Aina Cecilia
Seorang gadis yatim piatu yang terpaksa menjual keperawanannya untuk membiayai pengobatan sang nenek yang tengah terbaring di rumah sakit. Tidak ada pilihan lain, hanya itu satu-satunya jalan yang bisa dia tempuh saat ini. Gajinya sebagai penyanyi kafe tidak akan cukup meskipun mengumpulkannya selama bertahun-tahun.
Arhan Airlangga
Duda keren yang ditinggal istrinya karena sebuah penghianatan. Hal itu membuatnya kecanduan bermain perempuan untuk membalaskan sakit hatinya.
Apakah yang terjadi setelahnya.
Jangan lupa mampir ya.
Mohon dukungannya untuk novel receh ini.
Harap maklum jika ada yang salah karena ini novel pertama bagi author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GBTD BAB 24.
Aina membuka tangan Arhan yang melingkar di pinggangnya. Dia bangkit dari duduknya dan berdiri tepat di sisi jendela. Hembusan angin membuat helai demi helai rambutnya tersibak di udara.
"Kenapa harus aku? Di luar sana masih banyak wanita yang lebih cantik." Aina menghela nafas panjang dan membuangnya kasar.
"Abang memiliki segalanya, aku rasa tidak akan sulit bagi Abang mencari wanita yang setara dengan keluarga ini." ucap Aina, tatapannya fokus pada pemandangan di luar sana.
Arhan mengusap wajahnya kasar, dia bangkit dan berdiri di belakang Aina. Tangannya kembali melingkar di pinggang wanita itu, lalu menumpukan dagunya di pundak Aina.
"Semua ini perkara hati. Seberapa cantiknya wanita lain di luar sana, kalau hati tidak menginginkan, lalu bagaimana cara memaksakannya?" ucap Arhan.
"Bagaimana kita tau jika tidak mencobanya terlebih dahulu?" sahut Aina.
Arhan menghela nafas berat, lalu memutar tubuh Aina hingga keduanya saling berhadap-hadapan.
Aina menundukkan kepalanya, dia tak sanggup menatap mata Arhan.
"Lihat Abang!" Arhan mengangkat dagu Aina hingga tatapan keduanya saling bertemu.
"Apa yang salah dengan Abang? Apa karena Abang ini duda, atau karena masa lalu Abang yang sangat buruk?" tanya Arhan menuntut penjelasan.
"Tidak," gumam Aina.
"Lalu apa masalahnya, kenapa kamu begitu sulit menerima Abang?" tanya Arhan.
"Entahlah, aku tidak tau jawabannya." Aina menghela nafas, lalu membuangnya kasar.
Arhan menarik pinggang Aina, tubuh keduanya semakin dekat dan menempel satu sama lain.
"Tidak perlu mencari alasan lagi untuk menolak! Abang sudah lelah berdebat tentang ini." keluh Arhan.
Arhan memeluk Aina dan mengecup pundaknya lembut. Mata Arhan berkaca-kaca, dia benar-benar lelah melihat sikap Aina yang selalu dingin terhadapnya.
"Jika kesalahan itu tidak menghadirkan putra kita, apa Abang akan tetap seperti ini?" tanya Aina ingin tau.
"Kenapa bertanya seperti itu, bukankah kamu sudah tau jawabannya?"
"Abang mencari mu sejak kejadian malam itu, bukan baru-baru ini saja." jelas Arhan.
Aina terdiam untuk sesaat, benar apa yang dikatakan Arhan. Mungkin perasaannya saja yang terlalu berlebihan.
"Aku takut," Aina memeluk Arhan erat, tiba-tiba air matanya tumpah begitu saja.
Saat merasakan pergerakan tangan Aina di punggungnya, Arhan semakin mempererat pelukannya, lalu menempelkan hidungnya di leher bagian samping Aina.
"Tidak ada yang perlu ditakutkan! Takdir sudah mempertemukan kita berdua. Abang yakin kamu jodoh yang dikirim Tuhan untuk Abang. Tuhan mungkin memiliki rencana lain untuk kita."
Arhan mengusap rambut Aina pelan, lalu mengecup pucuk kepala Aina dengan sayang.
……………
Aina sudah berada di ruang keluarga. Setelah mengatakan setuju dengan rencana Arhan, dia mengambil Aksa dari tangan Leona dan membawanya ke kamar. Sudah saatnya baby mungil itu menyusu.
Arhan sudah rapi dengan setelan jas yang dia kenakan. Dia ingin kembali ke perusahaan yang ada di Jakarta. Untuk perusahaan yang ada di Korea, sudah dia serahkan kepada pimpinan sebelumnya.
Arhan duduk di samping Aina yang tengah asik menyusui buah hatinya, tatapannya tampak aneh memandangi dada Aina yang semakin bulat dan berisi. Arhan hanya bisa menelan ludahnya kasar.
