Gadis Bayaran Tuan Duren (Duda Keren)
Aina membuka matanya perlahan, sekujur tubuhnya terasa remuk ulah tekanan Arhan semalam. Bahkan bagian intinya masih terasa perih hingga saat ini.
Arhan seperti kesetanan menusuk inti Aina bertubi-tubi tiada henti. Bahkan jerit tangisnya tak sanggup menghentikan aksi Arhan yang sudah dikuasai naf-su bejatnya.
Entah karena Arhan merasakan nikmat yang luar biasa saat mengukung tubuh Aina, atau memang permainan Arhan yang selalu beringas terhadap wanita bayarannya.
Dengan langkah tertatih-tatih, Aina berjalan menuju kamar mandi. Gesekan dari pahanya membuatnya meringis menahan sakit.
Di bawah guyuran air yang mengalir membasahi tubuhnya, Aina menangis meratapi nasibnya yang begitu buruk.
Dari kecil hingga saat ini, cobaan selalu datang menghantam kehidupannya tiada henti.
Aina seorang gadis yatim piatu. Sejak kematian kedua orang tuanya pada kecelakaan 15 tahun yang lalu, hanya neneknya lah satu-satunya keluarga yang tersisa di dunia ini. Dan kini neneknya tengah berjuang antara hidup dan mati di rumah sakit.
Aina menumpahkan semua tangisannya hingga tersedu, dia menggosok tubuhnya kasar mengingat kejadian semalam yang begitu menyakitkan.
Masa depannya sudah hancur, kesucian yang seharusnya dia jaga untuk suaminya kelak, kini sudah dia berikan kepada orang asing yang tak dia kenal sama sekali.
"Nenek, maafkan Aina. Aina terpaksa melakukan ini demi Nenek. Aina hanya ingin melihat Nenek sembuh. Sekarang Aina sudah kotor, Aina menjijikkan. Maafkan Aina Nek, maafkan Aina."
Usai membersihkan tubuhnya, Aina keluar dan melangkah menuju sofa dengan sangat hati-hati. Dia tidak ingin Arhan terbangun dan menghalanginya untuk pergi.
Aina mengambil secarik kertas dan sebuah pulpen di dalam laci. Sebelum pergi, dia menulis beberapa patah kata untuk Arhan. Tidak terasa, air matanya kembali tumpah membasahi kertas yang ada di tangannya.
Tidak lama setelah Aina menghilang meninggalkan kamar itu, Arhan terbangun dari mimpi indahnya.
Bola matanya mengarah pada kasur yang sudah kosong di sampingnya. Meskipun semalam Arhan melakukannya di bawah pengaruh alkohol, dia bisa mengingat semuanya dengan sangat jelas.
"Dimana wanita itu?"
Arhan bangkit dari pembaringannya, lalu berjalan menuju kamar mandi. Namun saat hendak membersihkan tubuhnya, matanya terbuka lebar menatap lekat bagian intinya.
Ada noda darah yang sudah mengering pada batang rudalnya. Hal itu membuatnya syok hingga tersandar di dinding. Arhan mengacak rambutnya kasar dan memukul dinding itu penuh amarah.
"Ya Tuhan, apa yang aku lakukan pada gadis itu? Aku sudah merenggut kesuciannya tanpa sadar."
"Kenapa aku bisa se ceroboh ini? Apa ini hukuman untuk semua dosa-dosa ku yang telah lalu?"
Arhan menyalakan shower, percikan air berjatuhan membasahi tubuhnya. Selang beberapa menit, dia keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya.
Setelah mengenakan pakaiannya, Arhan mengirai selimut yang menutupi bagian kasur. Matanya seketika membulat dengan mulut sedikit menganga.
Lagi-lagi dia tampak syok melihat noda darah pada permukaan sprei berwarna putih yang menjadi saksi bisu keberingasannya tadi malam.
"Bejat, aku benar-benar bejat. Kenapa aku tidak menyadarinya sedikitpun?"
Dalam pergulatan batin yang mengganggu pikirannya, mata Arhan tak sengaja menangkap sesuatu yang terletak di atas meja.
"Maafkan aku, aku harus pergi. Tidak perlu merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi diantara kita tadi malam. Aku melakukannya murni karena keinginanku sendiri."
Arhan mengeratkan rahangnya kuat, dia meremuk secarik kertas itu penuh amarah lalu melemparkannya ke dinding.
Dengan sorot mata yang sangat tajam, Arhan meraih ponsel yang terletak di atas meja. Dia menelepon Hendru yang merupakan asisten pribadinya. Hendru bertanggungjawab penuh untuk semua ini.
