NovelToon NovelToon
Serunai Cinta Santriwati

Serunai Cinta Santriwati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Wanita
Popularitas:354
Nilai: 5
Nama Author: Lalu LHS

Fahira Hidayati tak pernah menyangka akan terjebak begitu jauh dalam perasaannya kini. Berawal dari pandangan mata yang cukup lama pada suatu hari dengan seorang ustadz yang sudah dua tahun ini mengajarnya. Sudah dua tahun tapi semuanya mulai berbeda ketika tatapan tak sengaja itu. Dua mata yang tiba-tiba saling berpandangan dan seperti ada magnet, baik dia maupun ustdz itu seperti tak mau memalingkan pandangan satu sama lainnya. Tatapan itu semakin kuat sehingga getarannya membuat jantungnya berdegup kencang. Semuanya tiba-tiba terasa begitu indah. Sekeliling yang sebelumnya terdengar riuh dengan suara-suara santri yang sedang mengaji, tiba-tiba saja dalam sekejap menjadi sepi. Seperti sedang tak ada seorangpun di dekatnya. Hanya mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu LHS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#8

Ustadz Pahlevi masih menikmati secangkir kopi yang dibuatkan Zulaikha untuknya beberapa menit yang lalu. Belum ada pembicaraan serius yang mengarah kepada permasalahan tadi pagi. Saat ia mecoba mengajak Zulaikha pulang, Zulaikha dan ibu mertuanya memintanya untuk bertemu dulu dengan ayah mertuanya karna ada yang ingin dibicarakannya. Suasana yang sudah ia rasakan tenang dan aman,mungkin saja bisa bergolak. Sejak kedatangannya di tempat itu, ia merasa seperti orang asing. Suasana yang sebelum-sebelumnya penuh dengan tawa dan canda saat berkumpul dengan mertuanya. Suasana yang membuatnya benar-benar tidak nyaman.

Ustadz Pahlevi memanggil Winda yang sedang asyik dengan HP nya untuk mendekat dan duduk di pangkuannya. Namun anak itu menolak. Dia sepertinya tak mau permainannya terganggu.

Terdengar doa penutup dari arah surau tempat ayah mertuanya mengajar. Jantung Ustadz Pahlevi berdebar. Dia berharap masalahnya dengan Zulaikha tadi pagi tak akan dibicarakan terlalu panjang. Agar dia bisa langsung membawa Zulaikha dan Winda pulang ke rumah.

Pak Nabil muncul di depan pintu. Tanpa mengucap salam, ia langsung duduk di dekat Zulaikha. Melihat pak Nabil sudah berada di ruang tamu, bu Siti yang saat itu berada di ruang sebelah ikut duduk di dekat Zulaikha.

"Emi? Ajak keponakanmu main-main di surau," panggil bu Siti kepada Emi, adik iparnya yang sedang berada di kamarnya. Emi segera keluar dan mengajak Winda keluar. Ustadz Pahlevi mendesah pelan. Ia merasa seperti seorang pesakitan di dalam ruang sidang yang menegangkan. Terus terang ia tidak suka dengan suasana itu. Tidak suka jika mertuanya ikut campur masalah keluarganya.

"Ceritakan Bapak, sebenarnya apa yang terjadi antara kalian berdua," kata pak Nabil memulai pembicaraan dengan suara berat. Ustadz Pahlevi menghela nafas panjang dengan kepala tertunduk.

"Saya khilaf, Pak. Dan saya telah minta maaf kepada Zulaikha. Saya kira, masalah antara kami sudah selesai," kata Ustadz Pahlevi dengan suara serak.

"Ya Alhamdulillah kalian sudah baikan. Tapi yang bapak tidak setuju, kamu main tangan ketika kalian sudah bertengkar. Kamu perlu tahu, Nak. Seumur hidup bapak, bapak tidak pernah sama sekali main tangan atau memukul anak-anak bapak. Kalau kamu tidak percaya, silahkan tanya adik-adik kamu. Kami menitipkan anak kami kepada kamu agar kamu jaga dan sayangi seperti kami menyayanginya," Pak Nabil menghentikan pembicaraannya. Suaranya seperti orang menangis. Ia melirik ke arah Zulaikha. Terlihat Zulaikha mengusap air matanya. Ustadz Pahlevi mendesah pelan. Suasananya jadi begitu melankolis.

"Dan yang membuat bapak sedih, waktu itu kamu tidak langsung menghibur istri kamu. Kamu malah pergi meninggalkannya," sambung pak Nabil.

Ustadz Pahlevi mendehem dan memperbaiki posisi duduknya.

"Saya pergi meninggalkan Zulaikha karna tak mau Winda melihat ibunya menangis. Maaf, Zulaikha juga kalau lagi marah butuh waktu lama untuk memberi maaf. Oleh karna itu,saya sengaja memberinya waktu untuk menenangkan diri," kata Ustadz Pahlevi membela diri.

"Tapi,kenapa kamu tak langsung ke sini menjemput istrimu. Kenapa harus nunggu sampai malam," kata bu Siti ikut nimbrung.

"Maaf, Bu. Kalau dalam agama, Zulaikha sudah masuk kategori Nusyuz atau durhaka, karna meninggalkan rumah tanpa ijin suami. Sekali lagi mohon maaf, jika tidak karna saya salah karna melakukan peamparan, saya tidak akan menjemput Zulaikha. Saya tidak merasa pernah mengusirnya. Jadi saya tak harus menjemputnya," kata Ustadz Pahlevi tegas. Baik pak Nabil maupun bu Siti sama-sama terdiam lama. Itu membuat Ustadz Pahlevi merasa bersalah.

