Arnav yang selalu curiga dengan Gita, membuat pernikahan itu hancur. Hingga akhirnya perceraian itu terjadi.
Tapi setelah bercerai, Gita baru mengetahui jika dia hamil anak keduanya. Gita menyembunyikan kehamilan itu dan pergi jauh ke luar kota. Hingga 17 tahun lamanya mereka dipertemukan lagi melalui anak-anak mereka. Apakah akhirnya mereka akan bersatu lagi atau mereka justru semakin saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
"Gibran!" Kenangan buruk itu seolah kembali berputar diingatannya.
Buat kejutan untuk Mama?
Arnav menoleh lagi Gita yang masih berdiri di atas panggung. "Anak kedua."
"Bukan. Ini ...."
Arnav berjalan jenjang meninggalkan tempat itu tanpa mendengarkan perkataan Gibran lagi.
"Papa!" Arvin segera berdiri tapi Gibran menahan tangan Arvin.
"Kamu Arvin?"
Arvin hanya menganggukkan kepalanya kemudian dia berlari menyusul papanya keluar dari aula. Dia tidak menyangka semua akan berantakan seperti ini. Dia melihat papanya sudah masuk ke dalam mobil dan menghidupkan mesin mobil itu.
"Papa kenapa tiba-tiba pergi. Ada apa?" tanya Arvin sambil masuk ke dalam mobil.
Arnav tak menjawab. Dia segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat parkir.
"Papa, sebenarnya ada apa?" tanya Arvin. "Apa ada Mama di sana?"
Arnav tak menjawab pertanyaan itu. Dia semakin menambah kecepatan laju mobilnya.
Arvin semakin khawatir bahkan dia saja belum memasang sabuk pengamannya. "Papa jangan menyetir kalau lagi emosi!"
Arnav hanya menatap tajam jalanan yang dia lalui. Rasa sakit itu kembali terbuka lebar. Susah payah dia berdamai dengan keadaan tapi dia melihat lagi kenyataan yang menyakitkan itu.
Arvin mengepalkan tangannya dia tidak mungkin terus membiarkan papanya berlarut dalam emosi seperti ini. "Papa di sana ada Mama kan. Laki-laki tadi pasti Om Gibran!"
Seketika Arnav menghentikan mobilnya secara mendadak di pinggir jalan hingga membuat badan Arvin terhuyung ke depan dan kepalanya terbentur dashboard cukup keras.
"Aww!" Arvin memegang dahinya yang terasa sangat sakit.
"Arvin, maafkan Papa." Seketika Arnav memeluk Arvin dan mengusap dahinya yang terbentur keras. "Maaf, Papa sangat emosi."
"Papa kenapa marah sekali sama Om Gibran dan Mama. Mereka tidak ada hubungan apa-apa. Papa hanya salah paham."
Perlahan Arnav melepas pelukannya. "Darimana kamu tahu?"
"Karena aku ...." Belum sempat Arvin bercerita, papanya sudah memotong kalimatnya.
"Iya, Papa tahu kamu sangat merindukan Mama." Arnav menyandarkan kepalanya dan menatap jalanan yang sepi itu. "Papa juga sangat rindu."
Baru kali ini Arvin mendengar pengakuan papanya. Kedua mata itu juga terlihat berkaca-kaca. "Jadi benar di sana ada Mama?" tanya Arvin sekali lagi meskipun dia sudah tahu semuanya. Dia ingin mengorek informasi dari sudut pandang papanya. Benarkah papanya tidak memikirkan perasaan mamanya waktu berpisah dulu?
"Iya. Apa kamu mau menemui Mama kamu? Kamu pergi saja biar Papa sendiri. Papa sudah lelah terus bertengkar sama kamu karena masalah ini." Air mata itu akhirnya menetes di pipi Arnav.
"Papa." Arvin memeluk papanya. Baru kali ini dia melihat tangisan papanya. "Kalau aku kembali ke sana harus sama Papa. Biar kesalahpahaman ini selesai."
