Widuri memilih kabur dari rumah, pergi jauh dari keluarga kakeknya yang tiba tiba menjodohkannya dengan sesosok pria yang bahkan tidak dia kenal.
Akibat perbuatannya itu sang kakek murka, tidak hanya menarik uang sakunya yang fantastis, sang kakek juga memblokir kartu kredit, mobil bahkan kartu kartu sakti penunjang hidup dan modal foya foya yang selama ini Widuri nikmati.
Akankah Widuri menyerah ataukah bersikeras pada pendiriannya yang justru membuatnya semakin terjerumus masalah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaa_Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.27
Widuri terlihat duduk disalah satu meja di coffe shop dengan segelas kopi yang terlihat masih mengepul. Expresi wajah resahnya begitu kentara, dengan terus menatap jam dipergelangan tangan. Bibirnya mengulum saat jemari lentiknya menekan huruf demi huruf di layar ponselnya berpindah cepat.
Jemari terhenti sejenak saat pesan terkirim dengan helaan nafas lega diiringi kedua alis yang bertaut. Sedetik kemudian mengerut tipis seiring bunyi ketukan kuku jari panjangnya dimeja, menunggu balasan.
Tak begitu lama ia menghela pelan menandakan dirinya makin resah setelah tahu jawaban dari pesannya.
Didepannya seorang wanita terduduk diam dan hanya mengamati Widuri. Sesekali bibirnya terlihat komat-kamit dengan tatapan tak sabar menunggu.
"Apa kau baik-baik saja bukan?" tanyanya penasaran.
"Ya... Tentu saja,"
"Kalau begitu bisa kita mulai?"
"Oh maafkan aku ... Aku tidak berniat mengacuhkanmu, hanya saja ada sesuatu yang harus aku urus."
Wanita itu mengangguk pelan lalu mengeluarkan beberapa lembar foto dari dalam tasnya.
"Sebenarnya ini pekerjaan sampingan yang tidak ingin aku publikasikan secara terang-terangan seperti ini, tapi karena Ferdy yang memaksa ya apa boleh buat. Dia juga sedikit mengancamku semalam!" kata Wanita yang menyusun rapi lembar foto dihadapan Widuri.
"Apa itu akan jadi masalah? Sebuah pekerjaan yang tidak ingin dipublikasikan terang-terangan!? Terdengar menyeramkan," kata Widuri seraya memperhatikan foto satu persatu.
"Tentu saja tidak, kantor perjodohanku itu dibangun untuk membantu orang-orang sepertimu. Tentu saja aku bekerja dibelakang layar saja karena kesibukan ku, tidak semenyeramkan yang kau kira, lagi pula jasa kami sangat di andalkan dikalangan atas, orang-orang penting atau pun pejabat."
Widuri mengangguk-anggukan kepala, tidak menyangka akan kembali bertemu dengan wanita yang tempo hari memarahi dan tidak mempercayai ucapannya sedikitpun, wanita yang merupakan tante dari Ferdy.
"Aku juga kaget saat Ferdy menemuiku semalam, ku fikir dia...! Eh ternyata kau, aku juga sedikit heran, kau cantik, kau juga dari keluarga terpandang. Tapi bagaimana mungkin kau minta Ferdy mencarikan pacar untukmu,"
Widuri terperangah lalu tersenyum kemudian. Mungkinkah Ferdy menceritakan semua pada Tantenya ini.
"Bagaimana kalau yang ini? Aku suka gaya rambutnya, mmmppp... Tatapannya juga," kata Widuri mengalihkan pembicaraan.
"Sepuluh pria ini adalah kandidat yang terbaik, yang itu seorang mahasiswa," katanya menunjuk pada foto yang tengah Widuri pegang. "Lima diantaranya adalah model dewasa, lalu ada astrada alias asisten sutradara dan juga sisanya masih mahasiswa." terang wanita bernama Martha itu dengan menunjuk satu persatu dari foto yang berjejer rapi.
Gadis itu terbeliak kaget, "Model dewasa?"
