"Kamu akan menyesalinya, Aletta. Aku akan memastikannya." Delvan mengancam dengan raut wajahnya yang marah pada seorang wanita yang telah menabrak mobilnya.
Azada Delvan Emerson adalah pengusaha yang paling ditakuti, tidak hanya di negaranya tetapi juga di luar negeri, karena sifatnya yang arogan dan kejam. Dia bukan orang yang mudah memaafkan atau melupakan.
Sementara itu, Aletta Gabrelia Anandra merupakan putri kedua dari keluarga Anandra yang baru saja menabrak mobil Delvan dan menolak untuk tunduk di hadapan Azada Delvan Emerson yang menantangnya untuk melakukan hal terburuk.
Akankah Delvan berhasil membuat Aletta bertekuk lutut terutama sekarang, karena ia harus menikah dengannya atau akankah Aletta berhasil melawan suaminya terutama ketika ia mengetahui bahwa dia adalah kekasih dari musuh bebuyutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7.
"Aku datang untuk melihat calon istriku." Jawab Delvan dengan santai, kedua tangannya, ia masukkan kedalam saku celananya.
"A-apa katamu?." Aletta mengernyitkan dahinya, nada bicaranya sedikit meninggi, ia juga tidak yakin apakah pendengarannya bekerja dengan baik.
"Aku datang ingin bertemu dengan calon istri ku." Delvan mengulangi perkataannya tanpa malu-malu. Ia sendiri sebenarnya juga terkejut dengan apa yang dilakukannya karena tidak seperti biasanya ia bertindak seperti ini, tetapi seperti kata pepatah, 'semua adil dalam cinta dan perang.'
Aletta bisa merasakan darahnya mendidih. Ia sudah menjelaskan bahwa dirinya tidak ingin menikah dengan pria monster itu. Jadi, mengapa dia masih menyebutnya sebagai calon istrinya?
"Sudah kubilang kalau aku tidak mau menikah denganmu. Apa kamu tuli saat aku berbicara padamu?." Bentak Aletta merasa sangat kesal.
Delvan mengepalkan tangannya karena marah. Ia tidak menyukai nada bicara Aletta padanya, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan untuk saat ini.
Namun, Delvan tidak akan berpikir dua kali untuk mengajari wanita itu sopan santun begitu dia menjadi istrinya. "Aku tidak tuli saat kamu mengatakan itu kepadaku..."
"Lalu kenapa kamu ada di sini tengah malam dan memanggilku calon istrimu?." Tanya Aletta.
"Bisakah kita bicara?." Tanya Delvan dengan ramah sembari memperlihatkan senyum menawan nya. Delvan tahu jika dirinya ingin membujuk Aletta agar mau menikah dengannya, ia harus melakukannya dengan baik dan tidak dengan caranya sendiri.
Namun, jika Aletta tetap bersikeras, ia harus melakukannya dengan caranya sendiri.
Mendengar suara Delvan yang lembut membuat Aletta sedikit lebih tenang. "Baiklah! Apa yang kamu bicarakan?."
"Kamu tahu, aku masih berdiri di luar kamar tidurmu..."
"Ya, jadi?." Tanya Aletta tidak begitu mengerti apa yang diinginkan Delvan.
"Bolehkah aku masuk?." Tanya pria itu lagi. "Apa yang akan aku bicarakan denganmu adalah masalah pribadi, masalah yang tidak ingin kudengar dari orang lain." imbuhnya.
Aletta tidak mengatakan apa pun karena masih bimbang apakah akan mengizinkannya masuk atau tidak. "Baiklah." Katanya setelah beberapa saat. "Masuklah, tapi jangan macam-macam!."
Aletta menjauh dari pintu dan membiarkan Delvan masuk kedalam kamar nya.
Begitu masuk, pria itu melihat sekeliling ruangan dan terkesan dengan apa yang dilihatnya.
Aletta menutup pintu setelah Delvan masuk ke kamarnya. "Apa yang sedang kamu pikirkan?." Tanyanya saat melihat Delvan sedang melihat-lihat sekeliling kamar.
"Tidak banyak. Pelayan di sini benar-benar hebat dalam mengurus kamarmu."
"Para pelayan tidak boleh masuk kedalam kamarku!."
"Jadi kamu sendiri yang mengurus kamarmu?." Tanya Delvan, terlihat terheran-heran.
