(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata juga mental yang kuat untuk marah-marah!)
Sheila, seorang gadis culun harus rela dinikahi secara diam-diam oleh seorang dokter yang merupakan tunangan mendiang kakaknya.
Penampilannya yang culun dan kampungan membuatnya mendapat pembullyan dari orang-orang di sekitarnya, sehingga menimbulkan kebencian di hatinya.
Hingga suatu hari, Sheila si gadis culun kembali untuk membalas orang-orang yang telah menyakitinya di masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pingsan!
Sheila duduk di sebuah kursi kayu sambil menangis. Memperhatikan Bibi Yum yang sedang membereskan barang-barangnya. Sesuai dengan keputusan nyonya besar di rumah itu, yang menginginkan Bibi Yum untuk segera pensiun. Wanita yang telah bekerja selama puluhan tahun itu terlihat begitu sedih mengemasi barang-barangnya.
"Jangan pergi, Bibi..." lirih Sheila. Isak tangis kembali terdengar di ruangan itu.
Bibi Yum mendekat dan langsung memeluk istri dari seorang pria yang sudah dibesarkannya. "Jangan takut, Nak! Bibi akan terus mencoba menghubungi Marchel. Sekarang dia belum bisa dihubungi. Ponselnya tidak aktif. Begitu Marchel sudah bisa dihubungi, Bibi akan memberitahunya tentang semua perbuatan Nyonya. Jadi Marchel bisa secepatnya kembali."
"Aku takut, Bibi." Sheila enggan melepas pelukan wanita paruh baya itu. "Aku mau ikut Bibi saja. Kak Marchel tidak ada di sini. Mereka akan menyiksaku lagi. Tolong jangan tinggalkan aku, Bibi."
"Semuanya akan baik-baik saja, Sheila. Percayalah. Tuhan tidak pernah tidur." Bibi Yum mengusap punggung Sheila. Mencoba memberi kekuatan pada gadis itu. "Dengar! Melawanlah saat nyonya atau Audry mencoba menyakitimu. Kalau kau tidak melawan, mereka akan semakin menyiksamu."
Ketukan pintu terdengar. Tampak seorang sopir berdiri di ambang pintu, yang akan mengantar Bibi Yum menuju desa dimana dirinya berasal.
Air mata Sheila terus mengalir begitu saja, tanpa bisa dibendung. Bibi Yum mengusap puncak kepala Sheila.
"Sheila... Kau harus kuat. Jangan terus menangis. Bibi akan kembali kemari begitu Marchel pulang. Jadi jangan sedih ya... Semuanya pasti akan baik-baik saja."
"Jangan tinggalkan aku, Bibi. Kak Shanum sudah pergi, Kak Marchel juga. Dan sekarang Bibi yang mau meninggalkanku."
Bibi Yum hanya dapat menangis. Menyesali kekerasan hati wanita yang sudah dilayaninya selama puluhan tahun.
Sheila menatap kepergian Bibi Yum dengan perasaan sedih. Kini, tidak ada perlindungan dari siapapun di rumah itu. Marchel dan Bibi Yum pergi di hari yang sama. Tinggallah Sheila seorang diri bersama rubah-rubah jahat yang sudah siap menerkamnya tanpa ampun.
***
***
***
Hari berganti hari, penderitaan gadis kecil itu pun dimulai kembali. Ibu dan Audry benar-benar menggunakan kesempatan itu untuk menyiksa Sheila. Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh Pelayan, dibebankan pada Sheila.
Tidak peduli siang atau pun malam. Ibu dan Audry bagai tak punya belas kasih. Meminta Sheila melakukan apapun sesuka mereka. Ketiadaan Marchel benar-benar dimanfaatkan kedua orang itu dengan baik.
Mereka tahu Marchel pergi ke sebuah daerah pedalaman yang bahkan tidak ada jaringan seluler di sana.
Sedangkan Sheila, setiap malam yang dilakukannya hanya terus mencoba dan mencoba menghubungi nomor sang suami. Namun, sudah puluhan kali mencoba tak juga tersambung. Entah mengapa, rasanya sangat merindukan suaminya itu. Sheila hanya memandangi foto Marchel yang tersimpan di galeri ponselnya.
"Kak Marchel... Aku sangat merindukanmu." Sheila meletakkan ponselnya di dada. Air matanya kembali menetes.
Jika boleh memilih, rasanya Sheila ingin pergi saja dari rumah itu. Meninggalkan semuanya dan mulai hidup baru. Namun, kini ada cinta yang bersemi di hatinya untuk Marchel, sehingga memilih tetap bertahan di rumah itu, menunggu kepulangan suaminya.
"Kapan Kak Marchel pulang?"
Rindu itu berat. Seakan ada bongkahan batu besar dan menghimpit dadanya. Merindukan pelukan dan belaian tangan Marchel yang selama ini menemani malam-malamnya.
****
*
*
*
Hueekk!!
Terdengar suara Sheila yang sedang muntah-muntah di kamar mandi. Sheila begitu mual saat mencium aroma nasi goreng yang dimasak oleh salah seorang pelayan di rumah itu.
