Hafidz tak pernah menyangka jika dirinya ternyata tak terlahir dari rahim ibu yang selama ini mengasuhnya. Dia hanya bayi yang ditemukan di semak dan di selamatkan oleh sepasang suami istri yang dia kira orang tua kandungnya, membuatnya syok dengan kenyataan itu.
Sebenarnya dia tak ingin mengetahui siapa orang tua kandungnya, karena dia merasa sudah bahagia hidup bersama orang tua angkatnya saat ini, tapi desakan sang Ibu membuatnya mencari keberadaan keluarga kandungnya.
Mampukah dia menemukan keluarganya?
Bagaimana saat dia tahu jika ternyata keluarganya adalah orang terkaya di ibu kota? Apakah dia berbangga hati atau justru menghindari keluarga tersebut?
"Perbedaan kita terlalu jauh bagikan langit dan bumi," Muhammad Hafidz.
"Maafin gue, gue sebenarnya juga sakit mengatakan itu. Tapi enggak ada pilihan lain, supaya Lo jauhin gue dan enggak peduli sama gue lagi," Sagita Atmawijaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abil Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Dengan berbagai bujuk rayu yang Gita dan Hafidz lontarkan, akhirnya Mama setuju jika mereka meminta bantuan Tante Arin. Mama pun langsung menyuruh mereka menemui Tante Arin di Bandung hari ini juga, karena jika membawa pulang Mama sekarang tentu saja rumah sakit tidak mengijinkan, semoga saja jika Tante Arin dan suaminya yang menjemput akan diperbolehkan.
Menjelang senja mereka baru sampai Bandung, dan langsung menuju rumah Tante Arin, yang letaknya memang masih di dalam kota. Sudah lama Gita tak menyambangi rumah Tantenya ini, bisa dibilang semenjak masuk kuliah, dan dia juga rindu dengan sang Tante.
Pintu utama terbuka, tapi bukan Tante Arin yang muncul melainkan artnya.
"Bik, Tante di rumah, kan?" tanya Gita, dia pun langsung masuk ke dalam rumah tersebut.
"Neng Gita! Ada Neng, masuk aja, Ibu di dapur," jawab Bik Lilis.
Gita pun langsung masuk, lupa dengan dua pemuda yang datang bersama dirinya. Untung saja Bik Lilis mempersilakan mereka berdua untuk masuk, dan menunggu di ruang tamu.
"Tante!" seru Gita, memeluk tubuh sang Tante yang masih sibuk di dapur.
"Tumben? Tante kira udah lupa sama Tante dan Om," tak urung Tante Arin pun membalas pelukan Gita.
"Enggaklah Tan, Tante selalu di hati,"
Sesi kangen-kangenan itu pun tak bertahan lama, karena Gita mengingat tujuan utama mendatangi rumah ini.
"Tan, aku mau bicara serius, dan urgent." Gita menarik wanita berhijab lebar itu keluar dari dapur, menuju ruang tamu dimana ada Hafidz dan Indra.
Tante Arin mengernyit melihat dua pemuda duduk di dalam rumahnya, dia menatap Gita yang ada di sisinya. Seperti ada yang aneh. Lalu kembali menatap dua pemuda itu, dia lebih tertarik dengan pemuda yang memakai kemeja berwarna putih.
"Kalian kok mirip?" ucapan pertama yang keluar dari bibir Tante Arin.
Gita tersenyum, lalu menyuruh sang Tante untuk duduk. Hafidz dan Indra pun menyalami Tante Arin yang masih dalam mode bingung, melihat wajah keponakannya sama dengan salah satu pemuda itu.
"Itu yang mau kami bahas, Tan," jawab Gita.
"Maksudnya?" Tante Arin tak mengerti dengan jawaban Gita.
"Kenalan dulu ya Tan, yang pake hoodie item itu namanya Bang Indra." Gita lebih dulu menunjuk Indra.
"Salam kenal Tan, saya Indra," ucap Indra memperkenalkan diri.
Tante Arin mengangguk, "Iya salam kenal juga," ucapnya.
"Nah, yang pake baju putih namanya Bang Hafidz, dia kembaran ku yang hilang selama ini," ucap Gita, tersenyum saat melihat sang Tante terkejut.
Tante Arin menatap Gita,dan gadis itu pun mengangguk, seolah sang Tante sedang bertanya kebenaran. Tak di duga, Tante Arin langsung memeluk Hafidz, tentu saja Hafidz terkejut dengan perlakuan Tante yang tiba-tiba.
"Ya Allah, naluri seorang ibu memang kuat. Dulu setiap bertemu sama Mama kalian, dia selalu bilang kalau anaknya masih hidup. Dan ucapannya benar adanya, tapi sayang entah dimana sekarang Mama kalian." Tante Arin melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang tiba-tiba terjatuh. Terharu dengan pertemuan ini, pertemuan yang tak pernah disangka sebelumnya.
