Agnes menjalani kehidupan yang amat menyiksa batinnya sejak kelas tiga SD. Hal itu terus berlanjut. Lingkungannya selalu membuat Agnes babak belur baik secara Fisik maupun Psikis. Namun dia tetap kuat. Dia punya Tuhan di sisinya. Tapi seolah belum cukup, hidupnya terus ditimpa badai.
"Bagaimana bisa..? Kenapa Kau masih dapat tersenyum setelah semua hal yang mengacaukan Fisik dan Psikis Mu ?" Michael Leclair
"Apa yang telah Dia kehendaki, akan terjadi. Ku telan pahit-pahit fakta ini saat Dia mengambil seseorang yang menjadi kekuatanku. Juga, Aku tetap percaya bahwa Tuhan punya rencana yang lebih baik untukku, Michael." Agnes Roosevelt
Rencana Tuhan seperti apa yang malah membuat Nya terbaring di rumah sakit ? Agnes Roosevelt, ending seperti apa yang ditetapkan Tuhan untuk Mu ?
Penasaran ? Silakan langsung di baca~ Only di Noveltoon dengan judul "Rencana Tuhan Untuk Si Pemilik Luka"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ATPM_Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Kedatangan yang di barengi dengan perkataan yang menikam itu membuat Laras disambar rasa kaget.
“Se...Sejak kapan Kau mendengarnya ?” Tanya Laras sambil melontarkan tatapan marah yang dibaluti derai air mata.
“Sekarang bagaimana ? Aku tidak memiliki tali untuk mengikat Charles. Keluarga Eklet pasti menginginkan seorang penerus, dengan kondisi kandungan Ku, tidak ada lagi kemungkinan untuk terjadi pembuahan. Dasar anak sialan! Untuk membantu Ibu nya saja tidak bisa ? Kau benar-benar terkutuk! Kenapa Kau tidak bisa untuk bertahan dengan goncangan tadi ? Dasar bedebah sialan! Aku tidak menyangka.”
Agnes mengulangi perkataan Laras yang Dia dengar barusan. Yang membedakan hanya intonasi suara saja yang tenang dan datar dari awal sampai akhir. Agnes tidak memiliki mood yang cukup untuk menirukan suara Laras yang dibungkus dengan sangat lirih dan emosi.
Dengan tenang Agnes mendudukan diri nya pada kursi yang tersedia di samping ranjang pasien. Kemudian melempar atensi nya pada Laras. Tatapan Mereka tengah beradu di udara.
“Belum puas ? Apa mau Ku ulangi lagi?” Tanya Agnes karena Laras belum juga memberikan reaksi apapun.
“Kau... Dasar Munafik! Kau berhasil membuat Ku merinding. Aku merasa sangat ngeri membayangkan betapa munafiknya diri Mu selama ini. Kau sangat pandai berakting dengan bersikap baik, manis, dan juga sebagai orang yang tanpa cela di hadapan Ku, di hadapan semua orang! Ternyata... Inilah sikap asli Mu!”
Agnes masih terdiam selama sedetik usai mendengar perkataan Laras. Dia pangku satu kaki nya sambil meletakkan tangan di atas pangkuan, kemudian berucap “Sikap asli Ku ? Coba deskripsikan.”
Masih dengan satu tangan yang meremas selimut, tangan satu nya Laras angkat untuk menunjuk-nunjuk Agnes dengan penuh amarah sambil bersuara “Kau itu munafik! Kau terlihat baik di luar. Menunjukan bahwa Kau tidak tahu apa-apa dan menyembunyikan fakta di dalam diri Mu dengan sangat baik. Kau itu sangat menjijikan. Kau nampak sangat indah di luar namun sangat busuk di dalam! Sangat menjijikkan! Kau mengotori Mata Ku!”
“Laras,” panggil Agnes dengan penuturan intonasi yang masih sangat stabil. “...Aku menyuruh Mu untuk mendeskripsikan sikap Ku. Bukan sikap Mu.”
“....” Laras di buat terdiam. Otaknya mencerna perkataan Agnes dengan sangat baik, sehingga Dia langsung menyadari arti yang terbalut dalam kata-kata tadi.
“Kau lebih tau kan, sikap siapa yang lebih kotor di antara Kita berdua.”
“Untuk apa Kau datang ?” Kata Laras usai menggigit bibir bawah nya dengan sangat kuat.
“Untuk melihat Mu terakhir kali.”
“Hah.! Kau berkata seolah salah satu dari Kita akan ada yang mati.” Ujar laras dengan tersenyum kecut sambil menggeleng pelan.