"Nona Sheila kenapa muntah-muntah?" tanya seorang pelayan.
"Tidak tahu. Mungkin dia sakit," jawab seorang pelayan lainnya.
Sambil mengaduk nasi goreng, wanita itu berdecak. "Aku sangat kasihan padanya. Suaminya pergi meninggalkannya sendiri. Lihat bagaimana nyonya memperlakukannya di rumah ini. Dia disiksa dengan pekerjaan yang seharusnya kita kerjakan."
"Iya, aku juga kasihan padanya. Tapi bagaimana. Nyonya sangat membencinya. Aku rasa Nona Audry lah yang membuat nyonya begitu membenci Sheila. Dulu saat Marchel berpacaran dengan Nona Shan, bukankah dia bersikap baik pada Sheila?"
"Itu juga aku tahu. Tapi sayang semuanya sekarang berubah."
"Seandainya saja Dokter Marchel tahu apa yang mereka lakukan pada istrinya. Dia pasti sangat marah."
"Apa jangan-jangan Nona Sheila hamil?" bisik wanita itu. "Dia muntah-muntah di pagi hari. Itu gejala kehamilan."
"Zztt! Diamlah Lia! Kalau nyonya dengar, bisa gawat." Wanita itu mematikan kompor, lalu kembali berbisik. "aku juga curiga. Beberapa hari ini dia tidak berselera makan. Wajahnya juga pucat."
"Tapi kalau dia benar-benar hamil, kenapa dia tidak bilang. Lagipula Dokter Marchel sudah sebulan bulan pergi, Tina."
"Mungkin Nona Sheila belum tahu. Dia kan masih sangat muda. Mungkin dia juga belum mengerti tentang kehamilan. Atau mungkin hanya masuk angin saja."
Tidak lama kemudian, Sheila keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat. Langsung duduk di kursi dimana biasanya sarapan dengan para pelayan.
"Nona Sheila... Ada apa? Apa Nona sakit?" tanya wanita itu.
"Aku tidak apa-apa Bibi Lia. Aku hanya merasa mual saja. Bau nasi gorengnya tidak enak."
Bibi Lia dan Tina saling melirik setelah mendengar ucapan istri tuannya itu. Namun, mereka masih diam. Tidak memberitahukan kecurigaannya.
"Nona mau makan apa? Kami akan buatkan," ujarnya.
Sheila hanya tersenyum sambil menggeleng, "Tidak usah, Bibi! Aku sedang tidak mau makan."
"Tapi Nona bisa sakit." Kedua asisten rumah tangga itu terlihat khawatir pada Sheila.
"Aku tidak apa-apa, sungguh! Aku mau berangkat ke sekolah saja." Sheila menyambar tas ranselnya dan segera keluar dari dapur.
Sejak kepergian Marchel, sehari-hari Sheila berangkat dengan naik bus. Karena ibu tidak mengizinkan sopir mengantarnya ke sekolah atas hasutan Audry, walaupun sebelum pergi, Marchel sudah memerintahkan seluruh pekerja di rumah itu untuk melayani Sheila dengan baik.
Masih dengan wajah pucat dan terlihat lesu, Sheila berjalan di koridor sekolah, menahan rasa mual dan sakit di kepala yang sejak tadi dirasakannya.
Saat hendak masuk ke dalam kelas, tiba-tiba saja semuanya terlihat gelap. Seketika Sheila ambruk dan pingsan.
Beberapa orang siswa yang melihat, langsung mendekat dan berkerumun di sana.
Rayhan baru saja tiba dan melihat kerumunan siswa-siswi itu. Seperti biasa, Rayhan yang acuh tak acuh, hanya melihat-lihat saja kerumunan siswa itu.
"Ada apa di sana? Dasar bocah! Mereka selalu melakukan sesuatu yang tidak penting!" gerutu Rayhan.
Ia akan melangkah pergi ketika sepasang netranya menangkap Sheila terbaring di lantai. Rasa khawatir tiba-tiba menjalar. Dengan segera, Rayhan mendekat dan meraih tubuh Sheila.
"Sheila! Sheila! Sheila bangun!" panggil Rayhan sembari menepuk pelan wajah Sheila. Lalu melirik beberapa siswa yang berkerumun di sana dengan wajah menggeram. "Apa yang kalian lakukan padanya sampai dia pingsan seperti ini?" teriak Rayhan penuh emosi.
Seluruh siswa seketika terdiam. Namun, salah satu siswa memberanikan diri menjawab, "Tidak tahu. Dia baru datang dan langsung pingsan."
Karena tak kunjung tersadar, akhirnya Rayhan memilih menggendongnya dan membawa ke ruang UKS yang berada tidak jauh dari ruang kelasnya.
*****
Resiko emak berdaster gabut hobi rebahan sambil baca novel...
ulang" trus novel yg favorit tp gak prnah bosan😁😁
blm bisa move on kk 🤭🤣🤣🤣🤣
nihh kudu balik baca lg 😁😁
/Ok//Good/
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/