"Ya." Jawab Aletta. "Kenapa kamu kelihatan terkejut setelah tahu kalau aku membersihkan kamarku sendiri?!." Tanya Aletta, menatap penuh curiga pria berbadan atletis yang berdiri tak jauh darinya.
"Tidak apa-apa. Aneh saja melihat orang sepertimu bisa membersihkan kamarnya sendiri, aku benar-benar terkesan." Jawab Delvan.
Akhirnya ia menemukan satu kualitas dalam diri Aletta yang disukainya. Wanita itu tidak bergantung pada pelayan di rumahnya seperti kebanyakan sosialita yang dikenalnya, termasuk Jessica.
Kebanyakan dari mereka tidak dapat melakukan tugas sederhana seperti mengambil sebotol air dan di sini Aletta harus membersihkan seluruh ruangannya sendirian.
Delvan terkesan.
Aletta mengerti apa yang dimaksud oleh Delvan. Hal itu membuatnya kesal, tetapi ia tidak bisa menyalahkannya. Memang aneh bagi seseorang dengan status sepertinya untuk bisa mengerjakan tugas bersih-bersih seperti ini.
"Aku yakin kamu tidak datang jauh-jauh ke sini hanya untuk melihat kamarku dan memuji ku. Apa tujuanmu datang ke sini?." Tanya Aletta dingin.
"Untuk membuat kesepakatan denganmu, Nona Aletta. Jawab Delvan langsung ke intinya. Dia bukan orang yang suka bertele-tele dalam urusan bisnis, ditambah lagi dia ingin segera keluar dari rumah Aletta.
"Kesepakatan? Kesepakatan apa?." Tanya Aletta bingung. Ia bertanya-tanya mengapa Delvan berbicara tentang kesepakatan. Ia tidak punya apa pun yang bisa ia tawarkan kepada pria itu.
"Sebuah perjanjian pernikahan. Mari kita menikah dengan sama lain--"
"Apa kamu gila atau apa?!." Bentak Aletta. "Aku sudah bilang aku tidak akan menikah denganmu jadi--"
"Bisakah kamu mendengarkan ku? Aku tidak suka diganggu saat sedang berbicara!." Gerutu Delvan dengan kesal.
Ia mencoba menahan emosinya. tetapi mustahil menghadapi gadis seperti Aletta.
"Baiklah, cepat katakan itu. Aku tidak akan menganggu." Kata Aletta dengan suara pelan sembari melipat tangannya di dada. Ia bisa melihat bahwa Delvan kesal dan ia tahu lebih baik daripada membuat Azada Delvan Emerson kesal.
"Aku akan jujur padamu." Kata Delvan memulai. "Aku sama terkejutnya seperti dirimu saat mengetahui tentang kesepakatan yang dibuat oleh ayah kita. Jelas itu tidak tepat bagi mereka untuk membuat keputusan atas nama kita, tapi hal itu sudah dilakukan dan tidak ada yang dapat kita lakukan tentang hal itu." Delvan berbalik badan menatap ke arah Aletta. "Awalnya aku juga menolak pernikahan ini sampai Papaku memberi tahu apa yang akan terjadi jika kita tidak menikah dan aku berasumsi kamu sudah diberi tahu tentang konsekuensi pernikahan itu..."
Aletta mengangguk yang menunjukkan bahwa dia memang tahu apa yang akan terjadi jika dia tidak menikah dengan Delvan.
"Bagus. Hal yang sama berlaku untukku, aku kehilangan warisanku dan aku tidak diakui di keluarga ku sendiri. Aku tidak ingin hal itu terjadi dan begitu juga dengan dirimu pastinya."
"Jadi, apa saran terbaikmu untuk itu?." Tanya Aletta dengan tenang dan Delvan senang mendengar nada bicaranya. Ia bisa melihat bahwa rencananya berhasil karena Aletta tidak lagi membentaknya.
Itu pertanda baik.
"Kita harus menikah." Kata Delvan. "Tapi, pernikahan ini hanya formalitas karena aku tidak bermaksud memaksamu untuk menjadi istriku atau melakukan tugas sebagai seorang istri. Pernikahan kita akan menjadi kesepakatan bersama."
"Seperti kontrak?." Tanya Aletta.
"Tepat sekali. Ini akan berakhir setelah satu tahun." Kata Delvan.
"Aku masih tidak mengerti." Kata Aletta.
