NovelToon NovelToon
Pocong Bintang Kos

Pocong Bintang Kos

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Rumahhantu / Zombie / Kumpulan Cerita Horror / Hantu
Popularitas:936
Nilai: 5
Nama Author: Deriz-Rezi

"Pocong Bintang Kos"

Budi, penghuni baru di Kos 13B, harus berbagi kamar dengan Pocong Hilarious, hantu kocak yang bercita-cita jadi bintang komedi. Namun, di balik tawa yang mereka ciptakan, ancaman makhluk gaib mulai mengintai. Saat kegelapan menyerang, bisakah tawa menjadi senjata untuk menyelamatkan semua penghuni kost

Kos 13B terlihat biasa saja, tapi siapa sangka, di dalamnya ada Pocong Hilarious—hantu konyol yang suka melucu. Ketika Budi pindah, hidupnya berubah drastis, dari tenang menjadi penuh tawa… dan horor.

Tawa yang diandalkan Pocong dan Budi justru menarik perhatian makhluk gaib yang lebih kuat. Penjaga Lama kos mulai menyerang, mengancam nyawa semua penghuni.

Bisakah tawa mengalahkan kegelapan?

Ikuti kisah kocak dan seram "Pocong Bintang Kos"!

Salam Hormat
(Deriz-Rezi)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deriz-Rezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 5: Tangga Menuju Kekosongan

Setelah melangkah melalui pintu ukiran, Budi, Djigo, dan Pocong mendapati diri mereka di sebuah ruang kosong yang luas. Lantai dan dindingnya terbuat dari batu hitam mengilap yang memantulkan bayangan mereka seperti cermin. Udara di dalam ruangan terasa berat, dan keheningan yang mencekam membuat napas mereka terdengar begitu keras.

“Dimana kita sekarang?” tanya Budi, matanya terus mengawasi lantai yang tampak tak berujung.

Djigo mengamati peta yang kini tidak menunjukkan apa-apa kecuali sebuah simbol lingkaran besar di tengah. “Ini… sepertinya ruangan transisi. Tapi apa yang harus kita lakukan di sini?”

Pocong menunjuk ke kejauhan. “Lihat, itu tangga.”

---

Tangga Misterius

Di tengah ruangan, sebuah tangga melingkar menuju kegelapan di atas. Tangga itu terbuat dari batu yang sama dengan lantai, tetapi terlihat rapuh dan berderak setiap kali disentuh.

“Kita harus menaikinya,” kata Djigo sambil memeriksa lentera mereka. Lentera itu sekarang hanya memancarkan cahaya redup, hampir seperti kehabisan energi.

“Tapi tangga itu kelihatan nggak aman,” kata Budi. “Apa kita yakin ini jalan yang benar?”

“Kita nggak punya pilihan,” balas Djigo sambil memimpin jalan.

---

Tantangan Pertama: Tangga yang Hilang

Saat mereka mulai menaiki tangga, setiap langkah terasa seperti berjalan di atas kaca tipis. Namun, semakin tinggi mereka naik, anak tangga di belakang mereka mulai menghilang satu per satu.

“Hati-hati!” teriak Budi ketika salah satu anak tangga di bawahnya lenyap begitu saja. “Kita nggak bisa kembali!”

“Cepat naik!” seru Pocong, yang kini bergerak lebih gesit karena tak memiliki beban tubuh.

Namun, ketika mereka sampai di pertengahan tangga, angin kencang tiba-tiba berhembus dari arah atas, hampir menjatuhkan mereka. Lentera di tangan Djigo hampir padam, membuat mereka panik.

“Lindungi lentera!” teriak Djigo.

Budi dan Pocong segera mengelilingi Djigo, melindungi lentera dengan tubuh mereka. Meski angin terus berhembus, mereka berhasil menjaga nyala kecil itu tetap hidup.

---

Tantangan Kedua: Suara dari Kekosongan

Saat mereka mendekati ujung tangga, suara-suara aneh mulai terdengar. Suara itu terdengar seperti bisikan ribuan orang yang berbicara dalam bahasa yang tidak mereka mengerti.

“Apa itu?” tanya Budi, wajahnya memucat.

“Fokus!” kata Djigo. “Jangan dengarkan suara-suara itu!”

Namun, semakin mereka mencoba untuk mengabaikan, suara-suara itu semakin keras, hampir seperti teriakan di telinga mereka. Budi mulai terlihat goyah, langkahnya melambat.

