Namanya Tegar, pemuda dengan pembawaan ceria tapi hatinya penuh dengan dendam.
Di depan kedua matanya, Tegar kecil harus menyaksikan kedua orang tua meregang nyawa dan kakaknya digilir di rumahnya sendiri, oleh sekelompok orang.
Yang lebih menyakitkan, para penegak hukum justru tunduk pada orang-orang tersebut, membuat dendam itu semakin dalam dan melebar.
Beruntung, Tegar mendapat keajaiban. Sebuah sistem dengan misi layaknya pesugihan, Tegar menemukan jalan yang bisa dia gunakan untuk melampiaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu Informasi
Setelah anak muda yang ditolong Tegar pergi, anak muda itu terdiam sembari mendaratkan di atas setapak. Tatapan matanya menerawang dengan pikiran berkelana ke satu nama yang baru saja dia dengar.
"Gunawan? Siapa itu Gunawan?" sosok tak kasat mata yang sedari tadi mengikuti Tegar sepertinya memiliki rasa penasaran juga, sampai dia bisa melempar pertanyaan seperti itu.
"Gunawan, otak utama dari empat orang yang telah merenggut kebahagianku," jawab Tegar. "Ternyata dia memiliki anak yang usianya hampir sama dengan usiaku."
"Lalu, apa yang akan anda lakukan?"
Tegar menghembus nafasnya secara kasar. "Nanti saja aku memikirkannya. Sekarang, aku mau menyelesaikan pekerjaanku dulu." Tegar langsung bangkit dan tangannya meraih dua keranjang lalu dia pergi meninggalkan tempat tersebut.
Dengan semangat, Tegar terus menawarkan dagangannya. Kali ini dia berharap, bisa membawa uang yang lebih banyak. Apa lagi kedua misinya sudah dipenuhi.
Hingga pukul empat sore, dagangan Tegar udah laku banyak. Tinggal sisa beberapa biji, Tegar akan mengembalikan dagangan tersebut kepada pemiliknya.
Setelah urusan dagangan beres, Tegar bergegas pulang karena penasaran dengan jumlah uang yang dia dapatkan hari ini melalui kotak pensil di rumahnya.
Namun di tengah jalan.
Heh, berhenti!" Lagi-lagi langkah Tegar dihentikan oleh tiga preman yang biasa memukulinya tiap kali bertemu. "Serahkan uangmu!" Preman itu langsung menyodorkan tangan.
"Nggak ada," jawab Tegar singkat.
"Eh, nantangin kamu!" Sang preman tak terima dengan respon Tegar. "Apa kamu mau babak belur lagi?"
Tegar langsung mendengus. "Yang nantangin juga siapa, Bang? Aku kan cuma bilang nggak ada," dengan tenang Tegar membalas ucapan preman bertubuh kekar itu.
"Kasih pelajaran lagi aja, Bos, kalau perlu sampai patah tulang-tulangnya," rekan dari preman tersebut memprovokasi.
Bos preman, menoleh dan tersenyum setuju pada rekannya itu. Kelihatannya Bos Preman nampak santai tapi diam-diam tangannya mulai terkepal.
Begitu kembali menghadap Tegar, bos preman langsung melayangkan tangan terkepalnya ke arah wajah Tegar. Namun preman itu dibuat kaget, kala pukulannya ditahan oleh anak muda di depanya.
"Oh, benar-benar nantangin kamu?" meski geram, bos preman masih bisa menunjukan keangkuhannya. Kali ini dia memilih melakukan tendangan.
"Aaaa...."
Dua preman yang lain terperanjat, karena yang teriak bukan target mereka , tapi bos preman. Secara mengejutkan, di saat bos preman baru mengangkat kakinya, kaki Tegar bergerak terlebih dahulu. Telapak kaki kanan Tegar mendarat keras pada lutut kiri Bos preman, hingga preman itu hilang kesimbangan.
"Kurang ajar!" Sudah pasti Bos Preman tak terima mendapat serangan seperti itu. "Hajar tikus kecil itu!"
Dua anak buah preman langsung bergerak dengan antusias. Segala kata kotor dan keangkuhan yang tinggi keluar dari mulut para preman tersebut. Mereka juga segera melayangkan serangan secara bersamaan.
Namun untuk kesekian kalinya, Tegar memberikan kejutan kepada mereka. Tegar yang terbiasa kalah jika memberi perlawanan, kali ini dia dengan tangkas, menahan, serta memberi serangan balik yang sangat menyakitkan kepada dua lawannya.
Tigaa preman yang semakin emosi karena selalu mendapat serangan. Demi menjaga harga diri, ketiganya kompak melakukan serangan secara membabi buta.
