Ayu menggugat cerai suaminya karena tak ingin dimadu. Memiliki tiga orang anak membuat hidupnya kacau, apalagi mereka masih sangat kecil dan butuh kasih sayang yang lengkap, namun keadaan membuatnya harus tetap kuat.
Sampai pada suatu hari ia membanting setir menjadi penulis novel online, berawal dari hobi dan akhirnya menjadi miliarder berkat keterampilan yang dimiliki. Sebab, hanya itu yang Ayu bisa, selain bisa mengawasi anak-anaknya secara langsung, ia juga mencari wawasan.
Meskipun penuh rintangan tak membuat Ayu patah semangat. Demi anak-anaknya ia rela menghadapi kejam ya dunia sebagai single Mom
Bergulirnya waktu, nama Ayu dikenal di berbagai kalangan, disaat itu pula Ikram menyadari bahwa istrinya adalah wanita yang tangguh. Berbagai konflik pun kembali terjadi di antara mereka hingga masa lalu yang kelam kembali mencuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fitnah
Ikram tak tinggal diam. Ia terus mencoba mencari cara supaya Alifa mau disentuh dan dipeluk. Otaknya berkelana, menerka-nerka apa yang dilakukan Ayu hingga membuat anak-anak berubah padanya.
"Alifa mau ke mana, Nak?" tanya Ikram dengan suara lembut.
Alifa membisu. Membenamkan wajah di belakang Ayu yang berdiri di depannya. Sedangkan Adiba, bocah itu hanya menatap Ikram tanpa bicara.
"Mungkin dia butuh waktu untuk mengenalmu lagi, Mas," pungkas Ayu tanpa rasa takut.
Ikram kembali berdiri. Beralih menatap Adiba yang nampak menyandarkan kepala di dada Ayu dengan kedua tangan mencengkeram baju sang mama di bagian lengan.
"Apa Adiba mau ikut papa?" Ikram meletakkan paper bag di bawah kemudian mengulurkan tangannya ke arah si bungsu.
Tak sesuai ekspektasinya bahwa bocah itu akan segera menerima uluran tangannya. Justru Adiba malah menggeleng. Seolah tak mengenal sosok Ikram lagi.
Hati Ikram bak diremas-remas melihat sikap kedua anaknya. Ia sudah kehabisan cara membujuk mereka berdua hingga terpaksa harus menyerah.
"Ini hadiah untuk anak-anak." Ikram mengambil paper bag dan menyodorkan di depan Ayu.
Ayu tak langsung menerima barang-barang tersebut, ia menanyakan pada Alifa terlebih dahulu. Meminta pendapat pada yang bersangkutan.
"Aku gak mau, Ma," jawab Alifa merengek. Sedikitpun tak ingin menampakkan dirinya di depan Ikram.
"Maaf, Mas. Bukan aku ingin menjauhkan kamu dari anak-anak. Tapi kamu dengar sendiri, kan? Mereka tidak mau menerima pemberianmu. Jadi aku mohon jangan ganggu mereka."
Ayu menggenggam tangan mungil Alifa. Melintasi Ikram yang nampak putus asa.
Bukan jahat, namun ia harus menjaga hati anak-anaknya yang selama ini memang sudah kehilangan ayah. Orang yang seharusnya selalu berada di dekatnya, justru memilih wanita lain.
Aku pikir kamu gak akan ingat pada mereka, Mas. Jangan salahkan mereka jika lupa dengan kasih sayang yang pernah kamu berikan. Anak-anak hanya mengikuti apa yang sudah kamu tanam. Semoga mereka tidak membencimu karena sudah kamu campakkan.
Ikram menoleh, menatap punggung Ayu yang sudah semakin menjauh. Ada rasa penyesalan yang kini membuatnya tak bisa memaksakan kehendak. Menelusuri kesalahan yang pernah diperbuat selama ini.
"Maafkan papa, Nak. Mulai sekarang papa akan sering menjenguk kalian."
Ikram membawa barang-barangnya pergi dan berharap saat kembali Alifa dan Adiba mau menerima kehadirannya.
Ayu masuk ke ruang guru. Saat ini ia memang sudah tiba di sekolah tempat Alifa akan menimba ilmu, namun pikirannya masih tertinggal di mana ia bertemu dengan Ikram.
Kamu sudah terlambat, Mas. Aku tidak yakin kalau anak-anak mau menerimamu lagi.
"Silahkan diisi, Bu." Seorang guru wanita memberikan selembar formulir pendaftaran pada Ayu yang nampak melamun.
"Ayahnya gak ikut, Bu?" tanya kepala yayasan yang dari tadi memperhatikan Ayu.
Ayu tersenyum. Menghentikan tangannya yang sibuk menulis. "Saya dan ayahnya anak-anak sudah bercerai, Bu. Kami hidup masing-masing," jelas Ayu singkat dan padat.
