Seira, 25 tahun, istri dari seorang saudagar beras harus menerima kenyataan pahit. Dikhianati suami disaat ia membawa kabar baik tentang kehamilannya. Zafran, sang suami berselingkuh dengan temannya yang ia beri pekerjaan sebagai sekretaris di gudang beras milik mereka.
Bagaimana Seira mampu menghadapi semua ujian itu? Akankah dia bertahan, ataukah memilih pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keadaan Zafran
Matahari belumlah beranjak dari perpaduan, tapi geliat ekonomi di kota besar itu telah dimulai dari sejak dini. Hiruk-pikuk manusia telah memenuhi tempat-tempat yang menyediakan kebutuhan rumah tangga.
Jalanan tak pernah sepi dari kendaraan, meski hanya beberapa saja yang terlihat lalu-lalang. Para penjaja makanan pun telah berbaris menunggu rezeki dari para pengunjung jalanan.
Di akhir pekan, orang-orang banyak bertaburan di jalan. Sekedar menikmati waktu pagi hari sambil menghirup udara segar walaupun tak sesegar di pedesaan. Berjalan santai bersama keluarga, menghabiskan waktu sampai matahari tiba.
Sementara di sebuah rumah, para penghuninya masih terlelap di alam mimpi. Terbuai kehangatan dalam balutan selimut yang menutupi.
Sampai matahari naik sepenggalan, tak satu pun dari mereka terlihat. Pintu rumah masih tertutup rapat, tak peduli pada keindahan pagi hari yang dihadirkan jagat.
Zafran mengernyit dikala sinar matahari menerpa matanya. Ia berbalik memunggungi dan menutup wajah dengan selimut. Biasanya, pagi seperti ini sudah tercium aroma masakan yang selalu berhasil membangunkan semua orang.
Zafran mengernyit dalam tidur, banyak pertanyaan berseliweran dalam pikiran. Pertanyaan tentang ke mana perginya wanita yang biasa menyiapkan makanan di pagi buta itu.
"Biasanya jam segini udah kecium bau makanan, tapi kenapa sekarang nggak? Apa Sei belum bangun?"
Zafran bergumam masih dengan mata terpejam, ia hanya malas untuk beranjak dari kasurnya. Menunggu sang wanita membangunkan dengan suguhan kopi panas beraroma khas.
Tubuhnya menggeliat bangun, kedua tangan dibentangkan ke atas, meluruskan otot-otot yang kaku. Mulutnya terbuka lebar, baru saja hendak berteriak ia mengernyit kembali melihat seseorang meringkuk di dalam selimut.
Setelah menelisik pemilik wajah asing itu, Zafran menjadi gugup sendiri. Teringat pergulatan mereka semalam, begitu panas dan menggebu. Disapunya wajah dengan kedua tangan, merutuk dalam hati saat teringat akan janji semalam.
Kenapa aku masih nggak percaya kalo aku udah ganti pasangan. Seira, kenapa kamu masih suka ganggu aku? Apa kamu belum maafin aku? Semoga kamu hidup bahagia dan dapet laki-laki yang bisa nerima apa adanya.
Zafran bergumam dalam hati, beranjak perlahan mendekati Lita yang masih terlelap dalam tidur. Bibirnya tersenyum memandang wajah lelah sang istri, betapa ia hebat dalam memuaskan kebutuhan biologisnya. Semalaman, Zafran dibuat kewalahan oleh aksi liar seorang Lita.
Tangannya mengusap pelan kepala sang istri, disibaknya rambut yang menghalangi wajah sebelum mendaratkan satu ciuman di pipi.
"Kamu pasti capek banget, ya. Makasih, ya. Udah layanin Mas semalam. Kamu emang hebat, beda dari yang lain." Zafran kembali mencium pipi itu.
Tangannya turun mengusap perut yang sudah menyembul ke permukaan. Lita menggeliat, membuat Zafran semakin merasa gemas. Dikecupnya pipi itu sebelum turun dari ranjang.
Tanpa menutupi tubuh polosnya, Zafran berjalan ke kamar mandi. Keadaan rumah masih sangat sunyi, mungkin semua orang yang ada terlalu lelah setelah pesta pernikahan kemarin.
Berselang, Lita pun terbangun sembari membentang kedua tangan. Matanya melirik ketika mendengar suara air dari dalam kamar mandi. Sadar bahwa dia sudah berhasil mencapai tujuan, bibirnya membentuk senyum kemenangan.
Figura di atas nakas pun telah berganti dengan foto mereka. Ia mengedarkan pandangan, tertawa tanpa suara. Kamar itu benar-benar menjadi miliknya sekarang. Semua yang ada di dalam harus sesuai dengan keinginannya.
"Aku nggak nyangka ternyata bisa juga dapetin Mas Zafran. Maaf, ya, Sei. Aku udah rebut suami kamu. Salah kamu kenapa punya suami ganteng terus kaya. Mudah-mudahan kamu bisa bahagia, ya. Sama kayak aku sekarang," gumamnya seraya menarik garis bibir ke atas sesempurna mungkin.