“Benar. Sikap Ku yang seperti dulu akan mati. Kau tidak akan lagi melihat Ku yang bisa Kau manfaatkan dan Kau kelabui sesuka hati. Sekedar informasi, Kau tidak penah behasil memanfaatkan dan mengelabui Ku Laras. Aku mengijinkan itu semua terjadi karena tidak akan ada dampak yang datang dari Mu pada hidup Ku. Tapi sudah cukup. Aku akan menghapus kepura-puraan itu untuk selama-lamanya.”
“Kau.. Kau sungguh tidak merasa sakit sedikit pun setelah semua perbuatan Ku ? Kau yakin ?”
“Tentu. Karena sejak awal, Aku tidak pernah mengijinkan diri Mu untuk mengobrak-abrik bagian terdalam diri Ku. Aku tidak pernah mengijinkan hal itu terjadi, sehingga apapun aksi yang Kau torehkan, tidak pernah memberikan goncangan sedikit pun pada Ku.”
“Bohong! Pembohong!” Cetus Laras dengan suara bergetar. Tidak terima dengan kenyataan yang di sampaikan dengan pembawaan sikap yang tenang, dan juga mata yang dibungkus kejujuran. Laras merasa sangat sesak untuk menelan fakta ini. Fakta yang melukai diri nya.
“Sssttt..” Agnes meletakkan jari telunjuk di atas bibir. Alisnya tertaut lantaran teriakan Laras sangat cempreng.
“Aku tidak memaksa Mu untuk percaya, Laras. Silahkan lihat Wajahku, dengar suara Ku, dan simpulkan sendiri dengan otak Mu itu. Sesekali pakailah otak itu dengan benar, Laras. Jangan terus memberikan pupuk baik pada kebodohan yang semakin subur dan tumbuh dengan rindang di benak Mu.”
“Kau sebenarnya memiliki sikap yang seperti apa ?!” Cetus Laras menyerah pada otaknya yang tidak bisa menemukan jawaban ini. Dia membutuhkan jawaban langsung dari Agnes.
“Kau tidak perlu tau. Orang seperti Mu sejak awal tidak ditakdirkan untuk melihat sisi diri Ku yang sebenarnya. Dan juga, menanggapi perkataan Mu barusan, Ku rasa Kau harus segera sadar Laras. Semua orang di muka bumi ini munafik. Kau tau bunglon ? Semua orang di dunia ini benar-benar sama seperti bunglon, harus pintar menyesuaikan warna dengan lingkungan. Jika Kau tidak bisa melakukannya, maka Kau tidak bisa bersosialisasi dan hanya akan terkurung di dunia kecil yang Kau bangun sendiri. Menua dengan anggapan bahwa sudah melakukan hal yang benar sepanjang hidup, dan pura-pura tidak mengingat berbagai macam perasan iri yang Kau rasaan saat melihat pencapaian orang lain yang lebih gemilang dan lebih tinggi dari diri Mu.”
Agnes tidak lagi menunggu respon Laras. Paham tidaknya Dia dengan perkataan barusan, Agnes tidak peduli sedikit pun. Dia kini sudah berdiri, dan sebelum melangkah, Agnes kembali bersuara.
“Jangan memberikan tatapan bahwa saat ini takdir tidak adil pada Mu. Apa yang Kau dapat saat ini, merupakan buah dari yang Kau tanam di masa lalu. Selamat tinggal, Nyonya Laraswati Eklet.”
Agnes pun berjalan ke arah pintu dan tidak berbalik sedikit pun. Punggung nya terus di tatap oleh Laras sampai sosok itu menghilang usia pintu tertutup.
“Ughhh... Arrggh!” Laras berteriak frustasi sambil menarik selang infus dengan paksa.
Dia terus berteriak histeris. Kekalahan yang Dia rasa sungguh menghancurkan ego nya yang setinggi langit. Dia acak-acak dan tarik rambutnya dengan keras. Selimut Dia tendang dan terus memberontak sekuat tenaga.
Suster pun datang saat mendengar suara teriakan dan mendapati Laras tengah pingsan dalam keadaan yang sangat kacau. Setelah menerima laporan, Dokter pun datang dan memberikan penanganan lagi.
...***...
Di sisi lain, Agnes tengah berjalan untuk keluar dari gedung Rumah sakit. Michael sudah mengirim pesan bahwa Dia sedang dalam perjalanan untuk menjemput Agnes. Sesuai perkataannya, Meeting hanya akan memakan waktu selama satu jam. Dan Agnes pun terkejut karena sudah satu jam Dia menghabiskan waktu di rumah sakit ini.
