Kehidupan bahagia yang dijalani Thalia setelah dinikahi oleh seorang pengusaha kaya, sirna seketika saat mendengar kabar bahwa suaminya tewas dalam sebuah kecelakaan maut. Keluarga almarhum sang suami yang memang dari awal tidak merestui hubungan mereka berdua, mengusir Thalia yang sedang hamil besar dari mansion mewah milik Alexander tanpa sepeser uang pun.
Di saat Thalia berhasil bangkit dari keterpurukan dan mulai bekerja demi untuk menyambung hidupnya dan sang buah hati yang baru beberapa bulan dia lahirkan, petaka kembali menimpa. Dia digagahi oleh sang bos di tempatnya bekerja dan diminta untuk menjadi pelayan nafsu Hendrick Moohan yang terkenal sebagai casanova.
"Jadilah partner-ku, aku tahu kamu janda kesepian bukan?"
Bagaimanakah kehidupan Janda muda itu selanjutnya?
Bersediakah Thalia menjadi budak nafsu dari Hendrick Moohan?
🌹🌹🌹
Happy reading, Best...
Jangan lupa tinggalkan jejak
⭐⭐⭐⭐⭐ bintang 5
💖 subscribe
👍 jempol/ like
🌹 kembang, dan
☕ kopi segalon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mommy Pasti Bisa
Thalia terbangun dari istirahat sorenya ketika merasakan ada yang mengalir dari pangkal paha. "Apa ini?" Wanita cantik itu menarik gaunnya ke atas dan meraba ****** ***** yang sudah basah. Dahi wanita itu berkerut dalam.
"Seperti air ketuban? Apa, apa aku sudah mau melahirkan? Ta-tapi, bukankah usia kehamilanku baru tujuh bulan? Dan ... dan kenapa, kenapa aku tidak merasakan apa-apa?" monolog Thalia, panik. Wanita cantik itu lalu meraba perutnya dan mengusap perut buncit tersebut, perlahan.
"Kamu baik-baik saja di dalam 'kan, Nak?" gumam Thalia, bertanya.
"Aku harus ke rumah sakit dan memastikan kalau bayiku baik-baik saja." Thalia segera beranjak dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dengan cepat.
Usai mandi, berganti pakaian, dan menyiapkan apa yang akan dia bawa, Thalia lalu membangunkan sang putri dengan menepuk pelan pipi Princess. Gadis kecil berusia sepuluh bulan itu membuka bola matanya yang bulat dan kemudian tersenyum melihat wajah sang mommy. Wajah yang selama ini menemani hari-harinya seorang diri.
Princess ngoceh, seolah bertanya kenapa sang mommy membangunkannya karena biasanya, Thalia akan membiarkan Princess terbangun sendiri. "Ayo, kita harus segera ke rumah sakit! Princess mau lihat adik, enggak?" Thalia berbicara sambil melepaskan baju sang putri, hendak memandikan putri pertamanya.
Mendengar sang mommy menyebut adik, gadis mungil itu nampak sangat antusias. Princess raba perut buncit sang mommy dan kemudian dia ciumi dengan gemas, sambil mengoceh tidak jelas. Sebagai kakak, sepertinya Princess sedang menyapa sang adik yang bersembunyi di dalam perut mommynya.
Ya, Thalia sudah mengenalkan pada Princess sejak dini bahwa sang putri nantinya harus berbagi dengan sang adik. Sebab, Thalia harus mengurus mereka seorang diri, tanpa ada yang membantu ibu muda itu. Dia bersyukur, sang putri sepertinya bisa memahami dan mengerti.
Thalia memandikan putrinya dengan cepat. Setelah mendandani putrinya, wanita muda itu segera menggendong Princess untuk ke rumah sakit karena air ketuban terus merembes membasahi pembalut yang baru saja dia kenakan. Thalia segera menyambar tas pakaian kecil yang sudah dia siapkan untuk berjaga-jaga dan bergegas keluar dari rumah kontrakan sempit tersebut.
Berjalan cepat, Thalia menyusuri jalanan beraspal untuk menuju rumah sakit. Tiba di rumah sakit, Thalia bergegas menuju IGD karena dia merasakan air ketubannya semakin deras mengalir. Dia yang berjalan dengan cepat sampai tidak melihat jalan hingga menabrak seseorang.
"Maaf-maaf, saya buru-buru," sesal Thalia pada seorang pria yang langsung membungkukkan badan karena barang bawaannya yang berupa jajanan anak-anak berceceran.
Thalia menunggu sambil berdiri karena tidak mungkin dengan kondisinya yang seperti sekarang, dimana dia sedang hamil besar dan menggendong anak kecil harus ikut membungkuk untuk memunguti barang milik orang yang ditabrak. Dahi Thalia berkerut dalam, ketika pria itu berdiri dan melihat ke arahnya. "Pak Lee?"
"Nyonya Thalia?" sapa Pak Lee bersamaan dengan suara Thalia yang juga menyapanya.
"Kok, Pak Lee bisa ada di sini? Apa Pak Lee asli dari kota ini? Lalu, siapa yang sakit?" cecar Thalia dengan banyak pertanyaan.
"Bukan, Nyonya. Saya baru datang kemarin karena disuruh Nyonya Brenda untuk mengantarkan mainan milik tuan muda waktu kecil yang masih tersimpan. Dan saya di sini karena putra Nyonya Brenda masuk rumah sakit," terang Pak Lee. "Nyonya Thalia sendiri, sedang apa di sini?" tanyanya kemudian seraya menatap ke arah perut Thalia.
"Oh iya. Maaf Pak Lee, saya harus ke sana. Sepertinya, saya mau melahirkan," pamit Thalia setelah teringat dengan tujuannya. Wanita cantik itu lalu bergegas meninggalkan Pak Lee.