Pintu kamar mandi yang berderit mengalihkan perhatiannya. Ia menoleh, lantas tersenyum ketika pandang mereka bertemu satu sama lain. Zafran hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian pinggang, rambutnya yang basah dikeringkan secara asal. Lita meneguk ludah, laki-laki itu tampak seksi dan menggairahkan.
Namun, ia mengernyit tak suka, melihat Zafran membuang handuk sembarangan. Dilemparnya handuk kecil itu di sofa meski dalam keadaan basah.
"Mas, handuk itu basah, lho. Kenapa nggak ditaruh di tempatnya?" tegur Lita dengan suara yang manja.
Zafran tersenyum dari depan lemari, ia tengah mencari pakaiannya sendiri. Selama ini tak pernah repot karena Seira selalu sigap menyediakan pakaian untuk ia kenakan.
"Kamu aja yang simpen. Mas nggak biasa soalnya. Kan, sekalian kamu juga mau mandi," balas Zafran dengan tangan dan mata yang masih sibuk mencari pakaian.
Lita mendengus sedikit sebal dengan sikap manja Zafran.
"Nanti abis mandi, kamu bikin sarapan, ya. Mas mau ke gudang, ada beras datang hari ini," titah Zafran lagi tanpa menoleh pada istrinya itu.
Lita mengerucutkan bibir, memasak lagi? Kegiatan menyebalkan yang malas dilakoni. Ia menghela napas panjang, teringat akan sup yang dibuatnya malam itu.
Terlalu muak ketika teringat ekspresi wajah Zafran kala itu. Ia bahkan memuntahkan sup yang belum sempat melewati tenggorokannya.
"Sup apa ini? Kenapa rasanya aneh begini?" ucap Zafran malam itu.
Lita menggigit bibir, di lidahnya sup buatannya terasa enak dan bisa dimakan. Yah, memang sedikit aneh rasanya. Kemudian, dokter Hendra mengambilnya dan mencicipi kuah tersebut.
Berbeda dari Zafran yang langsung memuntahkannya, dokter Hendra hanya mengernyit. Lalu, menoleh dan menatap pada Lita dengan bingung.
"Kamu masak sup apa buat asinan? Kenapa rasanya manis asin begini?" tanya dokter Hendra seraya meletakkan mangkuk tersebut di atas nakas.
Mengingat hal itu, ia merasa kesal. Menundukkan wajah dengan kedua tangan melingkar di perut. Menahan selimut agar tidak jatuh dari dada. Zafran berhasil menemukan pakaian yang dia inginkan, berbalik menatap sang istri yang tidak menyahut soal masakan.
"Kamu kenapa? Kok, murung kayak gitu?" tanyanya sembari mengenakan pakaian tersebut.
Lita mendongak, ada genangan air di kedua sudut matanya. Dia tampak menyedihkan. Kedua alis Zafran saling bertaut, ia mendekat setelah melempar handuk yang melilit pinggang ke sofa. Duduk di tepi ranjang, memandang wajah murung sang istri.
"Kenapa? Jangan sedih kayak gitu, ah. Jelek tahu," ejeknya sambil mencubit kedua pipi Lita yang sedikit menyembul.
Lita meringis, memegang kedua tangan Zafran dan menggenggamnya dengan lembut. Hati laki-laki itu menghangat, ia tersenyum menerima tatapan penuh cinta dari wanita di hadapannya.
"Mas, kan, tahu aku nggak bisa masak. Sup aja dibilang asinan. Daripada aku bikin kamu sakit karena masakan aku, mending cari makan di luar aja. Atau kita bisa bayar pembantu, kan? Masa istri saudagar beras yang kaya raya harus berdaster dan sibuk di dapur. Apa nanti kata teman-teman Mas? Bau dapur, lecek dan nggak terawat. Lagian aku sekarang, kan, lagi hamil. Nggak boleh kecapean," ucap Lita memelas pada suaminya.
Zafran terkekeh, ia menyelipkan anak rambut Lita ke belakang telinga. Raut bahagia jelas tercetak di wajahnya yang tampan lagi gagah. Oleh karena itulah Lita rela merusak persahabatannya dengan Seira untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
"Ya udah, nanti Mas cari pembantu buat bantu-bantu kamu di rumah, tapi inget kamu harus belajar masak sama dia. Mas nggak mau makan masakan orang lain. Mas cuma mau masakan istri Mas." Zafran menangkup wajah Lita dengan kedua tangan.
Wanita itu mengangguk seperti seekor kucing yang penurut, tapi dalam hati mengumpat menolak apa yang diinginkan Zafran.
"Ya udah, kamu mandi. Kita sarapan di luar sekalian ke gudang," ucapnya lagi sambil melepas tangan dari wajah Lita.
Lita kembali mengangguk patuh, ia mengecup pipi Zafran sebelum beranjak turun. Pagi yang menyenangkan untuk Zafran, tapi menyebalkan untuk Lita.