"Sederhana saja. Kita menikah hanya untuk menjauhkan diri dari keluarga kita dan kita akan berpisah setelah satu tahun. Dengan begitu, kita tidak akan melanggar ketentuan kontrak ayah kita." Kata Delvan menjelaskan.
Aletta bisa melihat apa yang Delvan maksud. Jika mereka menikah, maka mereka akan memenuhi persyaratan kontrak. Kontrak tersebut tidak mengatakan bahwa mereka harus bersama seumur hidup.
Persyaratan itu hanya mengatakan bahwa Aletta dan Delvan harus menikah.
Delvan menatap Aletta dengan saksama, menunggu untuk melihat apa keputusan wanita itu.
Delvan telah memberikan tawaran yang bagus, yang akan menyelamatkan mereka berdua. Ia tidak melihat alasan mengapa Aletta akan bisa menolak tawarannya.
"Jadi, kita tidak akan melakukan kontak fisik setelah kita menikah?." Tanya Aletta. Ia ingin memahami sepenuhnya apa saja syarat dan ketentuan tawaran Delvan.
Leo telah mengajari adiknya beberapa hal tentang menandatangani kontrak.
Jadi, meskipun Aletta bukan seorang pebisnis, dia sangat mengerti cara kerja kontrak.
"Kita tidak akan melakukan kontak fisik. Kita akan tidur di kamar yang berbeda setelah pernikahan kalau itulah yang kamu inginkan." Jawab Delvan.
"Bagaimana kalau di depan umum?." Tanya Aletta. Meskipun mereka bukan pasangan sungguhan, masyarakat tidak akan tahu itu.
"Kamu dituntut untuk bersikap seperti istriku di depan keluargaku dan orang lain, terutama di tempat dan acara umum dan aku pun akan melakukan hal yang sama. Bagi yang lain, kita akan menjadi pasangan yang ideal." Jawab Delvan.
"Hmm." Aletta merenungkannya sejenak, mempertimbangkan segalanya.
Ini tidak terlalu sulit, yang harus dirinya lakukan hanyalah berpura-pura bahagia bersama Delvan, tetapi karena suatu alasan, ia punya firasat buruk tentang penawaran yang Delvan ajukan.
Tampaknya sangat mencurigakan bahwa pria setuju untuk menikahinya begitu cepat. Apakah itu benar-benar karena warisan keluarganya atau karena hal lain?
"Aku akan memikirkannya." Kata Aletta, mengejutkan Delvan.
Sebelumnya Delvan begitu yakin bahwa Aletta akan segera menerima tawarannya. Kenyataannya dia telah meremehkan cara berpikir Aletta dan melebih-lebihkan dirinya sendiri.
"Apa yang perlu dipikirkan tentang ini, Nona Aletta?." Tanya Delvan dengan tenang.
"Ada banyak hal yang perlu dipikirkan, Tuan Delvan. Sekalipun kita tidak berniat untuk hidup sebagai pasangan sungguhan, kita tetap akan menikah sungguhan dan suka atau tidak, kita akan membuat komitmen kepada orang lain dan aku ingin memastikan bahwa aku siap untuk komitmen tersebut." Jawab Aletta. "Ditambah lagi menikah denganmu berarti aku akan terjebak denganmu selama setahun penuh. Kurasa aku tidak akan sanggup melihat wajahmu yang jelek setiap hari selama setahun." Sambung Aletta menambahkan.
Delvan hampir mengumpat ketika mendengar pernyataan Aletta. "Kamu buta atau apa?." Tanyanya kesal.
Tidak ada wanita yang pernah memanggilnya jelek, kecuali Aletta!
"Tidak, kenapa?." Tanya Aletta polos. Meskipun wanita itu tahu betul alasan mengapa Delvan menanyakan pertanyaan seperti itu.
"Bagaimana bisa kamu menyebutku jelek?! Banyak wanita yang berlomba-lomba mencari perhatian dari ku karena penampilanku dan kamu berani menyebutku jelek." Kata Delvan.
Aletta berusaha keras untuk tidak tertawa terbahak-bahak. Delvan terlihat seperti anak kecil yang permennya telah diambil darinya.
Pria itu pasti sudah terbiasa dengan wanita yang tergila-gila pada ketampanannya. Sementara Aletta telah melukai egonya dengan menyebutnya jelek.
