Perjodohan adalah sesuatu yang Mazaya benci. Dari setiap novel yang ia baca, selalu saja pihak perempuan yang jadi sosok tertindas. Kadangkala ending cerita sang suami menjadi bucin. Kadang kala ada juga yang berakhir dengan perceraian dengan sang perempuan menikah lagi kemudian hidup bahagia dan laki-laki hidup dalam penyesalan.
Namun bagaimana bila Mazaya lah yang menjadi tokoh seperti dalam novel tersebut, terpaksa menikah karena perjodohan?
Apalagi setelah ia tahu, sosok yang dijodohkan dengan dirinya telah memiliki kekasih.
Sungguh, Mazaya tak ingin melewati proses jadi istri yang tertindas.
BIG NO!!!
Namun untuk ending, siapa yang tahu. Yang pasti, ia tak mau ditindas apalagi oleh sang pelakor meskipun dia adalah wanita yang suaminya cintai. Lalu bagaimana caranya agar ia tidak ditindas oleh pasangan sialan tersebut?
Makanya, yuk tap ❤️ untuk mengikuti cerita selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke butik
Tak sampai 1 jam kemudian, akhirnya mobil Gemilang telah sampai tujuan. Mazaya mengernyitkan dahinya saat melihat dimana kini ia berada.
"Angkasa Mall? Ngapain mas ajak aku ke sini? Mas mau ngajakin aku shopping? Kenapa nggak bilang? Kan aku bisa ganti baju yang lebih cocok, nggak kayak sekarang. Pake setelan kerja kayak gini. Eh tapi mas pun pake setelan kerja ya," oceh Mazaya. Gemilang tetap seperti sebelumnya, mode patung arca. Cuma bedanya ia bisa berjalan. Tak ada sepatah katapun keluar dari bibir tebal nan seksi miliknya. Mazaya sampai kesal sendiri. Apalagi ia berjalan begitu saja melewati dirinya membuat dirinya tertinggal di belakang.
"Dasar kulkas 100 pintu, mentang kakinya panjang jadi melangkah seenaknya. Nggak nyadar apa istrinya tertinggal di belakang. Kalau aku diculik orang gimana, nyebelin," omel Mazaya sambil bersungut-sungut. Mazaya mengangkat tangannya bergerak seolah ingin *******-***** kepala suaminya seperti sedang mengulen adonan pempek.
Gemilang tersenyum sumir di depan sana. Diam-diam ia melirik tingkah istrinya itu dengan ekor matanya.
'Menggemaskan,' batin Gemilang tanpa sadar memuji tingkah laku sang istri. Sifatnya tidak ada yang dibuat-buat. Kadang terlihat mengesalkan, kadang terlihat menggemaskan, kadang terlihat polos, kadang juga terlihat cerdas, sering juga terlihat gagah berani, ah tanpa sadar Gemilang sidha terperosok pada pesona gadis yang kerap disebutnya gadis kampung itu.
Seketika Gemilang teringat dengan adik bungsunya yang tengah merengkuh pendidikan di Amsterdam. Sifat dan sikapnya tak jauh beda dengan Mazaya, hanya saja ia lebih manja. Gemilang sampai berpikir, mereka pasti akan sangat cocok bila bertemu nanti.
Brakkk ...
"Aduh ... "
Mazaya mengangkat wajahnya saat dahinya terantuk sesuatu.
"Mas, kenapa berhenti tiba-tiba sih?" protes Mazaya dengan mata mendelik sambil mengusap dahinya yang terasa sedikit sakit karena terbentur punggung Gemilang yang keras.
"Ngapain jalan liat ke bawah? Nyari duit receh? Satu lagi liatin semut berjalan?" ejek Gemilang membuat Mazaya mengerucutkan bibirnya.
"Sembarangan. Itu punggung apa tembok sih? Keras banget." Omelnya lagi.
"Punggung lah. Kalau nggak percaya, nanti di rumah liat aja langsung. Mas dengan senang hati menunjukkannya," sahut Gemilang sambil mengulurkan tangan kemudian menggandeng Mazaya agar jalan beriringan dengannya. Mazaya sampai tersentak dengan perlakuan tiba-tiba suaminya itu.
Dipandanginya telapak tangannya yang telah menyatu dengan jemari suaminya. Ada rasa hangat yang tak biasa ia rasakan. Ia tak pernah digandeng seperti ini sebelumnya. Terakhir kali merasakan digandeng sudah bertahun-tahun yang lalu, saat kedua orang tuanya masih ada. Saat itupun ia masih kecil jadi saat ada yang kembali menggandengnya seperti ini benar-benar membuatnya tak mampu berkata. Hanya seluas senyum yang terbit di bibir menggambarkan isi hatinya yang terasa membuncah.
Gemilang tidak mengatakan apapun. Ia pun merasakan hal yang sama. Ada rasa yang tak biasa pun debaran yang kian menjadi saat mereka tengah bersama apalagi saat ada interaksi fisik seperti ini. Meskipun hanya sebatas bergandengan tangan.
Juna yang ikut mengekori di belakang keduanya hanya bisa tersenyum.