"Salah paham? Ini bukan hanya salah paham. Mungkin kamu menganggap Papa egois karena menceraikan Mama kamu dengan tuduhan selingkuh. Suami mana yang tidak cemburu melihat istrinya bercanda dengan pria lain. Makan siang bersama. Bekerja bersama. Papa sudah berusaha memakluminya tapi Gibran terus memancing emosi Papa. Dia sering mengirim foto kebersamaannya dengan Mama kamu. Dia juga terang-terangan bilang sama Papa ingin merebut Mama kamu. Papa akui, Gibran selalu ada untuk Mama kamu dan selalu bisa membuat Mama kamu tertawa. Sedangkan Papa hanya sibuk dengan pekerjaan. Papa tidak ingin Mama kamu bekerja karena Papa sudah bisa memenuhi kebutuhannya. Papa hanya ingin Mama kamu di rumah, menjaga kamu tanpa perlu capek-capek mencari uang. Tapi Mama kamu tidak mengerti. Papa dibilang egois, padahal Papa sangat mencintai Mama kamu."
Arnav semakin mengeratkan pelukan putranya. Baru kali ini dia mengungkap semua isi hatinya pada putranya. Dia sudah diujung lelahnya untuk terus bersembunyi di balik hatinya yang telah rapuh.
"Bahkan setelah bercerai, Papa sering menangis apalagi saat melihat kamu menangis saat mencari mama kamu. Sekali lagi Papa berbuat egois karena memisahkan kamu dengan Mama kamu. Akhirnya Papa memutuskan untuk mencari Mama tapi Mama kamu sudah ke luar kota bersama Gibran dan beberapa bulan setelah itu, Papa mendapat info kalau Mama kamu hamil anak Gibran."
Seketika Arvin melepas pelukan papanya. "Papa yakin Mama hamil anak Om Gibran?"
"Iya, di foto itu Mama kamu jelas-jelas di rumah sakit bersama Gibran. Bahkan Dokter sendiri yang mengatakan jika Gibran suaminya."
Terjawab sudah mengapa papanya sama sekali tidak tahu tentang Vita. "Papa tahu tanggal berapa anak kedua Mama lahir?" tanya Arvin.
"Mana Papa tahu. Papa berhenti mencari info tentang Mama kamu karena Papa tidak ingin terus sakit hati."
"Papa bodoh! Bagaimana kalau itu anak Papa."
Hilang sudah suasana sedih di hati Arnav mendengar kata bodoh dari anaknya sendiri. Dia menjewer telinga putranya. "Papa bodoh? Kalau yang dikandung Mama kamu itu anak Papa, kenapa Mama kamu tidak bilang sama Papa dan memilih pria lain menemaninya."
"Aduh, Papa. Iya, maaf." Arvin mengusap telinganya yang terasa panas. Sepertinya dia memang harus menjalankan rencana Vita yang terakhir. Segera!
"Kalau Mama punya anak lagi itu berarti aku punya adik? Bagaimana kalau aku tanpa sengaja bertemu adikku terus aku jatuh cinta."
Arnav tersenyum mendengar pertanyaan itu. Dia kembali melajukan mobilnya setelah lega mencurahkan semua beban hatinya pada putranya. "Ini bukan drama. Dunia ini tidak sesempit itu. Apa Vita anaknya Gita? Hem?" tanya Arnav sambil tertawa. Dia tidak tahu saja jika Vita memanglah putrinya.
Arvin membuang wajahnya. Terkadang papanya itu memang sangat menyebalkan.
Lihat saja nanti kalau Papa tahu Vita itu memang adikku. Saatnya menjalankan misi pacaran dengan adik sendiri agar Mama dan Papa dipanggil ke sekolah.
Arvin tersenyum miring. Dia mengambil ponsel dan mengirim pesan pada Vita.
💕💕💕
Jangan lupa komen ya.. 😁
Sabar ya, masalah pasti selesai meskipun ada tanjakan, turunan, dan belokan.
KRNA zeva bukan adik asli