"Sekali lagi saya minta maaf, Pak, Bu. Saya tidak bermaksud menggurui. Dan maafkan saya karna telah memukul Zulaikha. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Saya khilaf dan menyesal," kata Ustadz Pahlevi. Dia berharap dengan kata-katanya itu, suasana yang kaku kembali mencair. Ia harus memposisikan dirinya sebagai seorang anak, bukan seorang ustadz.

Pak Nabil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia memajukan tubuhnya dan menepuk-nepuk pundak Ustadz Pahlevi.

"Kami maafkan," kata pak Nabil. Pak Nabil menoleh ke arah Zulaikha. Dia mengusap-usap pundak Zulaikha.

"Ayo, Nak. Ambil tasmu. Sudah malam. Kamu harus pulang bersama suamimu. Kasihan anakmu. Sudah malam," kata pak Nabil lembut. Zulaikha mengangguk pelan dan bangkit menuju ruang sebelah. Tak berapa lama kemudian, ia terlihat keluar lagi membawa tasnya.

"Emi, bawa keponakanmu kesini. Ayo, mau pulang, Nak," panggil bu Siti.

Ustadz Pahlevi bangkit dari duduknya. Ia mendekat ke arah pak Nabil dan bu Siti dan mencium tanganya.

"Jangan lagi kamu memukul istrimu, Nak. Jika dia berbuat salah, cepat beritahu kami agar kami bisa memperingatkannya," kata bu Siti sambil mengusap kepala Ustadz Pahlevi. Terdengar ia menangis sesenggukan. Ustadz Pahlevi hanya mengangguk kecil. Mereka berdua pun kemudian keluar. Winda yang sudah menunggu bersama Emi di luar rumah langsung digendong oleh Ustadz Pahlevi dan membawanya menuju sepeda motor.

Setelah mengucap salam, motor yang mereka tumpangi melaju di jalanan yang mulai sepi.

*******

Malam perlahan mulai merayap larut. Suara burung malam seskali melengking di langit membuat kaget makhluk-makhluk yang masih terjaga.

Ustadz Pahlevi membopong pelan tubuh Winda yang sudah terlelap selama perjalanan. Zulaikha yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam rumah, segera mempersiapkan tempat tidur untuk Winda.

Ustadz Pahlevi memilih duduk di sofa ruang tamu setelah membaringkan Winda di tempat tidurnya. Saat ini dia berharap Zulaikha keluar dan menemaninya di sofa. Biasanya berdamai setelah terjadi konflik antara suami istri menciptakan suasana yang romantis. Seperti suasana hati pengantin baru.

Ustadz Pahlevi menoleh ke arah kamar. Dilihatnya Zulaikha berdiri dengan rambut tergerai. Senyum malu-malunya nampak luar biasa mempesona. Membuat gairah kelaki-lakian Ustadz Pahlevi melonjak. Ustadz Pahlevi balas tersenyum. Ia mengerlingkan matanya. Sebuah isyarat yang sudah mereka sepakati jika ingin bercinta. Zulaikha langsung membalikkan tubuhnya dan melangkah ke kamar sebelah. Daster pendek yang dipakainya membuat Ustadz Pahlevi benar-benar tidak sabar hendak mendorongnya segera di atas ranjang. Ia pun segera bangkit dan dengan langkah tergesa-gesa segera menyusul Zulaikha ke kamar.

Malam semakin larut. Suasana hening. Suara korden di ruang tamu seekali terdengar saat sesekali angin malam menghempas. Suara detak jam dinding menggema memecah hening. Mengiringi desah nafas keduanya yang terbaring lemas di atas ranjang.

Dan di tempat lain. Fahira Hidayati masih diam menatap langit-langit kamar. Tak terpengaruh sama sekali dengan suara lolongan anjing yang beradu dengan suara dengkuran teman-temannya yang begitu nyenyak dalam tidurnya. Bayangan wajah Ustadz Pahlevi seperti menari-nari di pelupuk matanya. Sehari tak melihatnya membuatnya benar-benar rindu berat. Perasaannya saat ini adalah perasaan gila yang awal mulanya hanyalah masalah sepele. Tapi itu menurut orang-orang. Rasa yang ia rasakan saat ini adalah rasa lama yang tak pernah padam. Dan rasa itu bertambah memuncak hanya dengan sekilas sorot mata Ustadz Pahlevi ke arahnya. Hanya dengan kata-kata singkat yang membuatnya menjadi super kepedean.

Fahira Hidayati tersenyum. Malam-malamnya kini memang telah tergadaikan. Tidur larut malam saban malam sejak kejadian dua hari yang lalu membuatnya malah bahagia. Malam dalam kesendiriannya terjaga baginya seperti ruang privasi untuk bertemu dengan Ustadz Pahlevi. Jika telah jatuh cinta, tak seorangpun membuang waktu untuk tetap bersama dengan orang yang dicintainya. Bibirnya tak henti tersenyum sembari di dalam hati terdalamnya berdendang melafalkan sajak indah.

Ya, Allah, Penciptaku dan Penciptanya...

Ku kirimkan doa dan Fatihah saban malam ketika ingatku tentang dia....

Untuk kesehatannya...

untuk kecerian hari-harinya hingga malam-malamnya

untuk cintaku...

dan untuk keinginanku Engkau mempersatukanku dengan dia...

Kabulkan lah, wahai Zat yang mengabulkan segala doa dan hajat. Amin. Al-Fatihah

1
MEDIA YAQIN Qudwatusshalihin P
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!