"Sepertinya tuan sudah jatuh hati pada nona," gumam Juna sambil tersenyum penuh arti dengan sorot mata tak lepas dari memandangi sepasang suami istri tersebut.
Brakkk ...
"Aaaakh ... kau punya mata atau tidak sih?" omel seorang perempuan yang baru saja keluar dari sebuah toko ponsel.
"Ah, maaf nona. Saya tidak sengaja."
"Makanya, kalau jalan itu pakai mata," omel perempuan itu lagi.
"Mata untuk melihat, nona, bukan untuk berjalan. Kalau jalan ya pakai kaki." Jawab Juna seadanya.
Perempuan itu melotot saat mendengar jawaban Juna yang sebenarnya tidak sepenuhnya salah, "kaki emang untuk jalan, tapi kalau mata nggak dipakai bisa nabrak, begok. Untung ini bukan di jalan raya, kalo di jalan raya, orang bisa mati," sentak perempuan itu kesal.
Juna menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Beginilah perempuan, maha benar dengan segala perkataannya.
"Iya, iya, saya salah dan Anda benar." Juna memilih mengalah dari pada berdebat dengan perempuan yang pasti ujung-ujungnya ia tetap jadi yang pihak yang disalahkan.
"Bagus. Itu baru laki-laki gentle."
"Ada apa ini?" Tiba-tiba seorang laki-laki sudah berdiri di samping sang perempuan. Wajah mereka seiras, tapi berbeda jenis kelamin. Juna menebak mereka kembar atau mereka pasangan suami istri. Bukankah ada yang bilang pasangan yang mirip berarti berjodoh.
"Nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya nggak sengaja nabrak tadi." Jawab sang perempuan.
"Sekali lagi maafkan saya. Kalau begitu, saya permisi." Juna pun segera beranjak pergi dari hadapan kedua orang itu. Ia sudah kehilangan jejak tuannya. Untung saja ia sudah tahu tujuan sang tuan, bila tidak, ia akan kebingungan mencari dan yang lebih parahnya ia akan kena sembur dengan ancaman yang mengerikan.
...***...
"Butik?" Dahi Mazaya mengernyit saat Gemilang mengajaknya masuk ke salah satu butik ternama di kota mereka, Amel's Fashion. Amel's Fashion menyediakan banyak jenis pakaian dari yang formal maupun non formal seperti gaun santai sampai gaun pesta. Bahkan gaun pengantin pun ada. (Othor yakin, yang jadi pembaca karya othor dari zaman Pesona mantan istri yang disakiti pasti ingat punya siapa butik ini. Butik yang nggak nongol cuma di satu cerita, tapi banyak. Punya besannya si emak gesrek. 😁)
"Mas, ngapain mas ngajakin aku ke sini? Mas mau belanjain aku baju?"
"Selamat datang tuan Gemilang. Pakaiannya sudah kami siapkan di dalam," ucap salah seorang pegawai butik itu.
Gemilang hanya mengangguk. Tidak menyahut sama sekali. Dia benar-benar definisi kulkas 100 pintu. Apa susahnya menjawab atau merespon dengan kata-kata sih? Bahkan pertanyaan Mazaya tadi pun diabaikannya.
Tanpa meminta persetujuan, Gemilang langsung membawa masa iya mengikuti langkah pegawai tadi menuju ke suatu ruangan. Di sana telah berdiri sebuah stand hanger yang digunakan untuk menggantung aneka gaun dengan warna dan bentuk yang sangat cantik. Mazaya sampai membeliakkan matanya saat melihat begitu banyak gaun yang terpampang di depannya.
"Cobalah gaun-gaun tersebut!" titahnya membuat Mazaya membalikkan badan dan menatap tajam mata Gemilang.
"Jelaskan dulu tujuannya! Aku nggak mau mencoba gaun-gaun itu kalau tujuannya nggak jelas kayak gini!" tegas Mazaya tak peduli bila Gemilang bisa saja tiba-tiba marah. Salah siapa mengajak dirinya tiba-tiba ke sebuah butik dan memintanya mencoba gaun yang jumlahnya tidak sedikit. Memangnya dirinya model apa harus mencoba semua gaun yang jumlahnya lebih dari 10 buah itu.
Gemilang menghela nafas sambil menggaruk dahinya menggunakan ujung telunjuknya, "malam ini aku ada undangan pesta perayaan ulang tahun pernikahan kolega bisnisku jadi aku mau mengajakmu sebagai pendampingku." Ucap Gemilang akhirnya menyuarakan tujuannya.
Mazaya sampai membulatkan matanya tak percaya, "mas serius? Mas nggak malu ajak aku? Bukannya kata mas aku itu perempuan udik, gadis kampung, nggak pantas bersanding sama kamu?" cecar Mazaya membuat Gemilang tertohok dengan kata-katanya.
"Maafkan aku," ucapnya akhirnya membuat Mazaya kian tak percaya dengan apa yang ia dengar.
'Dia meminta maaf? Apa aku berhalusinasi?'
"Apa? Maaf?"