Martha mengangguk, memajukan kepalanya hingga jarak dekat, refleks Widuri melakukan hal yang sama hingga keduanya berbisik. "Maksudmu....?"
"Ya... Itu maksudku....," bisik Martha.
Keduanya memperlihatkan ekspresi yang sama walau kata-kata mereka menggantung tanpa kejelasan, namun keduanya seolah faham dengan isi kepala yang sama.
Widuri tersenyum ke arahnya, bukan... Bukan ke arah Martha yang duduk bersama dengan semua penjelasannya tapi karena melihat sesosok pria yang baru saja masuk. Marcel juga Ferdy menyusul dibelakangnya. Mereka datang hendak meeting dan bertemu seseorang. Ferdy melirik Widuri begitu juga sebaliknya, setelahnya kembali fokus pada ipad yang dibawanya.
Marcel sekilas saja melihatnya lalu segera berjalan menuju meja yang sudah pasti direservasi sebelumnya oleh Ferdy.
"Bukankah itu Widuri?" tukas Ferdy setengah berbisik.
Namun Marcel tak bergeming, ia hanya melirik Ferdy sekilas tanpa ingin peduli ucapannya.
Mereka berdua duduk di meja paling ujung di sudut ruangan, jaraknya cukup jauh karena berada di ruangan khusus untuk meeting.
"Jadi bagaimana? Kau pilih dia saja?" Martha mengambil selembar foto yang dipegang Widuri. "Akan ku hubungi dia sekarang juga, aku jamin kau tidak akan kecewa."
Widuri mengangguk seraya tersenyum. Sementara disebrang sana Ferdy bersiap-siap memulai meeting, begitu juga Marcel yang sibuk dengan ponselnya.
"Tidak... Tidak... Tunggu, aku ingin dia!" Widuri menunjuk satu foto yang masih tergeletak diatas meja. "Kurasa aku tidak akan cocok dengan mahasiswa."
"Baiklah, yang ini seorang astrada. Kau punya selera yang bagus!"
"Tentu saja, aku punya selera yang tinggi untuk masalah itu," jawab Widuri, entah kenapa suaranya naik dua oktaf dengan sengaja.
"Baiklah, kita mulai meetingnya!" Ferdy mengeluarkan ipad dan beberapa lembar berkas, menunjukannya pada dua orang didepannya yang terlihat serius. Perbincangan dua kelompok manusia yang saling bersebrangan.
"Ya itu saja, dia tinggi dan memiliki tubuh yang bagus!"
Pilihan Widuri kembali berubah, kali ini dia memilih foto lain. Membuat Martha berdecak kecil.
"Semuanya saja kalau begitu!"
Widuri tergelak mendengarnya, "Memangnya boleh ku pilih semua?"
"Ish... Kau ini, ya sudah jadi yang mana yang betul?" Martha bertanya hanya untuk meyakinkan Widuri tidak berubah fikiran lagi.
"Ya sudah ini saja!" katanya menunjuk pilihan terakhir.
"Ya sudah, aku akan atur pertemuan kalian sesegera mungkin."
Widuri mengangguk dengan senyuman dibibir. Gadis itu bangkit dari duduk dan menyambar tas miliknya.
"Aku harus ke toilet." ucapnya dengan berjalan ke arah toilet.
Widuri masuk kedalam bilik toilet, ia membenahi riasan di wajahnya agar tidak berantakan. Dia juga sempat mengecek ponselnya sesaat.
Tiba-tiba pintu toilet terbuka, Marcel masuk dan menariknya keluar dengan cepat. Marcel membawanya keluar dari coffe shop melalui jalan yang ada area belakang dimana hanya staff yang bisa melewatinya saja. Saking cepatnya, Widuri tidak sempat berfikir tiba-tiba atmosfer berubah begitu saja.
"Apa yang kau lakukan Marcel?" ujar Widuri saat keduanya tiba di pelataran parkir. "Apa kau sudah gila dengan masuk ke toilet wanita seperti tadi? Bagaimana jadinya kalau aku tadi sedang----,"
"Kau yang gila Widuri! Apa kau akan melamar semua pria yang akan kau temui?"