Cerita cinta Aira yang berujung balas dendam, menjadi saksi bisu untuk dirinya. Kematian sang ibunda, bukanlah hal yang mudah dilalui gadis desa itu.
Ia disered paksa diperjual belikan oleh sang ayah, untuk menikah dengan seorang CEO bernama Edric. Lelaki lumpuh yang hanya mengandalkan kursi roda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Gagal lagi
******Warning -_- / 21+
Sebenarnya Aira merasa jengah dengan kelakuan suaminya, yang sedikit sengklek. Kenapa tidak berterus terang saja, memakai acara kode dengan menarik tubuh pada pangkuanya.
"Apa yang kamu pikirkan?"
"Aku melihat ibumu! Sepertinya dia mengintip ke sini."
Aira masih dalam lahunan Edric, membuat lelaki berbola mata biru itu tersenyum kecil. "Sudah biasa dia selalu datang ke sini, dia kan dokter."
Entah kenapa Edric tidak berterus terang tetang kelakuan Dwinda, apa karena dia malu? Takut jika nanti Aira salah menanggapi? Maka dari itu Edric diam dan hanya menampilkan senyuman kecil saja.
"Dokter, jadi kamu di tangani oleh dia?"
"Mm! "
Aira tak ingin banyak bertanya, ia takut jika terlalu menanyakan keperibadian dan akibat kelumpuhan sang CEO, yang membuat hati Edric tak nyaman nantinya.
"Jadi kapan kita mandi berduanya?'
Mendengar ucapan Edric, membuat Aira mejawab dengan berusaha melepaskan tubuhnya dari pelukan Sang CEO. Sialnya, Aira yang sudah berusaha dengan sekuat tenaga malah lemah dan ia kini menghentagkan tubuh pada lahunan Edric. Hingga sesuatu terasa mengganjal.
Sampai tangan kekar Edric, mencekram pinggang Aira, membuat mereka bertatapan.
"Bisa tidak kamu lepaskan saya, sekarang juga? "
Edric tersenyum, membuat keperjakaannya meronta, Aira menyadari itu semua membuat kedua pipinya memerah.
"Kenapa ini, seperti ada sesuatu yang keras. Aku duduki." Gerutu hati wanita bernama Aira itu, berusaha bersikap tenang dengan posisinya yang seakan tak karuan.
Edric merasakan sesuatu yang berbeda, sentuhan dan rangsangan akan tubuh Aira seakan tak menolak. Tatapan mereka beradu, membuat napas saling merasakan satu sama lain.
Hawa panas, menggelegah jiwa. Membuat tubuh terasa tak kuat lagi. Memeluk dan ....
Brakkkk ....
Bibir yang hampir saja saling bersentuhan, kini malah menghindar akibat suara piring yang sengaja dijatuhkan.
Tok .... Tok ....
Seseorang mengetuk pintu, suara itu merusak momen indah untuk sepasang pengantin baru.
"Momyy datang."
Edric mengusap kasar wajahnya, napsu yang sudah memuncak, pada akhirnya tertahan lagi.
"Bagaimana bisa aku menahan semua hasrat seperti ini terus menerus, jika Dwinda selalu menggangu." Gerutu hati Edric, mengepal kedua tangan.
Aira mulai menyingkir dari lahunan sang suami, karena mendengar suara Dwinda, dengan terburu buru, berlari mencari kamar mandi. Terasa basah pada rok belakang, membuat rasa tak nyaman.
Padahal, Aira merasa tak kecing pada roknya. " Kenapa bisa basah seperti ini, apa Edric ngompol ya." Memegag rok yang terlihat basah, Aira kini mencium tanganya.
Beberapa kali dan berkata, " nggak bau air kecing pada umumnya. Terus ini rokku basah kenapa?"
Suara pintu terdengar dibuka, Dwinda datang
membawa jus begitupun buah buahan yang terlihat berantakan. Melihat Edric masih duduk pada kursi rodanya, "Kamu lagi, bisa tidak saat masuk itu tunggu dulu saya membuka pintu. Jangan asal nyelonong."
Dwinda malah tersenyum manja, seakan tak ada etika dalam dirinya, bagaimana bisa ia menunggu di luar kamar Edric lama lama.
Menyimpan jus dan buah buahan di atas meja, kini Dwinda datang menghampiri Edric, tak ada rasa malu pada diri wanita yang menjadi ibu tiri Edric itu.
Tangan mulusnya mengelus pipi dan dagu anak tirinya sendiri dengan mengeluarkan rasa gaira dalam diri, seakan sudah tak kuat lagi ingin menekram.
