NovelToon NovelToon
NOT Second Lead

NOT Second Lead

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Kantor / Romansa
Popularitas:3M
Nilai: 4.7
Nama Author: Rahma AR

Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.

Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.

Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat

Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.

Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.

Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hati Alexander

Setelah cukup lama berdiam di dalam mobil, Alexander memutuskan masuk ke dalam rumahnya. Pikirannya makin ngga menentu karena Zira belum membaca bahkan mengaktifkan ponselnya.

Ngga biasanya Zira begitu. Selama ini setiap pesan yang dia kirim selalu mendapat balasan sangat cepat

KLIK

Langkah kaki Alexander terhenti ketika memasuki ruang tamu rumahnya. Lampunya mendadak terang benderang. Karena silau, dia agak menyipitkan matanya.

"Baru pulang?" tanya papi yang masih berada di ruang tamu, seolah sengaja sedang menunggunya pulang. Maminya pun juga masih berada di sana.

Rupanya papinya sudah menjemputnya. Alexander jadi lega.

"Iya," jawabnya ngga bersemangat dan bermaksud akan mengguyur kepalanya yang sudah terasa panas dengan pancaran derasnya air dingin dari shower.

Kepalanya rasanya seperti ponsel yang mengalami hang. Dan harus segera didinginkan.

"Kamu dari mana?" tanya papi menahan langkahnya. Mami pun masih konsen menatap wajah kusutnya.

"Dari rumah Zira," jawabnya terus terang agar ngga ditanya tanya lagi. Dia ingin cepat cepat mandi.

"Ngapain kamu ke sana?" Bukannya kamu bisa nge chat dia aja. Ngga perlulah sampai ke rumahnya," omel mami membuat Alexander semakin yakin kalo dia ngga akan bisa cepat cepat ke kamarnya. Pasti dia akan tertahan lama di sini dan dengan sangat terpaksa harus mendengarkan segala petuah, anjuran dan saran dari mami dan papimya.

'Duduk dulu, Lex," tukas Papi memberi perintah.

Dengan enggan Alexander duduk di depan papi dan maminya.

"Papi lihat kamu kusut?" tanya papi intermezo.

"Ya," jawabnya singkat. Gimana dia ngga merasa kusut, suntuk dan mumet. Rihana Fazira sudah ngga mempedulikannya lagi.

Alexander seperti tertampar pada kisah mereka saat SMA dulu. Zira-nya sering begitu jika terjadi salah paham di antara mereka.

"Papi bingung sama kamu--"

"Mami juga," sambung mami memotong. Dan terdiam ketika suaminya memberinya isyarat lewat matanya agar membiarkan beliau yang ngomong duluan.

"Perasaan kamu sebenarnya gimana dengan Zira atau Aurora. Bagi papi dan mami terasa abu abu," ucap papi lembut, karena Alexander sudah kelihatan stres. Entah karena Aurora atau Zira.

"Seakan akan kamu menyukai keduanya dan sekarang bingung," cicit mami yang ngga bisa lagi menahan rasa penasaran dan kesalnya.

"Alex hanya menyukai Zira."

"Mami rasa kamu ngga sadar kalo perasaan kamu terhadap Zira sudah tinggal kenangan saja. Alam bawah sadar kamu jelas mengatakan kamu memilih Aurora," decih mami gemas karena putranya masih terjebak dalam kenangan masa lalunya.

"Maksud mami?" tanya Alexander ngga ngerti.

"Sudah jelaskan? Saat Aurora terluka kamu hanya terfokus padanya. Bahkan kamu lupa sedang bersama siapa," kata mami setengah menyindir.

"Mami salah. Itu hanya reflek saja. Aku hanya ingin cepat cepat memberikan Aurora pertolongan. Dia kesakitan," bantah Alexander ngga terima. Dia memang mengacugkan Zira, tapi situasi tadi sedikit memaksanya berlaku seperti itu.

Papinya menghela nafas panjang.

"Itu maksud mami. Kamu sangat khawatir, padahal bisa aja kamu minta tolong teman kamu yang ada di situ untuk membawa Aurora ke rumah sakit. Atau mami dan papi. Atau kamu tetap bisa membawa Zira ikut bersama kalian. Bukan meninggalkannya begitu saja dengan orang yang baru dikenalnya."

Alex terdiam mendengar penjelasan panjang lebar maminya. Terasa cukup menusuk jantungnya.

Memang dia sama sekali ngga kepikir sampai ke sana saat melihat ringisan Aurora yang menahan sakit.

Memang harusnya dia juga membawa Zira juga bersama.

Salahnya melupakan keberadaan Zira.

Bodoh! Mengapa dia bisa lupa! Alexander memaki penuh sesal tiada henti dalam hatinya.

"Jika saja kamu lihat sorot mata Zira yang memperhatikan kamu saat sedang mengkhawatirkan Aurora tadi. Papi ngga bisa lukiskan betapa sedihnya dia," akhirnya papinya bisa juga menyampaikan apa yang sejak tadi ingin dia sampaikan. Tapi selalu kepotong sama istrinya.

DEG

Alexander terhenyak. Kata kata terakhir papinya majleb banget menohok hatinya.

"Papi dan mami takut saja kamu nantinya menyesal. Kalo kamu sebenarnya sudah terbiasa dengan Aurora, dan Zira sebenarnya hanya tinggal sekedar kenangan dan obsesi kamu semata."

DEG DEG

Alexander ingin membantah kata kata maminya yang terakhir.

Zira bukan sekedar kenangan atau obsesinya saja. Zira adalah tujuan hidupnya.

Tapi kata kata mami dan papinya membuat dia merasa sangat bersalah pada Zira. Dia sendiri yang membuat Zira berpikir sama seperti isi pikiran mami dan papinya saat ini.