“Aku nggak bisa… suara ini…” kata Budi sambil memegang kepalanya.

Pocong, yang paling peka terhadap suasana mistis, segera melompat ke dekat Budi. “Hei! Jangan biarkan mereka masuk ke pikiranmu! Fokus pada lentera!”

Dengan susah payah, Budi berhasil menguasai dirinya. Lentera kecil di tangan Djigo kembali menyala terang, mengusir sebagian dari kegelapan dan bisikan itu.

---

Puncak Tangga: Gerbang Cahaya

Ketika mereka akhirnya mencapai puncak tangga, mereka menemukan sebuah gerbang besar yang terbuat dari cahaya. Gerbang itu bersinar dengan warna emas yang berkilauan, tetapi terasa dingin dan tak bersahabat.

“Ini pasti jalan berikutnya,” kata Djigo.

Namun, sebelum mereka bisa mendekati gerbang, bayangan besar tiba-tiba muncul dari baliknya. Bayangan itu berbentuk seperti sosok manusia, tetapi dengan tangan panjang yang menyentuh lantai dan mata merah menyala.

“Kalian tidak pantas melewati sini,” kata sosok itu dengan suara dalam yang menggema.

Budi, Djigo, dan Pocong berdiri diam, mencoba menenangkan diri.

“Apa yang kau inginkan?” tanya Djigo dengan nada tegas.

Bayangan itu menunjuk ke lentera mereka. “Cahaya kalian lemah. Hanya mereka yang memiliki hati murni yang dapat melangkah.”

---

Ujian Hati

Tiba-tiba, bayangan itu mengangkat tangannya, menciptakan tiga cermin besar di depan mereka. Di setiap cermin, muncul pantulan yang berbeda.

Di cermin Budi, terlihat dirinya sedang menyerah dalam ketakutan.

Di cermin Djigo, terlihat dirinya menggunakan lentera untuk melawan teman-temannya demi menyelamatkan diri.

Di cermin Pocong, terlihat dirinya memilih untuk meninggalkan kelompok dan kembali menjadi arwah bebas.

“Pilihlah, akankah kalian melawan bayangan kalian sendiri, atau menyerah pada kegelapan?” tanya sosok itu.

Budi, Djigo, dan Pocong saling memandang, menyadari bahwa mereka harus menghadapi ketakutan dan kelemahan mereka masing-masing.

---

Menghadapi Diri Sendiri

Budi menatap cerminnya dengan ketakutan. “Aku nggak mau menyerah lagi. Aku harus melawan!” Dia mengangkat lentera dan berjalan mendekati pantulannya. Cahaya dari lentera menghapus bayangan di cermin, meninggalkan refleksi dirinya yang sebenarnya.

Djigo, dengan keberanian yang sama, menatap cerminnya. “Aku nggak akan pernah mengkhianati mereka.” Dia juga mendekati cerminnya, memancarkan cahaya yang membakar bayangan pengkhianatan di depannya.

Pocong, dengan senyum kecil, berkata, “Aku udah mati sekali, tapi aku nggak akan pernah meninggalkan mereka.” Dengan satu lompatan, dia menghancurkan cerminnya, membuat bayangan di dalamnya lenyap.

---

Gerbang Terbuka

Sosok bayangan itu tersenyum tipis, lalu perlahan menghilang. “Kalian layak,” katanya sebelum lenyap sepenuhnya.

Gerbang cahaya di depan mereka terbuka, memperlihatkan jalan menuju tantangan berikutnya. Meski lelah, mereka bertiga merasa lebih kuat dari sebelumnya.

“Ini baru permulaan,” kata Djigo sambil melangkah masuk.

JANGAN LUPA LIKE KOMEN VOTE FAVORIT DAN HADIAH YAAAA 🩵 🩵 🩵

1
Anonymous
semangattt kamu poci pasti bisa 🤪💪🏻
Deriz-Rezi: Aku maunya disemangati kamu(Kata poci)😁🤭
total 1 replies
Anonymous
🤣🤣ada ada aja
lanjutt kak
Anonymous
menarikk kak lucu 😁😁
Deriz-Rezi: Terima kasih Kak Dukung Terus karyaku ya kak🥰
Anonymous: semangattt 💪🏻💪🏻💪🏻💪🏻 terus kak buat karya nya
total 3 replies
Deriz-Rezi
Ditunggu cerita selanjutnya 💥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!