"Yah, aku memanggilmu jelek karena menurutku kamu memang jelek, Tuan Delvan." Jawab Aletta singkat. Itu adalah kebohongan besar yang ia katakan.
Tidak ada orang waras yang akan berpikir bahwa Delvan itu jelek. Pria itu sangat tampan dan meskipun Aletta membenci kenyataan ini, ia tidak bisa tidak merasa tertarik padanya, tetapi Delvan tidak perlu tahu itu.
"Kamu benar-benar berpikir aku jelek?." Tanya Delvan.
Aletta memutar matanya. "Berapa kali kamu ingin aku mengatakannya?"
"Benarkah?." Tanya Delvan dengan suara tenang yang membuat Aletta curiga.
Kenapa Delvan tiba-tiba menjadi tenang? Aletta punya firasat buruk tentang ini.
"Ya." Jawab Aletta dengan suara rendahnya.
Aletta tersenyum nakal mendengar jawabannya. "Mari kita lihat seberapa benar jawabanmu." Delvan mulai berjalan mendekati Aletta.
"A-apa yang kamu lakukan?." Tanya Aletta dengan gugup sembari mengambil langkah mundur, tetapi setiap kali dia melangkah, Delvan maju dua langkah.
"Kamu bilang aku jelek, tapi kurasa kamu tidak mengatakan itu dengan jujur." Jawab Delvan sembari terus berjalan mendekati Aletta.
"Sial!." Gerutu Aletta saat punggungnya membentur dinding. Ia kehabisan tempat untuk berlari karena Delvan kini berdiri di depannya.
"Jadi, apakah kamu benar-benar berpikir aku jelek?." Tanya Delvan dengan suara serak seraya melingkarkan tangannya di pinggang Aletta dan menariknya mendekat.
Pikiran Aletta menjadi kacau saat ia merasakan tangan Delvan di pinggangnya. Ini adalah kedua kalinya Delvan memeluknya dan ini adalah kedua kalinya ia tidak membenci tindakan pria itu dan kenyataannya itu tidak mengganggunya.
Aletta dulu berpikir bahwa tidak ada pria yang akan memiliki pengaruh seperti itu padanya, tetapi ia salah. Delvan membuatnya merasakan hal-hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Tolong lepaskan aku, Delvan." Pinta Aletta setengah memohon dengan berbisik. Ia merasa bimbang. Sebagian dirinya menikmati apa yang Delvan lakukan dan ingin pria itu melakukan lebih banyak lagi sementara sebagian lain dalam diri Aletta ingin pria itu berhenti.
Delvan sepertinya menang
"Aku tidak mau." Gerutu Delvan tanpa sadar. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi padanya.
Ia hanya ingin menakut-nakuti Aletta sedikit dengan menjepitnya ke dinding, tetapi tampaknya pikirannya punya rencana lain.
Delvan tidak dapat mengendalikan dirinya saat berada begitu dekat dengan Aletta
Sekadar berada di dekat wanita itu saja tidak cukup bagi Delvan. Ia menginginkan lebih dari ini, jadi Delvan memutuskan untuk melingkarkan tangannya di pinggang wanita itu dan menariknya mendekat.
Aroma tubuh Aletta yang memabukkan ditambah dengan tangan kecilnya yang berada di dada Delvan membuat jiwa pria itu tergila-gila! Ia belum pernah merasakan hal ini dengan siapa pun sebelumnya, bahkan ketika sedang bersama Jessica.
Delvan menggerakkan tangannya ke sisi wajah Aletta, di mana ibu jarinya dengan lembut menyentuh tulang pipi Aletta, mengirimkan serangkaian rasa dingin yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
Napas Charlotte tercekat di tenggorokannya saat ia mengangkat kepalanya untuk menatap Delvan.
Sementara pandangan Delvan tertuju ke arah bibir ranum Aletta dan jantungnya mulai berdebar kencang. "Aletta." Panggil Delvan suaranya nyaris tak terdengar saat ia mendekat.
"Delvan." Bisik Aletta sembari berdiri dan juga bersandar. Seakan ada kekuatan yang tak terkalahkan yang menariknya ke arah Delvan dan Aletta tidak mencoba melawannya.
Ponsel Delvan tiba-tiba berdering dan merusak apa yang hendak ia dan Aletta lakukan.
Suara dering itu membuat Aletta kembali sadar dan segera melepaskan Aletta lalu mundur sembari berusaha menenangkan diri.