"Halo Tuan," sapa Hendru dari balik telepon yang sudah tersambung.
"Bajingan! Kenapa kau mengirim gadis itu padaku?" tanya Arhan meninggikan suaranya.
"Apa yang salah dengan itu, bukankah Tuan yang memintaku mencarikan seorang wanita? Kebetulan gadis itu datang menemui ku." jawab Hendru dari ujung sana.
"Kau sudah melakukan kesalahan besar Hendru."
"Aku tidak mau tau, cari gadis itu sampai ketemu! Jika perlu kerahkan semua anak buah mu untuk mencarinya."
"Jangan berani menampakkan batang hidungmu di depanku sebelum kau menemukan gadis itu untukku. Atau hidupmu akan berakhir detik ini juga." ancam Arhan, kemudian mematikan sambungan telepon itu secara sepihak.
Arhan meraih jas nya yang terletak pada tampuk sofa. Kemudian berlalu meninggalkan kamar hotel dengan wajah dinginnya.
Sepanjang perjalanan menuju kantor, Arhan tak bisa fokus menyetir mobilnya. Pikirannya kacau, bayangan gadis itu melayang-layang di dalam ingatannya.
Arhan memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, raut wajahnya jelas sekali menunjukkan perasaan bersalahnya yang begitu dalam.
"Aku memang bajingan, aku pria bejat. Entah berapa banyak wanita yang sudah aku tiduri selama ini. Tapi aku tidak pernah berniat menghancurkan kepercayaan diri seorang gadis seperti ini."
"Aku sudah mengambil kesuciannya, harta paling berharga dari seorang wanita yang harus dia jaga. Aku bahkan tidak mendapatkan itu dari mantan istriku terdahulu."
Perasaan Arhan semakin berkecamuk, dia mengacak rambutnya kasar lalu memukulkan kepalanya pada permukaan stir.
Arhan pernah menikah dengan seorang wanita karier. Dia menerima keadaan wanita itu apa adanya. Tapi kesetiaan dan kasih sayangnya dibalas dengan penghianatan.
Wanita itu berselingkuh di depan matanya, bahkan beberapa kali Arhan memergoki mantan istrinya keluar masuk hotel bersama pria lain.
Hal itulah yang membuatnya berubah menjadi pria bejat tak punya hati. Dia mulai menyewa para wanita yang rela menghabiskan malam dengannya hingga ketagihan sampai detik ini. Semua dia lakukan untuk membalaskan sakit hatinya.
Di tempat lain, Aina tersungkur lesu di lantai rumah sakit dengan selembar cek yang ada di dalam genggamannya.
Air matanya tumpah tak terbendung usai berbicara dengan dokter yang menangani sang nenek.
Aina terisak meratapi kepergian neneknya yang sudah tutup usia. Pengorbanannya sudah tak berguna lagi saat ini.
Harapan satu-satunya demi kesembuhan sang nenek menjadi sia-sia. Nenek sudah pergi untuk selama-lamanya. Harga dirinya juga hilang dalam sekejap mata.
"Kenapa Nenek pergi meninggalkan Aina sendirian, kenapa? Aina tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Untuk apa semua ini Nek, untuk apa?"
Aina mengguncang tubuh renta neneknya sembari terisak sedu sedan, dadanya sesak. Tidak hanya air matanya yang meluap, tapi air di hidungnya ikut keluar menangisi kepergian sang nenek yang tidak akan pernah kembali.
Isak tangis Aina pecah menggema memenuhi seisi ruangan. Hal itu membuat suster yang sedang mengurusi jenazah sang nenek ikut berkaca-kaca melihat pemandangan memilukan itu.
"Sabar Aina, kamu harus kuat. Seberapa kerasnya kita bertahan, kalau Tuhan sudah menghendaki maka terjadilah."
"Semua sudah diatur, kita hanya bisa menjalaninya. Jodoh, rejeki, maut tidak ada yang tau kapan dan dimana datangnya. Ikhlas adalah kunci terbaik menjalani kehidupan ini."
Suster itu mengusap punggung Aina untuk menenangkannya, berharap Aina bisa mengendalikan dirinya dan ikhlas menerima takdir yang sudah Tuhan gariskan untuknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Bunda Zahra
mampir ah kelihatannya menarik ceritanya
2024-10-30
0
Siti Aminah
baru nyimak thor...semoga cerita ny bgs
2024-11-09
0
Mlly Ferli
menarik ceritanya
2024-11-09
0