendengar seseorang beraktifitas di dapur. Lalu ia pun segera mengecek ke dapur dan mendapati Radit sedang berkutat dan masak sesuatu.
"Radit? Kamu ngapain?."
"Raisa? Apa kabar?," sapa Radit seraya memeluk gadis cantik yang berstatus janda tersebut.
Mendapat reaksi tidak di duga dari Radit, Raisa pun reflek melepaskan pelukan Radit yang erat namun susah terlepas. "Radit."
"Raisa, aku sangat merindukanmu! Aku bersyukur kamu baik-baik saja dan kini kita bertemu lagi," kata Radit dengan tidak melepaskan pelukannya.
"Radit, aku susah nafas."
"Maaf."
Radit pun segera melepaskan Raisa dan meminta maaf karena tidak bisa mengontrol dirinya saking bahagia bertemu lagi dengan Raisa, alasannya.
Mencoba memaklumi, Raisa pun tidak terlalu mempermasalahkan hal itu dan mengambil alih pekerjaan yang sedang Radit kerjakan, yaitu memasak.
"Radit, maaf... Selama ini kami sudah merepotkanmu," kata Raisa sambil membolak-balikan masakan yang hampir matang. "Tidak masalah Raisa, aku senang melakukannya."
Raisa menghentikan sejenak aktifitasnya lalu mematikan kompor dan berbalik menghadap Radit dengan tatapan serius. "Tapi aku merasa tidak nyaman jika kamu terus berbuat seperti ini," ucapnya.
Radit mengernyitkan dahinya dan menerka-nerka tentang apa yang yang akan di bicarakan Raisa. "Radit, bukannya aku tidak tau terima kasih, tapi dengan begini aku takut warga akan berprasangka yang tidak-tidak tentang kita, terutama tentangmu."
"Aku tidak peduli, aku hanya ingin melakukan hal yang menurutku benar, itu saja."
"Tapi aku peduli, aku peduli padamu, aku tidak ingin jika kamu menjadi sasaran amukan warga karena sering dekat denganku... Aku tidak ingin membuat sial orang yang sudah sering membantu dan menolongku."
Mendengar hal itu, Radit malah tersenyum bahagia karena ia merasa jika Raisa mengkhawatirkannya dan peduli padanya. Namun, saat Raisa melihat ekspresi Radit ia menjadi berpikir jika Radit mungkin sudah salah paham padanya.
"Radit, maaf maksudku aku bukan~..."
"Sudahlah Raisa, tidak perlu di jelaskan... Aku sudah mengerti," jawab Radit seraya tersenyum lebar dan membawakan hidangan makanan ke dalam rumah untuk mereka nikmati bersama.
"Aduuuuh... Apa yang di pikirkan Radit? Kenapa jadi begini?," batin Raisa sambil memijit pelipisnya.
Satu hari, dua hari... Bahkan sekarang sudah sampai satu minggu Raisa tinggal di kampungnya dan merawat ayahnya. Kini ayah Raisa sudah terlihat sehat berkat perawatan putrinya itu. Dan hari ini ayahnya sedang berjemur di halaman belakang rumah mereka sambil menikmati secangkir kopi hitam tanpa gula.
"Nak... Apa kamu akan pergi ke kota lagi?," tanya Roni pada Raisa yang sedang menjemur baju."
"Nanti kalau Ayah sudah sembuh."
"Ayah sudah sembuh Nak dan sekarang baik-baik saja."
"Ayah... Apa Ayah gak suka Ica tinggal disini?," ucap Raisa sambil bergelayut di tangan ayahnya dengan manja seperti anak kecil.
"Bukan begitu Nak... Ayah hanya ingin kamu bahagia dimanapun kamu berada."
"Ayah... Ica sayang Ayah," ucap Raisa seraya memeluk ayah tercintanya itu.
Tanpa ayah dan anak itu sadari jika Radit sudah mengintip percakapan mereka di balik dinding dapur. "Tidak! Aku tidak boleh membiarkan Raisa pergi dari sini lagi, dia harus tetap disini bersamaku!," batin Radit sambil memikirkan cara agar Raisa tidak pergi.
Kemudian Radit melihat air panas yang mendidih di atas kompor. Dan tanpa pikir panjang ia sengaja menumpahkan sedikit air panas itu pada kakinya sehingga melepuh.
" Arrgggghhh!. "
Seketika teriakan Radit membuat Raisa dan ayahnya terkejut dan berhambur menghampiri Radit. "Radit kamu kenapa!," teriak Raisa khawatir saat melihat Radit yang terkapar di lantai sambil memegang kakinya yang melepuh.
"Ya ampun! Kakimu tersiram air panas?!."
"Tidak apa-apa Raisa, aku hanya terkena sedikit."
Dengan cepat Raisa segera keluar rumah dan meminta bantuan namun tidak ada orang lain yang ia temui saat itu. Lalu Raisa pun kembali ke dalam dan segera merawat luka bakar Radit.
"Bagaimana ini...?," ucap Raisa cemas.
Radit menatap Raisa lekat dan senang karena Raisa mencemaskannya. "Ide yang bagus Radit, dengan begini Raisa akan terus merawatmu dan selalu di sampingmu ha ha ha...."
Setelah mendapat perawatan awal, Raisa pun mengantar Radit pulang ke rumahnya di temani ayah Raisa. Dengan sigap Raisa membuka pintu dan memapah Radit menuju kamar agar beristirahat.
"Kamu harus istirahat, tapi aku heran kenapa kamu tidak mau di rawat di rumah sakit saja? Bagaimana jika lukamu menjadi parah?."
Pertanyaan Raisa hanya berlalu karena Radit tidak menjawab pertanyaannya karena hanya merasakan kedekatan Raisa yang membuatnya terlena dan melupakan sekitar.
Namun, saat menyadari sebuah foto yang tersimpan di nakas kamarnya, Radit segera menutupkan foto tersebut agar tidak terlihat oleh Raisa yang tidak lain fotonya itu adalah foto dirinya dan Bela.
"Beruntung Raisa tidak melihat foto ini, jika tidak bisa gawat!."
Sesaat setelah Raisa membantu Radit berbaring di kasurnya, ia terpaku dan merasa heran saat melihat foto-foto dirinya menggantung di dinding kamar Radit.
Teg!
Raisa segera memalingkan pandangannya ke arah lain dan berpura-pura tidak melihat karena tidak ingin membahas sesuatu yang di rasa bukan waktunya. Dan ia pun segera berpamitan pada Radit karena waktu yang sudah sore juga.
Bersambung...
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
gampang cari yg tajir ,novel smuanya gini
karakter raisa terlalu lemah,
smoga raisa jd wanita yg smart
semoga hari2 kalian bahagia 🤲💪 semangat y untuk authornya 😘😘😍