"Udah, cepat buruan coba gaunnya!" titahnya sambil memalingkan wajahnya. Tetap saja, gengsinya setinggi gunung Himalaya. Apalagi ada orang lain yang memperhatikan mereka. Mazaya yang paham hanya bisa mengulum senyum. Ia tak menyangka suaminya itu bisa juga meminta maaf meskipun masih malu-malu meong.
Beberapa menit kemudian, tirai terbuka, menampakkan seorang perempuan cantik mengenakan gaun off shoulders. Cantik sih, tapi ...
"GANTI!" seru Gemilang dengan mata melotot.
"Kenapa ganti sih? Ini kan bagus," protes Mazaya.
"Kataku ganti, Mazaya!" Sentak Gemilang tanpa mau menjelaskan alasannya. Padahal tinggal bilang saja ia tak suka melihat pundak istrinya yang putih mulus dilihat orang lain, tapi Gemilang yang super gengsi enggan mengatakannya.
Dengan wajah bersungut-sungut, Mazaya kembali masuk ke ruang ganti. Kali ini ia mengenakan gaun hitam panjang dengan belahan disepanjang mata kaki hingga pertengahan paha. Kepala Gemilang mendadak pening melihatnya.
"Ganti!" desisnya. Mazaya menghela nafas panjang, kemudian masuk lagi ke ruang ganti. Entah sudah berapa gaun yang dicoba, tapi tak ada yang cocok menurut Gemilang. Kalau Gemilang memberikan alasannya mungkin Mazaya bisa menyesuaikan sesuai permintaan suaminya.
"Mas, aku capek tau. Ganti, ganti, ganti mulu. Kamu mau yang kayak gimana sih? Kalau nggak, mas aja deh yang pilihin. Percuma aja aku milih sendiri, ini salah, itu juga salah." Protes Mazaya dengan wajah ditekuk masam.
Gemilang memijit pelipisnya kemudian berdiri. Lalu ia menarik Mazaya masuk ke ruang ganti dan menutup pintunya rapat.
"Mas, mas mau ngapain sih?" kesal Mazaya.
Gemilang maju mendekati Mazaya membuat gadis itu mundur ke belakang hingga punggungnya yang terbuka membentur dinding. Kemudian Gemilang mengungkung sang istri dengan tatapan yang tak bisa Mazaya definisikan. Jantung Mazaya seketika berdebar.
"Kau bertanya apa alasanku memintamu mengganti gaun-gaun tersebut?" tanya Gemilang dengan suara yang pelan nyaris berbisik. Mazaya pun mengangguk. "Gaun pertama membuat pundakmu terbuka, gaun kedua belahan kakinya terlalu panjang mengekspos kaki jenjangmu, gaun yang ketiga belahan dadanya rendah, gaun keempat terlalu pendek,gaun kelima ... , gaun keenam ... , lalu gaun ini ... " Gemilang menyelipkan telapak tangannya di belakang tubuh Mazaya lalu mengusap punggung yang terbuka itu dengan lembut membuat darah Mazaya seketika berdesir. Bukan hanya Mazaya, Gemilang pun merasakan hal yang sama. Ini merupakan pertama kalinya menyentuh bagian tubuh perempuan selain telapak tangan, sehingga membuat darahnya berdesir dengan jakun naik turun.
"Mas," cicit Mazaya sambil menggigit bibir bawahnya.
"Aku ... tak suka orang lain menikmati sesuatu yang sudah jadi milikku. Ingat ini, kau milikku, hanya milikku, dan semua yang ada padamu, termasuk setiap inci kulitmu adalah milikku," bisiknya tepat di samping telinga Mazaya membuat bulu kuduk Mazaya seketika berdiri.
Lalu bibir Gemilang turun menuju leher jenjang sang istri dan mengecupnya ringan membuat perempuan cantik itu memejamkan matanya saat merasakan benda kenyal sang suami menyambangi lehernya dan menyusurinya.
"Mas," desis Mazaya tegang saat bibir sang suami menghisap kulit lehernya. Belum lagi gerakan telapak tangan yang menyusuri punggungnya membuatnya tak mampu berkata-kata.
Gemilang tersenyum penuh arti saat ia berhasil menciptakan mahakaryanya yang pertama di leher Mazaya. Hanya 3 buah jejak, tapi Gemilang merasa bangga bisa melakukannya.
"Mas, a-apa yang kau lakukan?"
"Aku hanya ingin meninggalkan tanda kepemilikanku di sini," ucap Gemilang seraya menyusuri leher Mazaya dengan ujung jari telunjuknya. "Sekarang kau paham kan gaun seperti apa yang tidak aku sukai?" Dengan dada yang berdebar, Mazaya reflek mengangguk.
Sungguh, apa yang Gemilang lakukan padanya saat ini membuatnya tidak karu-karuan. Melihat Mazaya mengangguk, Gemilang pun tersenyum. Sebelum keluar dari ruang ganti, ia mengecup bibir Mazaya sekilas membuat perempuan cantik itu membulatkan matanya dengan jantung yang kian berpacu kencang.
Cup ...
...***...
...HAPPY READING. 🥰🥰🥰...