Agnes pun berhasil keluar dari gedung rumah sakit. Saat akan melanjutkan langkah, terdengar nama nya di panggil.
“Agnes!”
Teriakan dengan suara yang tidak asing ini membuat Agnes tidak ingin berbalik ke asal suara. Panggilan tadi dari Charles.
“Jika Kau tidak berbalik, Aku akan menarik tangan Mu!” Cetusnya lagi dengan sangat percaya diri. Dia sudah frustasi dengan berbagai kejadian sejak tadi.
Tangan yang memegang tas terlihat sedikit gemetar. Agnes gigit bibir bawah nya menahan emosi. Dia tidak takut dengan Charles, tapi sungguh Dia tidak ingin berhadapan lagi dengan Nya.
Whusss...
Semilir angin malam menerpa lembut wajah Agnes dan membawa masuk aroma familiar ke indra penciuman nya. Agnes menarik garis senyum, semakin Dia hirup aroma yang semakin jelas itu dengan perasaan yang semakin merasa tenang dan aman.
“Tidak perlu berbalik, tetaplah seperti ini.” Ujar Michael sambil melepaskan Jas dan memasangnya di atas pundak Agnes.
“Haah, malam semakin larut. Kami pergi dulu Tuan Charles Eklet. Istri Anda lebih membutuhkan kehadiran Anda di dalam.” Ucap Michael yang kini sudah merangkul tubuh Agnes.
“Tunggu!”
“Aku—“
“Apa yang ingin Kau katakan, Bedebah ?!” Cetus Michael yang sudah sampai di ujung kesabaran.
“Aku hanya ingin—“
“Meminta maaf ?” Lagi, Michael memotong perkataan Charles. “Kau pikir tindakan Mu akan terhapus begitu saja dengan satu permintaan maaf ?”
“Aku tau hal itu tidak mungkin terhapus. Aku hanya ingin meminta maaf.”
“Sebaiknya Kau hidup dengan disiksa oleh rasa penyesalan. Itu lebih baik dari pada dengan percaya diri berdiri di hadapan korban. Kau tau charles ? Aku sama sekali tidak mempercayai perkataan Mu. Aku yakin hanya butuh beberapa bulan saja dan Kau akan kembali mencicipi lubang wanita yang bisa Kau bayar.”
“Aku...”
“Ayo pulang, Sweetheart. Malam semakin larut, udaranya tidak baik untuk fisik Mu.” Tutur Michael menyela perkataan Charles yang terlihat ragu-ragu.
“Hangat.” Ucap Agnes tersenyum lebar saat jas berukuran besar yang kembali hinggap di pundaknya.
“Tidak perlu menoleh ke belakang. Cukup lihat Aku saja.” Tutur Michael saat Agnes menunjukkan gelagat ingin melihat ke belakang.
“Lebih baik Aku melihat ke depan. Bagaimana jika Aku terantuk ?”
“Maka Aku memiliki alasan yang tepat untuk menggendong Mu sampai ke mobil.”
“Hahaha, hal itu tidak akan terjadi.”
Charles terus melihat Michael dan Agnes yang semakin jauh dari posisi nya. Menatap dengan perasaan yang sungguh kacau balau. Entah Dia merasa sangat bersalah atas tindakannya dengan sungguh-sungguh atau tidak. Lantaran Dia terus meremas kedua tangan sampai menampakkan urat tangan yang tercetak jelas.
Meninggalkan fakta bahwa Charles masuk ke dalam rumah sakit dengan mood yang semakin rusak, di dekat pohon rindang, berdiri seorang gadis dengan tubuh yang bergetar menahan amarah. Sambil menghela nafas frustasi, Dia menelfon seseorang. Panggilan tersambung dan terdengar sapaan berupa siulan dari seberang sana.
“Apa yang membuat Mu menghubungi Ku, Sayang.”
“Aku butuh bantuan Mu, Jeff. Ini soal Kakak Ku, Agnes Roosevelt!”
Nampak sebuah smirk yang nampak di seberang sana saat nama itu terucap.
“Ayo bertemu secara langsung.” Tutur nya penuh semangat.
Mereka berdua pun menyepakati tempat dan waktu bertemu. Entah percakapan seperti apa yang akan terjadi antara kedua nya.
...***...
Jangan lupa like dan Komen ya. Thank you so much Darling~♡