Alexander kembali melihat layar ponselnya.

Masih belum dibaca juga, batinnya semakin galau.

"Belum dibalas pesan kamu?" tebak papi jitu.

"Kan, kamu sudah ke kostnya," mami menjeda ucapannya sambil melihat wajah kusut putranya.

"Jangan jangan Zira ngga mau menemui kamu," tebak mami juga jitu.

Tubuh Alexander menegang. Dia mencengkram.badan ponselnya sangat kencang.

Mami tersenyum senang melihat reaksi putranya yang ngga terbantahkan. Tebakannya sangat benar.

'Zira mungkin sekarang sudah sadar kalo perasaan kamu sudah berubah. Bukan lagi untuknya. Tapi untuk gadis lain," pungkas mami setajam silet.

Alexander tertegun.

Ngga mungkin.

"Ini hanya pengandaian. Jika Aurora dan Zira terluka pada waktu yang sama, siapa yang lebih dulu akan kamu tolong?" tanya papi sambil menatap Alexander lekat.

Alexander ngga menjawab. Dia ngga mau memikirkan hal aneh yang dikatakan papinya barusan. Lagi pula nyawa ngga bisa dipilih. Jika hanya ada dirimya, keduanya pasti akan berusaha mati matian dia selamatkan.

"Seseorang baru akan menyesal jika sudah benar benar kehilangan milik berharganya," kata papi penuh arti.

Alexander masih diam.

"Mungkin sekarang perasaan kamu pada Zira hanya ngga tega saja setelah mengetahui kesusahan hidupnya. Bedakan rasa cinta dengan empaty, Alexander," kata mama tegas.

Alexander menghela nafas sangat panjang sebelum menjawab.

"Mami, papi. Aku sangat sadar kalo aku mencintai Zira. Kalo sama Aurora, aku hanya menganggapnya sebagai adikku saja," kata Alexander dengan nada suara agak ditekan.

"Karena itu aku bersikap seperti tadi," lanjutnya lagi.

"Kamu belum sadar dengan perasaanmu sendiri, Alex," kesal mami frustasi. Ngga tau lagi bagaimana menyadarkan Alex tentang siapa yang dia sukai sesungguhnya.

Alex pun bangkit dari duduknya. Dia sudah merasa cukup berdebat dengan kedua orang tuanya. Saatnya mendinginkan kepalanya agar tidurnya bisa nyenyak dan pagi pagi sekali akan menjemput Zira sebelum temannya membawanya pergi lebih dulu.

"Alex," seru mami masih ngga puas dengan jawaban Alex.

"Cukup, mam. Alex pusing," jawabnya sambil melangkah cepat ke kamarnya.

Dia sudah ngga ingin dengar apa apa lagi.

Mami yang akan bangkit dan menahan kepergiannya, karena pembicaraan belum selesai, ditahan suaminya

"Biarkan dia memikirkan apa apa yang tadi sudah kita ungkapkan," kata papi lembut.

Mami terdiam. Beliau pun hanya bisa menatap punggung Alex dengan gemas.

Kapan kamu bisa sadar, Lex, batin mami terasa sesak.

Saat sudah berada di kamarnya, Alex melepas seluruh pakaiannya dan hanya menyisakan boxernya saja.

Dia pun segera masuk ke kamar mandi dan langsung menghidupkan shower.

Kedua tangannya bertumpu di di dinding dekat shower dan membiarkan kederasan pancaran air pada shower menampar nampar rambutnya.

Apa benar yang maminya katakan?

Zira hanyalah kenangan dan obsesinya saja?

Aurora yang sudah mencuri hatinya?

Alexander menggelangkan kepalanya. Menyangkal semua celotehan ngga bermutu dalam hatinya.

Dia hanya mencintai Zira. Cinta!

1
Evi lidia Sari
jadi manusia kita harus sadar diri zira jangan sampai harga diri kita diinjak", karena jadi orang seperti kita cuma harga diri yang kita punya.
Evi lidia Sari
zira lebih baik pergi jauh, unt menjaga hati mu lupakan lah mereka yg tak menginginkan mu, cari kebahagian mu sendiri, kalau bersama mereka kamu terluka
Esih Mulyasih
ayoo Xavi... berjuang utk daiva 💪🥰
Esih Mulyasih
so sad Xavi & daiva 😭
Lilis Sumarni Lisvhancho
jadi ikutan senyum senyum
Esih Mulyasih
😭😭😭😭😭😭😭
Esih Mulyasih
semoga bahagia terus Rihana 🤲🏼😇😊
Esih Mulyasih
😭😭😭😭
Esih Mulyasih
ga bohong mmg... kebiasaan bs menumbuhkan rasa cinta... obsesi dan rasa cinta itu beda tipis... wajar si Alex jd mumet stlh obrolan dg OT nya....tp... Rihana akan lebih hancur klo ternyata Alex memilih Aurora 😞😑
Esih Mulyasih
Luar biasa
Esih Mulyasih
semoga kamu kuat Rihana 💪
Wahyuni Yuni
Luar biasa
V-hans🌺
banyak typo
V-hans🌺
suka ketuker namanya jadi bingun
Rahma AR: iya. blm sempat direvisi🙏🏼
total 1 replies
Sefi Widyawati
Luar biasa
Hasna Wiyah
Kecewa
Hasna Wiyah
Buruk
Hana Nisa Nisa
keren
Riska
Luar biasa
Nurjani Nasution
Masya allah. ..baru sekali baca novel yg sangat berkesan.dg kata kata yang lugas murah di mengerti.seakan akan pembaca ada di dalam cerita itu.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!