Namun sayang, lagi-lagi mereka harus menelan kekecewaan. Serangan yang mereka lancarkan, dengan mudah Tegar patahkan. Justru mereka yang kewalahan, ketika Tegar membalas serangan mereka.
"Aaaa..." ketiga preman itu berakhir terjerembab di atas aspal. Bahkan bos preman sampai memohon ampun saat Tegar hendak melayangkan tendangan untuk terakhir kalinya.
Tegar menekuk salah satu kakinya tepat di depan muka bos preman. "Jadi bagaimana? Masih mau berani memerasku?"
"Tidak, tidak, ampun, tidak lagi-lagi," jawab bos preman ketakutan.
Tegar sontak menyeringai. "Camkan ucapanku baik-baik, jika aku mendengar kamu memeras orang lain, kamu lah orang yang aku kejar pertama kali, paham."
"Ya, paham, paham, paham."
Sambil menyeringai, Tegar menepuk pipi bos preman tiga kali, lalu dia bangkit dan melangkah, meninggalkan tiga preman yang melayangkan tatapan penuh dendam.
Beberapa mata yang menyaksikan peristiwa itu, merasa kagum dan bangga pada keberanian Tegar menghadapi para preman yang memang meresahkan.
Sementara itu, di tempat lain, anak muda yang tadi siang sempat bertarung dengan Tegar, saat ini tengah berada di rumahnya.
"Muka kamu kenapa, Vin?" Tanya pria yang biasa dipanggil Papi oleh anak-anaknya. "Kamu habis berkelahi?"
"Bukan berkelahi, Pi, tapi Vino abis dihajar, dipukuli," balas anak muda itu nampak kesal.
"Apa! Siapa yang berani menghajar kamu, hah!" Tentu saja, orang tua Vino tidak terima.
"Nggak tahu, Pi, nggak kenal, tapi Vino masih pahan wajahnya kok," balas Vino nampak sangat senang. "Dia cuma orang miskin, Pi."
"Apa! Orang miskin berani menghajar kamu! Kurang ajar!" Papi semakin murka. "Bono! Bono!"
Pria bernama Bono yang sedang asyik menikmati secangkir kopi, langsung lari menghadap Tuannya. "Iya, Tuan."
"Ajak beberapa anak buah! Cari anak yang sudah berani memukuli Vino."
"Baik, Tuan."
"Vino, ikut Bona, cari anak itu sampai dapat!"
"Siap, Pi!" Anak muda itu terlihat antusias. Sudah pasti, dia ingin membalas perbutan Tegar yang telah membuatnya seperti seorang pecundang.
"Vino mau kemana, Pi?" seorang wanita muda melempar pertanyaan kala dia sedang menuruni anak tangga.
"Mau ngasih pelajaran pada anak yang nggak tahu diri," balas Papi sambil memainkan ponselnya.
"Baguslah, biar semua orang tahu, jika berani mengusik keluarga Gunawan, hidupnya nggak bakalan tenang."
Ucapan wanita muda itu, membuat sang Papi tersenyum bangga. Pria itu lantas menghubungi seseorang.
Setelah panggilan telfon berakhir, pria itu melempar tatapan pada anak perempuanya. "Kamu mau kemana?"
"Mau merayakan pesta ultah teman, Pi," jawab sang gadis. "Loli berangkat dulu Pi, Arnold udah di depan katanya."
Sang Papi mengangguk dan tatapannya terus memandangi anak perempuanya. Begitu tubuh anak itu hilang dari pandangan, Papi yang memiliki nama Gunawan beranjak menaiki anak tangga.
Di saat bersamaan, ponsel yang dipegang pria itu berdering. Setelah menatap layar ponsel tersebut, pria itu langsung meresponnya.
"Kalau masih berbuat ulah, kalian habisi saja, wartawan itu beserta keluarganya," ucap Gunaman penuh penekanan.
Di tempat lain, terlihat Tegar baru saja sampai di rumahnya. Karena mendengar suara motor, sang nenek bergegas keluar rumah. Ternyata itu adalah motor tukang ojek.
"Kamu dari mana, Gar? Kok tumben, pulang naik ojeg?" tanya Nenek penuh selidik.
"Dari toko ponsel, Nek," jawab Tegar.
"Emang kamu punya duit?" Nenek pun kembali terkejut
"Kan Tegar punya tabungan."
Nenek tersenyum. "Lah terus, itu apa?" Nenek menunjuk barang lain di tangan Tegar.
"Laptop, Nek."
"Loh, buat apa beli begituan?"
"Ya buat macam-macam, Nek," jawab Tegar. Tegar tidak mungkin memberi jawaban jujur kalau barang-barang yang dia beli, untuk melancarkan rencana balas dendamnya.