Dwinda melihat pada celana Edric basah, membuat ia tersenyum licik.
"Sepertinya kamu belum puas ya."
Edric yang belum puas, menahan air liur dimana Dwinda memperlihatkan sesuatu yang mampu mengoda jiwa kelaki-lakiannya.
"Cepat menyingkir, jangan coba lagi menyentuhku."
Dwinda tertawa dengan apa yang dikatakan Edric, membuat ia tersenyum tipis dan melakukan hal yang tak pantas bagi seorang ibu.
"Apa-apaan kamu Dwinda." Menghempaskan tangan mulus ibu tirinya, Edric berusaha menjauh dan mengendalikan diri akan rayuan Dwinda.
Wanita berbola mata coklat itu tak putus asa, dia semakin mendekat dan ingin melakukan apa yang diperintahkan napsunya. "Kenapa kamu menjauh, Edric. Ayolah, mungpung tak ada Aira. Kita lakukan sama sama."
Edrik berusah pergi dengan menggerakan kursi rodanya sebisa yang ia mampu, berusaha mencari pistol untuk menakut nakuti Dwinda.
Aira yang masih berada di dalam kamar mandi, mendengar suara seperti orang yang tengah berdebat.
"Edric, apa ada sesuatu yang terjadi dengan dirinya."
Aira mendengar suara Dwinda, ibu tiri Edric." Sepertinya ada yang tidak beres saat ini."
******
Dwinda kini mendekat dengan tubuh Edric, kancing baju sengaja ia lepaskan agar menarik perhatian kedua mata Edric.
"Ayolah sayang, lakukanlah. Aku tahu kamu pasti mengiginkannya bukan, jadi lakukanlah sesukamu."
Siapa pun lelaki pasti akan tergoda dengan keindahan tubuh Dwinda begitupun dengan kemolekan kulitnya yang terlihat begitu mulus.
"Menyingkir."
Byurrrrr ....
Aira mengguyur tubuh Dwinda dengan air satu ember, membuat tubuh wanita itu basah kuyup.
"Ibu Dwinda, maaf saya tak sengaja. Replek, ingin membawakan air hangat untuk membasuh kaki Edric, malah tersandung dan mengenai wajah begitupun dada putih Ibu Dwinda."
Menundukkan kepala di depan Dwinda, memperlihatkan rasa bersalah dengan wajah polosnya, Edric bernapas lega dan sedikit tenang.
"Panas."
Wajah dan dada wanita muda yang menjadi ibu tiri Dwinda kini memerah, seperti udang rebus. "Kamu, Aira." Teriak Dwinda, berlari dengan baju kurang bahan yang ia kenakan.
Aira tertawa terbahak-bahak, merasa puas dengan apa yang ia lakukan, mengusir ulat bulu yang begitu menganggu setiap kali dirinya bersama sang suami, membuat Edric mengerutkan dahi mendekat, menarik tanganya kembali.
"Saya tak menyangka dengan kamu Aira, kamu ternyata bukan wanita polos yang hanya bisa bersikap lugu, tapi kamu mempunyai sisi kejam juga. "
Menghentikan tawa atas kepuasanya itu, Edic mengecup pipi sang istri untuk pertama kalinya.
Aira memegang pipi kirinya merasakan sesuatu yang berbeda, seperti dirinya melayang ke udara merasakan sentuhan bibir sang CEO dengan lembut.
"Kenapa?"
Tutur kata Edric mampu menghanyutkan jiwa dalam diri Aira, "Ini pertama kalinya saya di cium oleh laki laki."
Edric tertawa dengan kepolosan dari wajah Aira yang tiba-tiba saja muncul, membuat dirinya semakin suka dan juga gemas.
Menarik kedua pipi Aira, dengan sengajanya lelaki ber bola mata berwarna biru itu mencium bibir Aira dengan lembut," apa ini pernah."
Aira menggelengkan kepala, saat pertanyaan dilontarkan oleh Edric, dimana ciuman bibir melayang beberapa kali untuk Aira.
"Bagaimana, rasanya?"
Edric sampai menanyakan bagaimana rasa ciuman untuk pertama kalinya, " Rasa?"
Menatap sayu, dengan bibir tersenyum. Aira kini berubah menjadi salah tingkah dengan apa yang dilakukan Edric. Dengan memegang bibir, membuat rasa, manis, asam, pedas menyatu.
"Saya tidak bisa menjelaskannya."
Kepolosanya yang diperlihatkan Aira membuat Edric, tertawa terbahak bahak, ia beruntung mendapatkan gadis desa yang ternyata belum mengenal cinta dan sentuhan.
crrita carlos ma welly terus