NovelToon NovelToon
Ketika Talak Telah Terucap

Ketika Talak Telah Terucap

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu
Popularitas:659.4k
Nilai: 4.8
Nama Author: Leny Fairuz

Pernikahan yang terjadi antara Ajeng dan Bisma karena perjodohan. Seperti mendapat durian runtuh, itulah kebahagiaan yang dirasakan Ajeng seumur hidup. Suami yang tampan, tajir dan memiliki jabatan di instansi pemerintahan membuatnya tidak menginginkan hal lain lagi.
Ternyata pernikahan yang terjadi tak seindah bayangan Ajeng sebelumnya. Bisma tak lain hanya seorang lelaki dingin tak berhati. Kelahiran putri kecil mereka tak membuat nurani Bisma tersentuh.
Kehadiran Deby rekan kerja beda departemen membuat perasaan Bisma tersentuh dan ingin merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, sehingga ia mengakhiri pernikahan yang belum genap tiga tahun.
Walau dengan hati terluka Ajeng menerima keputusan sepihak yang diambil Bisma. Di saat ia telah membuka hati, ternyata Bisma baru menyadari bahwa keluarga kecilnya lah yang ia butuhkan bukan yang lain.
Apakah Ajeng akan kembali rujuk dengan Bisma atau menerima lelaki baru dalam hidupnya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11 Curhat Ajeng

Semenjak mertuanya sudah mengetahui perpisahan mereka, dan mengatakan bahwa dalam hukum Islam Bisma telah sah  menjatuhkan talak padanya. Artinya secara hukum agama ikatan pernikahan antara ia dan Bisma telah terputus.

Ajeng tidak bersemangat dalam melakukan aktivitas semenjak perpisahannya dan Bisma dianggap sah secara agama. Belum ada yang mengetahui perpisahan yang terjadi kecuali Nurita. Tapi Ajeng yakin Mayang pasti sudah tau. Tidak mungkin mantan mertuanya menutupi dari putrinya sendiri.

Ia belum siap untuk memberitahu keluarga di kampung. Apa lagi belum satu tahun kepergian bapak. Dimas pun sedang ujian kenaikan kelas, tidak mungkin ia merecoki adiknya yang sedang berjuang untuk mendapatkan nilai terbaik. Sebelum ia memberitahu keluarga terdekatnya, ia benar-benar harus menyiapkan diri.

“Mbak, ngapain lo melamun dari tadi?”  Intan kini duduk di hadapannya pada saat keduanya menikmati makan siang di kafe yang keberadaannya tidak jauh dari kantor mereka.

“A apa ....? “  Ajeng gelagapan mendengar pertanyaan Intan.

Ia memang memikirkan jalan hidup ke depan yang bakal ia jalani bersama putri kecilnya. Di usia menginjak 28 tahun ia sudah menjabat status janda, yang di mata sebagian orang dipandang sebelah mata.

Ia tidak tau bagaimana menghadapi nyinyiran warga di kampung atas pernikahannya dengan orang kaya dari kota akhirnya kandas di tengah jalan.

“Kelihatan kalau mbak lagi ada masalah. Berat banget ya?” Intan bertanya dengan penuh perhatian.

Ajeng menegakkan punggungnya pada sandaran kursi. Tidak mungkin ia menceritakan aib dalam rumah tangganya. Cukup ia dan orang terdekatnya saja yang tau bahwa ia dan Bisma telah berpisah.

“Aku gak pa-pa,” Ajeng berusaha mengulas senyum.

“Gimana usaha nya di Malang?” Intan akhirnya merubah topik pembicaraan.

Ia cukup tau diri. Seniornya yang banyak digandrungi  atasan mereka di kantor sangat tertutup dengan urusan pribadinya.

Senyum  Ajeng mengembang mendengar pertanyaan yang barusan diucapkan  Intan. Benar apa yang dikatakan Sari, jika sudah masalah bisnis, ia akanbersemangat.

“Makasih atas rekomendasi  tanah kemaren ya .... “ Ajeng langsung mengingat tanah yang ditawarkan  Intan milik keluarganya di Malang.

“Jadi mbak positif mengambilnya?” Intan menatap Ajeng tak percaya.

Ajeng mengangguk mantap. Ia tak peduli Bisma menganggapnya matre. Selama uang dalam kartu debet selalu terisi setiap bulan, dengan bebas ia menggunakan untuk memperluas usaha yang kini semakin berkembang. Hanya itu yang membuatnya semangat sekarang.

“Wah, calon pengusaha masa depan kita,” Intan mengacungkan dua jempolnya pada Ajeng, “Padahal mas  Iman tuh udah pasrah  jika mbak gak jadi bayarnya. Dia memang membutuhkan uang itu.”

“Mungkin memang jodohku sama tanah mas mu,” jawab Ajeng antusias, “Lokasinya bagus, dekat dengan sekolah dan beberapa kantor.”

“Emang mau dibikin usaha apa mbak?” Intan terus mencecar Ajeng.

Di antara sekian banyak rekan sekantor di salah satu bank milik pemerintah tempat mereka bekerja sekarang, hanya Ajeng yang membuatnya nyaman untuk curhat.

“Rencananya mau bikin kost-kost an,” jawab Ajeng tenang.

“Mbak Ajeng sih enak. Modalnya banyak. Keluarga berada dan sultan sejak lahir,” Intan berkata terus terang.

Mendengar  keterusterangan Intan membuat senyum Ajeng mengembang. Ia tau Intan berasal dari kota Malang. Intan sering curhat tentang kehidupan keluarga mereka dan perjuangannya hingga berhasil diterima bekerja di bank milik pemerintah tempatnya mengais rejeki saat ini.

“Sama aja. Yang penting berjuang dengan ikhlas. Semua rejeki Allah yang mengatur.”

“Termasuk jodoh ya mbak,” Intan berkata dengan lesu.

Cintanya terhadap Edo rekan kantor yang kini pindah ke kantor cabang bertepuk sebelah tangan. Edo lebih tertarik pada  gadis yang berprofesi model terkenal di Surabaya.

“Ya .... “ raut Ajeng kembali sendu saat mengatakannya, “Jodoh, rejeki dan maut sudah menjadi hak mutlak Allah. Kita hanya berikhtiar dan berusaha menjalankan peran sebaik-baiknya.”

“Gak enak ya LDR-an terus mbak?”  Intan tak bisa  menahan keingin tahuannya.

Sudah satu tahun ia bekerja bersama  Ajeng, tapi tidak sekali pun ia bertemu dengan suami rekan seniornya itu. Saat acara aqiqahan Baby L pun, ia tidak melihat suaminya. Tapi ia yakin, melihat paras cantik Lala pasti papanya lelaki yang tampan dan menarik.

Ajeng berusaha tersenyum walau pun hatinya penuh luka. Ia menganggukkan kepala. Untuk kali ini ia tidak bisa menghindari kebenarannya.

“Memang lebih enak dicintai dari pada mencintai .... “ Intan berkata lirih seolah-olah untuk dirinya sendiri, tapi sungguh mengena bagi Ajeng.

“Udah yuk, tar lagi jam kerja,” ajak Ajeng  sambil menepuk bahu Intan yang masih asyik memandang kejauhan.

“Eh, iya mbak ... he he he .... “ akhirnya ia cengengesan menyadari pandangan menyelidik Ajeng yang tau arah lamunannya.

“Gak usah dipikirin. Yakinlah sama Allah, kalo udah jodoh pasti didekatkan. Begitu pun kalau bukan jodoh kita. Ada saja aral yang terjadi. Berarti dia bukan pasangan yang terbaik untuk kita,” Ajeng berkata perlahan untuk menguatkan hati Intan sekaligus dirinya sendiri yang masih gamang.

“Makasih ustadzah .... “ Intan mengacungkan jempol atas nasehat Ajeng yang membuat pikirannya lebih terbuka.

“Ngawur!” Ajeng melengos mendengar  ucapan Intan, karena dirinya belum tepat mendapat julukan tersebut.

Ia saja masih belum berpakaian sempurna dengan menutup aurat. Padahal sudah menjadi hukum Islam bagi perempuan yang sudah baligh dan berakal untuk menutup aurat dengan sempurna.

Ia belum siap, karena di lingkungan kerja belum ada dukungan untuk berpenampilan lebih islami. Ajeng pun memilih mengikuti arus kebanyakan.

Sepulang kerja  tepat jam 5 sore, Ajeng mampir di sebuah mini market untuk belanja bulanan keperluan rumah tangga serta baby L. Ia tersenym membayangkan putri kecilnya sudah di rumah bersama pengasuhnya.

Setelah keranjangnya penuh, Ajeng duduk sebentar untuk menghilangkan kepenatan setelah seharian beraktivitas. Ia menghela nafas berusaha membuang segala sesak yang tiba-tiba mendera membuatnya susah bernafas.

Setiap mengingat pernikahannya yang telah kandas membuat kesedihan Ajeng meningkat. Tiada lagi yang dapat ia perjuangkan sekarang. Bisma telah melepas ikatan pernikahan yang baru berjalan dua tahunan. Putrinyanya saja belum genap berusia satu tahun.

Masih kuat dalam ingatannya pernikahan megah dengan pesta mewah yang dilakukan di salah satu hotel bintang lima di Jakarta. Dengan segala pengorbanan serta kehadiran putri cantik mereka, tidak membuat pernikahan tanpa cinta berakhir dengan bahagia.

Kini hanya nestapa yang tertinggal dan Ajeng lah yang paling lara. Ia mengusap  setitik air mata yang kini menjadi teman setia, disaat dunia ia rasa mulai berpaling.

“Assalamu’alaikum ...”  suara lembut menyapa indera pendengarannya.

“Wa’alaikumussalam. Ustadzah Sari .... “ buru-buru Ajeng menghapus tetesan yang masih terasa lengket di pipinya begitu menyadari  Sari dan suaminya kini berdiri si samping tempat ia bersantai saat ini.

“Tumben sendiri?” Sari tersenyum mendengar panggilan Ajeng padanya.

“Abi ke dalam dulu umi .... “ Ustadz Zakri pamit pada keduanya.

Sari tersenyum sambil menganggukkan kepala menyetujui keinginan suaminya untuk meninggalkan mereka berdua.

Sari memandang lekat wajah sahabat sekampung yang di matanya telah berhasil menjadi perempuan sukses dan terpandang di desa kelahiran mereka. Tanpa Ajeng berkata, ia dapat melihat kesedihan yang begitu dalam dari sorot mata yang begitu sendu.

“Mungkin berat bagimu untuk bercerita,” Sari berkata pelan, tidak bermaksud untuk membuat Ajeng tersinggung, “Tapi selama ini kita selalu berjuang bersama. Walau hasil akhirnya Allah telah membuat takdir yang berbeda ....”

Mendengar ucapan Sari yang syarat akan makna, membuat air mata Ajeng jebol tak terbendung. Ia benar-benar tak memiliki kekuatan untuk tempat bersandar sekarang.

“Hei!  Kok  malah mewek?” Sari terkejut melihat Ajeng terdiam hanya pipinya kini penuh genangan air mata.

Ia tak punya tempat untuk mengadu.  Allah yang paling tau, bagaimana hancur hatinya atas mahligai yang beru terbina kini kandas karena suami yang tak pernah menginginkan kehadirannya.

“Bu Ajeng .... “ Sari berusaha bersikap formal untuk mengembalikan keterpurukan Ajeng ke mood perempuan tangguh yang selama ini selalu tampak dalam kesehariannya.

“Aku hancur Rii .... “ Ajeng berkata lirih dalam keterisakannya dengan air mata yang masih setia mengalir di pipi.

“Ajeng  Lestari Handayani seorang gadis tangguh dari Kediri. Kini telah  jadi wanita besi karena berhasil menaklukkan kerasnya kota Surabaya ....” Sari masih mengeluarkan jurus jitunya.

Ia paham, sahabatnya kini benar-benar dalam kondisi terpuruk. Ia tidak ingin ikut menangisi nasib Ajeng. Ia tau, jalan satu-satunya hanya menjadi pendengar yang baik. Ia yakin Ajeng bisa melalui dan mengatasi semua problematikanya sendiri. Yang ia butuhkan sekarang hanya teman untuk menguatkan.

Tanpa diminta Sari, akhirnya Ajeng mengeluarkan semua unek-unek yang telah sekian lama ia simpan. Tiada yang ia sembunyikan tentang kesedihan atas semua sikap dan perlakuan Bisma selama mereka  berumah tangga.

***Taqabalallahu mina wa minkum. Taqabalallahu ya Kareem. Minal Aidin wal Faiidzin. Mohon maaf lahir dan batin. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1Syawal 1444 H\, bagi readerku yang turut merayakan. Semoga kita selalu dalam kesehatan untuk saling mendukung. Maaf baru 'up' lagi ya ...

Otor sibuk bikin ketupat dan teman-temannya he he he... tenang aja episod Ajeng dan Bisma udah banyak kok, tinggal naik aja. Tetap dukung otor yang suka nulis tapi bikin reader kesayang kezallll ha ha ...

Semangat untuk kita semua .... ***

1
Ika Atikotul Maola
ceritanya menarik, beda dr yg lain. sayangnya sering terjeda.
Dian Wikyani
ka ,ini mana lanjutan y ,, penasaran udah lama bgt ,,blm di up ,,semoga outhor y sehat2 ya,jd bisa segera update lGi
Fitra Susanti
sudah tmat y thor???
Silvia
ini dah gak up lg
Ade Hendaya
lama menunggu waktu yang pas untuk de ajeng menentukan pilihan hati
ir
Luar biasa
Heni Purwaningsih
authornya kemana ya ,kok g update2 lagi
Queeny Geulitz Syahputri
alhamdulillah.. semoga semua di lancarkan.
Queeny Geulitz Syahputri
up
Sera
tumben up nya lama thor...

sehat2 othor...
Maudy
mantap
Tri Rahmawati
lanjut thor...ditunggu
Sopiaa
dewi tidak tau malu
Sopiaa
mangkanya bisma nyesalkan sdh buang berlian eeee malah mungut batu kali
Yati Susilawati
ayo dong up😘
Sopiaa
bisma bisma bisma
Satria Putri
seorang istri akan terlihat cantik & menarik d mata laki2 lain.
Ai Oncom
kok blm up ya..?
Desi Irawati
thor kpn up nya. ditunggu nih
Yayi Maryati
waduhhhh akubnungguin cerita ini up ,ampe pegel leher
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!