Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.
Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.
#A Series
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1: Ketua Geng Black Secret
Bulan November tiba dengan membawa hawa sejuk disertai aroma khas hujan yang begitu memikat indera penciuman. Hujan turun hampir setiap hari, terkadang lembut seperti rintik pelipur lara, terkadang deras seperti tumpahan langit yang tidak tertahan. Seperti sore hari ini, hujan turun sangat deras hingga membuat genangan air setinggi mata kaki di halaman sekolah.
“Huh, kapan hujan ini selesai, ya?” gumam Alfariel yang berdiri tepat di ambang pintu kelas dengan tangan terlipat di dada. Pandangannya terpaku pada halaman sekolah yang basah oleh hujan.
“Hujan kayak gini awet kali, Bro,” sahut Zidan yang berada tepat di belakang Alfariel.
Sudah sekitar setengah jam sejak pelajaran terakhir selesai, tetapi beberapa siswa enggan meninggalkan kelas karena hujan deras. Mereka memutuskan menunggu hingga hujan sedikit mereda. Di kelas XII MIPA B, hanya Alfariel dan empat temannya yang masih bertahan. Rencana Alfariel untuk berkumpul di base camp pun akhirnya harus dibatalkan.
Gibran menenteng tas ranselnya sambil berjalan menuju pintu kelas. “Jadi gimana nih? Kalau nggak jadi, gue pulang aja,” ujarnya dengan nada sedikit kesal.
“Eits, tunggu dulu, Bro! Sabar, masih nulis ini,” balas Fariz sambil sedikit berteriak dari tempat duduknya. Tangannya sibuk menulis sesuatu di secarik kertas kecil, matanya serius menatap tulisan yang sedang dibuat. Sementara itu, Abyan yang duduk di kursi depannya dengan cekatan membantu menggulung kertas tersebut.
Alfariel hanya tersenyum tipis sambil mengamati mereka. “Buru-buru amat sih, Gib. Lo kebelet boker ya?”.
Gibran memutar bola matanya dengan kesal. “Yaudah, cepetan!”
Abyan yang sudah selesai menggulung kertas langsung berdiri dan memimpin. “Ayo, ayo kumpul!” perintah Abyan sambil menggenggam gulungan kertas di tangannya. Dengan cepat, dia mengajak teman-temannya untuk berkumpul seolah tidak sabar untuk segera melanjutkan rencana mereka.
Abyan melempar gulungan kertas ke atas meja. Beberapa gulungan kertas itu tegeletak di sana. Diambilnya satu dari lima gulungan kertas yang ada. Perlahan, dia membuka gulungan tersebut dan terlihat sebuah nama tertulis di sana. “Alfariel,” ucapnya kemudian.
“Mulai hari ini jabatan ketua geng Black Secret pindah ke tangan Alfariel.” Zidan bersuara, menunjuk Alfariel yang duduk di meja.
Black Secret, geng paling terkenal di kalangan siswa-siswi SMA Global, dikenal karena para anggotanya yang semuanya memiliki kemampuan luar biasa. Mereka adalah Alfariel, Fariz, Zidan, Abyan, dan Gibran. Anggota Black Secret tidak hanya jago dalam berbagai bidang akademik dan non-akademik, tetapi juga terkenal kekompakannya dalam segala hal. Nama mereka sudah tidak asing lagi di setiap sudut sekolah.
Abyan mengambil lipatan kertas yang ada di dalam kantung hoodie lalu membuka lalu mulai membacanya dengan keras-keras. “Peraturan menjadi ketua geng ada empat. Pertama, menjabat selama kurang lebih lima bulan. Kedua, mengeluarkan misi sekurang-kurangnya berjumlah lima. Ketiga, memimpin dalam menjalankan misi dan berani bertanggung jawab atas kesalahan yang telah diperbuat. Terakhir, keempat, tidak boleh otoriter.”
Alfariel tersenyum smrik, menyeret tubuhnya menuruni meja sambil memasang ekspresi wajah yang terlihat begitu percaya diri. Sambil meletakkan ransel di pundaknya, dia berkata dengan nada santai, "Gue udah mempersiapkan misi dari sebulan yang lalu, karena feeling gue selalu benar. Kedua kalinya gue jadi ketua di sini." Telunjuknya mengarah ke bawah, di sini dalam artian di geng Black Secret.