Hafidz pun terharu, air matanya berembun, menangis bahagia, ditemukan lagi dengan keluarganya. Sungguh nikmat yang sangat luar biasa. Bersyukur Tante Arin menerimanya dengan baik.
Tante Arin memilih duduk di sisi Hafidz, Indra pun berpindah ke singgle sofa, memberi ruang pada Tante Arin dan Hafidz.
"Mama ada Tan, bahkan pertama kali aku dan Gita bertemu juga saat aku bersama Mama, itu terjadi baru kemarin," jelas Hafidz.
"Dimana sekarang Sinta? Kenapa bisa sama kamu?" tanya Tante menyelidik.
Hafidz pun menceritakan saat pertama bertemu Mama, dimana dia diam-diam mengikuti sang Papa dan sebuah kebetulan karena Papa ternyata menemui Mama, lalu kemarin bertemu dengan Gita. Semuanya dia ceritakan tak ada yang terlewat sedikit pun.
Tante Arin mengucap syukur, ternyata adik yang selama ini dia cari ada di dekat mereka. Tapi kenap dia dulu tak menemukannya saat mencarinya.
"Papa menyamarkan data keluarga Tan, setelah aku tanya-tanya sama suster yang biasa menjaga Mama, ternyata Papa tidak memakai nama Atmajaya atau Hartanto dalam data yang diberikan, sepertinya juga memberi data palsu," jelas Hafidz yang tentu saja baru diketahui oleh Gita.
"Papa kalian itu keterlaluan, sengaja membuang istrinya demi Sita. Sita juga keterlaluan dengan kakak sendiri. Tante enggak ngerti dengan pemikiran Sita, sampai setega itu." Tante menyusut air matanya, setelah mendengar Hafidz bercerita.
"Tante akan bantu untuk mengeluarkan Mama kalian dari sana," putus sang Tante.
"Alhamdulillah," mereka bertiga mengucap syukur bersama.
"Malam ini kalian menginaplah di sini, sambil nunggu Om kalian pulang. Besok kita jemput Mama kalian sama-sama," ucap Tante Arin.
"Iya Tan, aku sih enggak apa-apa. Gimana bang Indra?" tanya Gita pada Indra yang sejak tadi hanya diam menyimak.
"Gampang, kalian menginaplah di sini, aku akan pulang. Rumah ku juga di sini," jawab Indra.
Hafidz terkejut, karena dia baru mengetahui jika Indra berasal dari Bandung, dan Indra memberi tahu jika di Jakarta adalah rumah sang nenek, dan dia sudah tinggal lama di sana, sejak masih SMA.
Indra berada di rumah Tante Arin hingg makan malam, Tante Arin yang memaksa Indra untuk makan di sana, dan pemuda itu pun tak bisa menolaknya.
🍁🍁🍁
"Apa kamu yakin?" tanya Tante Arin.
"Belum yakin juga sih Tan, tapi kita mau menyelidikinya. Makanya kami berdua memutuskan untuk membawa Mama ke sini, kasian kalau kami tinggal beberapa hari," jawab Gita.
Saat ini mereka berempat sedang berada di ruang keluarga. Om Ari baru saja kembali, dia juga terkejut mendengar cerita Gita dan Hafidz. Bersyukur karena akhirnya adik sang istri sudah diketahui kabarnya, ditambah dengan keponakan mereka juga sudah ditemukan.
"Om sama Tante percaya kalian bisa menyelesaikan ini semua, kalau kalian membutuhkan sesuatu jangan sungkan untuk meminta bantuan pada kami," ucap Om Ari.
"Makasih banyak Om, aku bersyukur memiliki kalian berdua," timpal Gita.
"Jika benar Sita yang sengaja membuang kamu, apa motifnya?" tanya Tante Arin yang tentu saja tak diketahui jawabannya oleh mereka.
"Entahlah Tan," Gita menghela nafas kasar.
Hafidz menunjukkan liontin itu, dia baru ingat dengan benda tersebut.
"Ini Tan, kata Ibu dan Bapak, mereka menemukan ini di dekat ku." Hafidz memberikan liontin tersebut.
Tante Arin terkejut, lalu memandang sang suami yang sepertinya sama terkejutnya. Meneliti liontin tersebut, sambil mengucap istighfar berulang kali.
"Ini memang milik Sita. Dulu Papa membelikan kalung ini pada mereka berdua. SH itu nama merek dan nama Papa. Aku juga punya," ucap Tante.
Membuat mereka makin yakin jika dalang semua ini adalah Tante Sita, adik kembar Mama.
Bersambung.....
🍁🍁🍁🍁
karena di bab awal seingatku nama sopirnya Tio, dan setelah itu disuruh kerja ke Padang.