Pak Lee mematung. Setelah tersadar, pria berwajah Asia itu segera mengejar Thalia sambil menyerukan nama wanita yang tengah menggendong anak kecil tersebut. Sopir Nyonya Brenda itupun berhasil mengejar langkah Thalia, bertepatan ketika mereka tiba di depan ruangan IGD.
"Nyonya. Anda mau melahirkan, tetapi sepertinya Anda kesini tidak ada yang mendampingi. Bolehkah jika saya yang menjaga putri Anda, Nyonya?" tawar Pak Lee sungguh-sungguh, seraya menatap khawatir pada ibu dan anak kecil yang berada dalam gendongan itu, bergantian.
"Tentu saja saya sangat berterima kasih jika Pak Lee bersedia, tapi apa tidak akan merepotkan Anda, Pak?" tanya Thalia, memastikan. Dia tentu tidak mau jika sampai merepotkan orang lain.
"Tentu saja tidak, Nyonya. Saya akan meminta ijin pada Nyonya Brenda, nanti," balas Pak Lee, meyakinkan sambil mengulurkan tangan setelah menyimpan barang bawaannya di lantai, hendak mengambil putrinya Thalia untuk dia jaga.
Beruntung, Princess mau dipegang oleh Pak Lee dan nampak nyaman berada dalam gendongan pria tersebut. Thalia akan merasa nyaman berada di dalam sana jika memang ini sudah waktunya dia melahirkan. Setidaknya, ada orang baik yang kini menjaga sang putri.
"Terima kasih banyak, Pak Lee. Saya ke dalam dulu," pamit Thalia, yang dibalas oleh sopir tersebut dengan anggukan kepala. Tak berapa lama kemudian, dengan menaiki kursi roda Thalia didorong menuju ruang persalinan. Pak Lee lalu mengekor di belakang.
Tepat di saat yang sama, ponsel Pak Lee yang berada di dalam saku bajunya berdering. Sedikit kerepotan pria paruh baya itu mengambil ponselnya. Pak Lee menepuk jidatnya sendiri ketika melihat siapa yang menelepon. "Astaga! Jajanan ini 'kan, di tungguin sama tuan muda!"
Setelah meminta ijin pada Thalia untuk mengantarkan pesanan tuannya terlebih dahulu, Pak Lee bergegas menuju ruang perawatan tempat tuan mudanya dirawat. Ya, setelah dibujuk oleh Nyonya Brenda, Moohan akhirnya bersedia untuk dibawa ke rumah sakit beberapa saat yang lalu. Dia dirawat di ruang perawatan terbaik yang tidak begitu jauh dari ruang bersalin.
"Maaf, Nyonya, Tuan. Tadi ada sedikit kendala," terang Pak Lee, begitu masuk ke ruang perawatan Moohan.
Pria tampan itu masih nampak kesakitan, tangannya mencengkeram sprei dengan sangat kuat persis seperti orang hendak melahirkan. Di samping bed pasien, seorang dokter nampak memeriksa keadaan pasiennya itu dengan keringat dingin bercucuran karena tidak menemukan ada yang salah dengan kondisi tubuh Moohan. Fokus menikmati rasa sakitnya, Moohan sampai tidak memperhatikan kedatangan Pak Lee.
Berbeda dengan Nyonya Brenda yang mengerutkan dahi. "Pak Lee. Anak siapa yang Bapak bawa?" tanya Nyonya Brenda, membuat Moohan mengalihkan perhatian dan kemudian menatap gadis kecil yang berada dalam gendongan sopir sang mama.
"Ya, ampun. Kenapa aku jadi pelupa gini, ya." Pak Lee kembali menepuk jidatnya sendiri. "Itu, Nyonya. Saya, saya sudah bertemu dengan Nyonya Thalia," ujar Pak Lee seraya menunjuk arah luar pintu.
"Thalia? Dimana? Kenapa Pak Lee tidak membawanya ke sini?" cecar Moohan yang langsung beringsut dan melupakan rasa sakitnya.
"Nyonya Thalia mau melahirkan, Tuan Muda, Nyonya. Dia tadi dibawa ke ruang persalinan dan ini, ini putrinya saya yang jaga karena Nyonya Thalia datang ke sini seorang diri," terang Pak Lee.
Moohan segera beranjak. "Istri saya mau melahirkan, Dok. Saya harus menemaninya," ujurnya yang segera berlalu, membuat sang dokter dan juga Nyonya Brenda menatap heran ke arah Moohan.
Baru saja mencapai pintu, pria itu menghentikan langkah tergesanya dan kemudian berbalik menghampiri Pak Lee. "Biarkan dia bersamaku, Pak," pintanya.
"Ma, aku sudah baik-baik saja," terang Moohan yang mengerti arti tatapan bingung sang mama. "Ayo, Ma, kita harus menemani menantu mama!" ajaknya, kemudian. Moohan langsung berlari kecil menuju ruang persalinan yang diikuti oleh sang mama dan juga sopir pribadi Nyonya Brenda.
Di ruang persalinan. Thalia yang baru beberapa saat berbaring dan masih harus menunggu karena pembukaannya belum lengkap, tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa. Benar-benar seperti orang yang mau melahirkan. Wanita cantik itu meringis, menahan rasa sakit di area jalan lahir sang janin.
"Sakit, Sus," rintihnya, pelan.
"Sabar, Nyonya. Tunggu sebentar lagi," balas sang suster sambil menyiapkan berbagai macam peralatan medis.
Thalia memejamkan mata, mencoba meredam rasa sakit yang teramat sangat. Tiba-tiba, ada yang menerobos masuk ke sana sambil berseru. "Ayo, Mommy! Mommy pasti bisa!"
☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕ tbc.