Hamdan seorang siswa SMA kelas dua. Sedari kecil sudah tinggal di Panti sehingga dia tidak pernah tahu akan keberadaan orang tuanya.
Hamdan sangat suka silat tapi dia tidak punya bakat.
Setiap kali latihan, dia hanya jadi bahan ledekan teman-temannya serta omelin Kakak pelatihnya.
Suatu hari Hamdan dijebak oleh Dewi, gadis pujaan hatinya sehingga nyawanya hampir melayang.
Tak disangka ternyata hal itu menjadi asbab berubahnya takdir Hamdan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Munculnya Harimau Putih
Hamdan meneguhkan tekadnya. Dia bergerak maju. Akhirnya tangannya berhasil menyentuh saklar.
"Ctek..!"
Lampu langsung menyala menerangi ruangan yang penuh dengan barang-barang itu.
Mata Hamdan langsung menyapu sekeliling ruangan tapi tidak ditemukan tali halus atau pun rambut.
Hamdan merasa heran. Dia jelas-jelas memegangnya tadi tapi sekarang tidak ada lagi.
Ini adalah ruko tiga lantai yang dijadikan gudang oleh Bos Aheng.
Lantai pertama dan kedua penuh berisi berbagai macam barang.
Hamdan tinggal di lantai dua paling ujung.
Di sana sudah ada sekatan semac bilik yang hanya bisa tidur untuk dua orang. WC juga ada.
Tak jauh dari sana ada sebuah ruangan kecil yang bisa dianggap sebagai dapur.
Lengkap dengan kompor gas dan perlengkapan masak lainnya.
Setelah meletakkan tasnya, Hamdan membuka baju yang dipakainya.
Setelah itu dia langsung menyapu ruangan tersebut supaya layak untuk ditinggali.
Jam tujuh malam saat Hamdan selesai beres-beres dan mandi.
Tubuhnya dipenuhi oleh keringat bercampur debu.
Untung lah air mengalir dengan lancar sehingga Hamdan merasa nyaman.
Hamdan memasak mie rebus. Dia sudah sangat lapar karena belum makan sedari tadi.
Setelah makan, Hamdan duduk bersandar.
Mungkin karena terlalu lelah, akhirnya dia pun tertidur dengan nyenyak.
Saat dia tidur, seberkas cahaya tipis menyapu sekujur tubuhnya sehingga rasa lelah langsung hilang.
Begitu juga dengan sisa-sisa rasa sakit dan memar pun berangsur hilang tak berbekas.
Selama ini Hamdan memang tak pernah menyadari bahwa tubuhnya unik.
Dia hanya tahu apa pun luka atau cedera yang pernah dia alami pasti akan cepat sembuh.
Selama ini Hamdan percaya bahwa balsem atau obat salep mempunyai khasiat yang luar biasa bagi tubuhnya.
Nafas Hamdan bergerak dengan teratur. Dia tidur sangat nyenyak.
Hamdan tidak sempat lagi memikirkan tentang sosok han*u gentayangan itu.
Nyatanya memang suasana di gudang ini aman-aman saja. Tidak ada sedikit pun keanehan yang terjadi.
Namun saat jam di dinding hampir menunjukkan jam 12 nol nol, satu-satunya jendela di lantai dua itu mendadak terbuka dengan sendirinya.
Bersamaan dengan hembusan angin yang masuk melalui jendela yang terbuka, sesosok gadis berpakaian putih yang dipenuhi darah tiba-tiba muncul di kamar Hamdan.
Wajahnya pucat dan mata merahnya menatap lekat ke arah Hamdan tepatnya di leher Hamdan.
Ada sinar kegil*an di mata merahnya itu.
Rambut panjangnya yang tergerai, berkibar-kibar ditiup angin.
Dia berjalan mendekati Hamdan.
Tidak! Dia tidak berjalan, karena tidak ada nampak kedua kakinya menapak di lantai.
Dia melayang setengah jengkal di atas lantai.
Saat kuku-kukunya yang panjang hampir menyentuh leher Hamdan tiba-tiba terdengar suara auman Harimau yang menggetarkan kamar itu.
Sosok gadis berlumuran darah itu sontak tercekat.
Seperti ada teror di matanya.
Namun hal itu hanya sebentar.
Sosok itu kembali mendekati Hamdan.
Kedua tangannya mencekik leher Hamdan.
Namun di saat kedua tangan sosok gadis berlumuran darah itu hanya berjarak setipis kulit bawang dari leher Hamdan, kembali terdengar suara auman Harimau.
Kali ini lebih pelan tapi terasa menusuk jantung.
Bersamaan dengan hal itu, entah dari mana datangnya, tiba-tiba di samping kepala Hamdan, duduk berjongkok Harimau Putih yang sangat besar.
"Kamu ternyata punya nyali. Berani-beraninya kamu tetap akan menganggu anak keturunan aku pada hal sudah aku berikan peringatan sebelumnya."
Ternyata Harimau Putih itu dapat bicara!
Suaranya lembut tapi terkesan sangat dingin.
Pandangannya seakan-akan mampu membekukan darah seseorang.
Sosok gadis berlumuran darah itu tercekat.
Dia tidak bisa bergerak walau sedikit pun.
Bibirnya bergerak-gerak tapi tidak ada terdengar suara apa pun juga.
Hanya lewat pandangan matanya yang semerah darah itu kita bisa tahu bahwa sosok itu sangat ketakutan.
Aneh kan, han*u bisa takut!
Tapi begitu lah kenyataan yang terjadi.
Sosok gadis berdarah itu seperti memohon belas kasihan.
"Hmm."
Harimau Putih itu hanya mendengus.
"Tidak ada keringanan karena sebelumnya sudah diberi peringatan!"
"Tiada ampun bagi siapa saja yang berani menganggu anak keturunan aku!"
Lalu dari bola mata Harimau Putih itu melesat secarik cahaya selapis tipis.
Namun cahaya setipis itu mampu membakar sosok gadis berdarah itu tanpa ampun.
Hanya dalam sekelip mata, sosok gadis berdarah itu hilang ke alam ketiadaan tanpa menyisakan secuil debu sedikit pun.
Sosok yang selama ini selalu menghantui orang-orang yang tinggal di kawasan ini akhirnya menghilang untuk selama-lamanya.
Harimau Putih itu tetap santuy seperti tidak terjadi apa-apa.
Dia melirik ke arah Hamdan yang masih tetap tertidur pulas.
"Aku harap kamu masih bisa bersabar sedikit lagi cucu ku. Tunggu masa yang tepat. Mudah-mudahan kamu bisa bertahan."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Harimau Putih itu pun langsung menghilang.
Sekarang tinggal lah Hamdan yang masih tidur tanpa mengetahui bahwa dia hampir saja berpindah alam.
...****************...
Herman memarkirkan motornya dengan tergesa-gesa.
Dia langsung berlari ke arah pintu.
"Hamdan! Hamdan!"
Dia menggedor pintu gudang sembari berteriak keras-keras.
Untung saja tidak ada orang lain, jika tidak, sikapnya ini bisa disalah artikan.
"Ham..."
"Kreekk...!"
Hamdan muncul di depan pintu lengkap dengan seragam sekolahnya. Rupanya dia sedang bersiap untuk berangkat sekolah.
Karena Hamdan pergi dengan berjalan kaki, maka dia harus sudah berangkat saat masih pagi sekali.
"Bang Herman! Ada apa, Bang? Ayo masuk dulu, Bang."
Herman menatap Hamdan dari atas ke bawah.
"Kamu tidak kenapa-napa, Hamdan?"
Ternyata Herman sangat mengkhawatirkan nasib si Hamdan.
Walau pun mereka tidak akrab, entah mengapa Herman khawatir. Dia takut Hamdan diganggu oleh makhluk itu.
Saat melihat sikap Herman, hati Hamdan langsung menghangat.
Ternyata di dunia ini tidak kekurangan orang yang baik.
"Aku baik-baik saja, Bang. Seperti yang Abang lihat."
Hamdan tersenyum.
"Jadi kamu bisa tidur tadi malam?"
"Iya, Bang. Aku tidur dengan nyenyak."
"Kamu tidak mendapat gangguan sedikit pun dari makhluk itu?" Herman masih ingin meyakinkan.
"Tidak, Bang."
"Syukur lah kalau begitu." Herman menarik nafas lega.
"Kamu mau ke sekolah kan? Mari Abang antar."
"Tak usah lagi, Bang. Aku jalan kaki saja. Abang kan mau kerja. Nanti di marah sama Bos Aheng."
Herman jadi ragu. Sebentar lagi dia harus membuka toko.
"Abang pergi saja sana, Bang! Aku jalan kaki saja. Lagi pula aku tidak akan terlambat juga."
"Baik lah kalau begitu. Maaf ya, Hamdan. Abang pergi dulu."
"Oke, Bang." Hamdan melambaikan tangannya.
"Jangan lupa sampaikan pesan aku semalam sama Bos Aheng, Bang."
"Pesan apa?" Herman mengerutkan dahinya.
"Naikkan gaji aku!"
"Kampr*t!" Herman tertawa.
"Baik lah...baik lah... Nanti Abang sampaikan."