Semua yang ada di ruang kelas itu langsung terdiam sejenak. Mereka tahu betul bagaimana Alfariel selalu merencanakan setiap langkah dengan matang dan kali ini pun dia siap untuk memimpin geng mereka menuju tujuan besar yang telah dia rencanakan. Kepercayaan diri yang dia tunjukkan seolah mengisyaratkan bahwa tidak ada tantangan yang terlalu besar bagi Black Secret selama dia yang memimpin.
Fariz bertepuk tangan. Dengan cekatan Fariz duduk di meja, sedangkan Alfariel mendongak menatap Fariz. “Gue selalu percaya dengan misi yang lo buat nanti, misi-misi lo pasti fabulous. Jadi, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?” Fariz menepuk bahu Alfariel. “Lo tahu kan, kalau kita ini bosen dipimpin sama Abyan, misinya flat, nggak menantang sama sekali.”
Abyan melirik sekilas ke Fariz lalu menghela napas panjang. “Kenapa nggak dari dulu aja lo milih Alfariel? Nggak usah pakai kertas kayak gini.” Abyan mengangkat gulungan kertas dan menunjukkannya ke Fariz sebelum membuangnya ke lantai. “Basi!”
Zidan ikut bicara, “Alfariel, apa misi kita besok? Tangan gue udah pegel dianggurin.” Dia merenggangkan tangannya dengan gerakan lebar, berharap ada kejelasan.
Alfariel berdiri dengan tegap, menyisir rambut dengan jari-jarinya, menenangkan diri sebelum berbicara. “Yang terpenting satu misi kelar dulu, sisanya gampang, piki-pikir belakangan.”
Gibran yang sudah bersiap untuk keluar dari ruangan memegang handle pintu sambil melontarkan kalimat ketus, “Cepetan deh, ke inti aja! Gue ada bimbel habis ini.”
Alfariel mengangguk lalu berkata tanpa basa-basi, “Oke, misi pertama, buat gaduh satu sekolah,” ujar Alfariel. “Inget, no drugs, no alcohol, no smoking!” Alfariel menekan di setiap katanya.
Gibran menjawab dengan santai, “Intinya, brengsek itu penting dalam menjadi seorang pemain sejati. Gue pulang, bye!” Tanpa menunggu lagi, dia melangkah keluar dari ruangan, meninggalkan teman-temannya dengan rencana yang baru saja dicanangkan.
‘Ngebet banget mau pulang,’ batin Alfariel sambil berdecak. “Gue juga mau pulang. Sampai jumpa besok, Guys!” ujarnya.
Poinnya, rapat hari ini sudah selesai dalam kurun waktu lima menit. Satu misi yang dibahas, dua orang kabur tak beralas. Salahkan Gibran yang menjinjing sepatunya karena hujan. Alfariel juga begitu, tidak memakai sepatu karena takut sepatunya nanti basah.
Tiba-tiba kepala Alfariel melongok di ambang pintu. “Jangan sore-sore pulangnya. Inget cerita hantu di parkiran belakang, sebentar lagi hantunya mau sekolah. Lo nggak pada pulang?”
Ketiga temannya hanya saling pandang dengan ekspresi bingung, mata mereka menatap Alfariel dengan datar seolah tidak tahu harus bereaksi bagaimana.
Alfariel bersuara lagi. “Ya sudah, gue tinggal dulu ya.” Dia berjalan pelan meninggalkan kelas. Namun, seketika teringat sesuatu, Alfariel mundur beberapa langkah, kembali berdiri di depan pintu. “Oh ya, mbak kunti absen, sakit batuk. Katanya kalau ketawa suaranya serak, makanya dia gak masuk. Tulis di absensi, jangan lupa! Bye, bye!” Alfariel melambaikan tangan sambil berlalu.
Abyan dan Zidan bertatap muka. Sementara Fariz terlihat agak panik, memeluk tas ranselnya dengan erat takut terjadi sesuatu.
"ALFARIEL KAMPRET ... TUNGGUIN GUE!" teriak Abyan dan Zidan bersamaan lalu berlari berebutan menuju pintu. Mereka mencoba mengejar Alfariel yang sudah lebih dulu keluar.
Fariz yang semula hanya terdiam segera menyusul temannya, berlari dengan kecepatan penuh meski sedikit tertinggal di belakang. Mereka berlarian ke luar kelas, suara langkah kaki mereka bergema di lorong sekolah yang semakin sepi.
***
Bersambung ....