"Apa yang Abang lihat?" tanya Aina sembari menutupi area dadanya.
"Ti, tidak, Abang tidak melihat apa-apa. Abang hanya menatap Aksa." jawab Arhan gugup, dia terlihat salah tingkah.
"Bohong aja terus, lama-lama pasti jadi kebiasaan." ketus Aina dengan tatapan membunuhnya.
Arhan terkekeh melihat ekspresi wajah Aina, nyalinya sempat ciut menyadari tatapan Aina yang begitu tajam.
"Apa salahnya jika Abang menikmati keindahan ini? Nantinya semua ini juga akan jadi milik Abang, benar kan?" goda Arhan dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Jangan terlalu kepedean! Aku memang setuju menikah dengan Abang, tapi bukan berarti aku mau menyerahkan semuanya untuk Abang." ucap Aina, hal itu membuat raut wajah Arhan berubah seketika.
"Aina, apa yang kamu katakan?" tanya Arhan sembari menautkan alisnya.
"Abang ingat kan, waktu itu Abang pernah bilang begini."
"Jika tidak bisa melakukannya untuk Abang, setidaknya lakukan demi putra kita."
"Abang ingat itu kan?" tanya Aina.
"Iya, Abang ingat." jawab Arhan.
"Bagus kalau Abang masih ingat. Kesimpulannya, aku menerima pernikahan ini hanya demi putra kita, jadi Abang tidak perlu berharap banyak dariku!" tekan Aina.
"Kamu mengancam Abang?" tanya Arhan kesal.
"Tidak, untuk apa aku mengancam? Ini hanya peringatan, aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik." jelas Aina.
Arhan menatap Aina dengan intim, kemudian menghela nafas berat dan membuangnya kasar.
"Ok baiklah, Abang terima tantangan ini." ucap Arhan dengan tatapan tak biasa.
"Deal,"
Keduanya saling berjabat tangan, tatapan Aina benar-benar tajam hingga membuat Arhan ragu dengan ucapannya sendiri.
……………
Di perusahaan, Arhan tengah duduk di ruangannya. Namun pikirannya tengah melayang entah kemana.
"Dasar bodoh! Apa untungnya menerima tantangan itu? Tidak masuk akal,"
Arhan mengumpat di dalam hatinya, ada sedikit penyesalan yang terlukis pada raut wajahnya setelah menerima tantangan dari Aina.
"Hufft...," Hembusan nafas Arhan terdengar berat.
Tok Tok Tok
Menyadari ada yang datang dari balik pintu, Arhan bergegas mengusap wajahnya kasar.
"Ya, masuk!" sahut Arhan.
Seorang wanita cantik mendorong pintu dan melangkah mendekati Arhan. Wanita itu duduk di hadapan Arhan dengan gayanya yang terlihat begitu anggun.
"Siang Tuan, ini semua berkas yang Tuan minta barusan. Tuan bisa mempelajarinya terlebih dahulu." ucap Diana, seorang sekretaris cantik yang sudah lama mengabdikan dirinya di perusahaan Airlangga.
"Apa hari ini ada jadwal bertemu klien?" tanya Arhan mencari tau.
"Untuk hari ini sepertinya free Tuan, besok dan lusa mungkin akan sedikit sibuk." jawab Diana.
"Baiklah, kalau begitu kembalilah bekerja!" titah Arhan.
Diana berlalu meninggalkan Arhan sendirian. Wajah Arhan terlihat sedikit lelah sebab begitu banyak berkas penting yang harus dia pelajari ulang. Dia tidak mau terjadi kesalahan meski sekecil apapun.
Di kediaman Airlangga, Aina dan Leona tengah asik menikmati makan siang mereka. Sementara Aksa tengah tertidur di dalam box bayinya.
"Aina, apa kamu membutuhkan baby sister untuk menjaga Aksa?" tanya Leona dengan mulut yang masih terisi dengan makanan.
"Aina rasa itu tidak perlu Ma, Aina masih bisa menjaga Aksa sendirian. Biarkan Aksa tumbuh dan berkembang dengan tangan ini, Aina tidak ingin kehilangan momen ini." jawab Aina.
Leona tersenyum mendengar itu, dia dan Aina seperti memiliki kesamaan. Dulu saat Arhan kecil, dia juga tak mau bergantung pada baby sister. Dia memilih mengasuh dan membesarkan Arhan kecil dengan tangannya sendiri.
"Mama setuju, lagian kamu kan tidak punya pekerjaan di luar sana. Kamu bisa fokus merawat Aksa, Mama juga bisa membantu." balas Leona.
"Iya Ma, terima kasih." ucap Aina.
"Untuk apa berterima kasih? Mama tidak melakukan apa-apa." sahut Leona sembari tersenyum kecil.