Suasana kembali hening. Beberapa guru keluar dari ruangan untuk mengajar, sedangkan sebagian lagi masih di tempat.
Setelah mengisi semua data dengan lengkap, Ayu keluar meninggalkan tempat itu. Mengayunkan kakinya ke arah runag kelas Alifa.
"Belajar yang pinter ya? Mama pulang dulu." Ayu mencium kening sang putri lalu mengusapnya dengan lembut.
''Mama jangan pulang dulu,'' pinta Alifa menarik tangan Ayu yang hampir pergi.
Ayu berlutut di depan Alifa. Menatap lekat wajah bocah itu. Tanpa disadari, kini putri keduanya itu terlihat lebih besar hingga Ayu berpikir keras untuk mencari banyak uang.
"Alifa pingin jadi anak pinter, kan?" tanya Ayu serius.
Alifa mengangguk tanpa melepaskan tangan Ayu.
"Hari ini saja, Ma? Aku janji besok akan sekolah sendiri.'' Mengangkat dua jari layaknya Hanan saat berjanji.
Terpaksa Ayu mengangguk memenuhi permintaan putrinya. Mungkin dengan begitu akan membuatnya cepat beradaptasi di kelas barunya.
Ayu duduk di kursi yang ada di taman. Ternyata tak hanya dirinya yang menunggu, ada beberapa orang yang juga menunggu anaknya. Jika dilihat dari penampilannya yang glamour, mereka seperti istri orang kaya. Namun entahlah, Ayu tak peduli dengan orang lain.
"Adiba, larinya jangan jauh-jauh ya, Nak." Ayu merogoh ponselnya yang ada di tas. Ia kembali promosi barang jualannya secara online dan juga memberikan promo bagi tiga orang pembeli pertama.
Memandang area sekeliling. Cukup indah dan nyaman baginya untuk mencari ide.
Ayu kembali melanjutkan tulisannya di waktu senggang seperti ini. Meskipun begitu, ia tak lupa ada Adiba yang asyik berlarian di dekatnya.
Di sisi lain
Ikram yang baru saja tiba di depan rumah itu memukul setirnya. Melihat sikap dingin anak-anak membuatnya tak semangat bekerja, dan terpaksa kembali pulang. Tangannya mengulur mengambil dompet milik Ayu yang belum sempat ia berikan.
Apa mungkin ini karena Ayu. Apa dia mempengaruhi anak-anak supaya tidak mau denganku?
Ikram mengusir dugaan yang belum terbukti. Ia turun dari mobil lalu masuk ke rumah. Hari ini benar-benar ingin menyendiri di kamar.
''Kok kamu pulang lagi, Mas?'' seru wanita dari arah meja makan.
Ikram yang sudah memegang knop mengurungkan niatnya untuk membuka pintu. Ia menoleh ke arah sumber suara.
Rani berjalan mendekatinya. Wanita itu nampak cantik dengan dress selutut tanpa lengan. Namun, sedikitpun tak membuat Ikram terpesona.
''Hari ini aku gak masuk kerja. Jangan ganggu aku.''
Rani melipat kedua tangannya. Semenjak menjadi suami istri, sikap Ikram berubah, bahkan lebih banyak diam.
''Jangan bilang kalau tadi kamu bertemu dengan anak-anak dan mantan istrimu,'' tebak Rani.
Ikram memejamkan mata. Ia tak ingin menutupi apapun yang dilakukan. Meskipun pertemuan tadi sangat mengecewakan, Ikram tetap berpikir positif.
''Aku memang bertemu dengan Ayu."
Wajah Rani mendadak pias. Membuang muka saat Ikram menatapnya. Menunjukkan rasa cemburu yang menggebu.
Memutar tubuh Rani hingga keduanya saling tatap. ''Aku hanya ingin menjenguk anak-anak. Tapi __" Ikram menghentikan ucapannya. Jika mengingat sikap anak-anak, Dadanya kembali bergemuruh hebat. Suaranya seolah tertahan di tenggorokan.
''Tapi apa?'' Rani menyelidik saat melihat Ikram yang nampak putus asa.
''Tapi mereka tidak mau ikut aku. Alifa dan Adiba seperti tidak mengenaliku sebagai ayahnya.''
Rani tersenyum menyeringai.
Mungkin ini waktunya untuk membuat Ayu menderita.
Rani lebih mendekat. Merapikan baju Ikram yang sedikit melenceng.
"Aku yakin Ayu memakai guna-guna supaya anak-anak melupakanmu. Dia itu perempuan licik, Mas. Dan akan melakukan segala cara supaya anak-anak menjauhimu."
Seketika hati Ikram goyah. Rasa iba pada Ayu yang sudah rela membesarkan anak-anaknya itu berubah menjadi kebencian yang mendalam.
Siapa yang sudah bicara seperti itu.
nambah kesni nambah ngawur🥱