Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GOSIP
Karena harus membersihkan rumah yang memang besar serta memasak, Embun jadi kesiangan ke kantor. Minta nebeng sama Nathan, cuma disenyumin doang, alhasil dia berangkat naik ojol.
Dan sesuai dugaannya, dia terlambat sampai dikantor. Walhasil, telinga Embun sampai panas mendengar ceramah kenegaraan dari atasannya. Tapi yang paling gak enak didengar, ada ucapan yang entah apa maksudnya.
"Jangan mentang-mentang kamu ada backingan, jadi bisa seenaknya sendiri."
Backingan apa yang dimaksud, apa semua orang sudah tahu jika dia istri Nathan? Tapi jika ingat nada bicara atasannya yang cukup kasar, sepertinya bukan itu. Mana mungkin dia diperlakukan seperti itu jika mereka tahu dia istri bos.
Embun masih terus memikirkan kalimat itu, sampai sebuah pesan masuk keponselnya.
[ Datang ke ruanganku ]
Rasanya tak percaya, Rama masih berani mengirim pesan seperti itu padanya. Apa pria itu tak takut pada Nathan?
Brakk
Embun terjingkat kaget saat Cindy menggebrak mejanya. Temannya yang satu itu memang gak ada etika.
"Tadi pagi udah kena SP, sekarang masih aja kerja sambil main ponsel," Cindy geleng-geleng sambil melipat kedua tangan didada. "Gak ada takut-takutnya ya kamu Mbun. Jangan-jangan gosip itu bener?"
"Gosip," Embun mengerutkan kening. "Gosip apaan?"
Cindy memberi isyarat pada Embun agar mendekat lalu berbisik. "Kamu jadi simpenannya Pak Rama."
Embun menggeleng cepat. Meski beberapa waktu yang lalu hal itu memang benar, tapi dia tetap harus menyangkal. Sejak dulu dia selalu main aman, entah darimana orang-orang tahu jika dia bermain api dengan Rama.
"Katanya ada yang denger kamu cek cok sama Bu Navia di toilet. Tak hanya itu, ada juga yang katanya mergokin kamu pegangan tangan sama Pak Rama di cafe."
Embun seketika lemas. Habislah riwayatnya jika dicap pelakor. Karena bisa dibilang, pelakor jadi musuh bersama semua kaum hawa. Semoga saja gosip itu segera reda, kalau tidak, bisa-bisa dia kena bullying.
"Mbun, kok kamu bengong? Jangan-jangan bener ya, kamu pelakor?"
Embun langsung membungkam mulut Cindy. Teman teman satu bagiannya bisa dengar karena suara Cindy yang lumayan keras itu. Dan benar saja, hampir semua mata menatap kearah mereka sekarang.
"Hei kalian berdua, jangan ngobrol aja, kembali kerja," seru Delima. Entah hanya perasaan Embun saja atau apa, tatapan wanita itu padanya seperti menunjukkan kebencian. Bukan rahasia lagi jika Delima adalah janda karena suaminya direbut pelakor. Jangan sampai wanita jadi membencinya hanya gara-gara cap pelakor yang melekat padanya.
Cindy kembali kemejanya, sementara Embun, pikirannya tak karuan, dia tak bisa konsentrasi kerja. Disaat bersamaan, ponselnya berdering, ada nama Rama dilayar.
Embun segera merejeck panggilan tersebut lalu memblokir nomor Rama. Rencana balas dendamnya sudah gagal total, sepertinya lebih baik menjauh saja dari Rama. Ikhlaskan saja, biar Tuhan yang memberi balasan.
Tak berselang lama, ada lagi panggilan masuk. Kali ini, dari nomor yang tidak dikenal.
"Jangan-jangan ini Rama. Dia pakai nomor lain karena nomornya aku blokir." Malas meladeni Rama, Embun segera mereject panggilan tersebut. Tapi nomor itu kembali menghubunginya, sampai Embun kesal dan akhirnya memblokir nomor tersebut.
Embun kembali melanjutkan pekerjaan. Tapi baru sebentar, ada yang datang menemuinya.
"Mbak Embun, dipanggil ke ruangan Pak Nathan."
Orang tersebut langsung pergi setelah menyampaikan pesan. Cindy yang kebetulan mejanya bersebelahan dengan Embun, langsung berdiri dan mendekatinya.
"Mbun, kamu gak sedang mau dipecatkan?" tanya Cindy. "Secara kamu udah jadi orang ketiga dirumah tangga adiknya. Kamu sih Mbun, cari mati. Laki banyak di kantor ini, ngapain juga malah milih Pak Rama."
"Tau ah, berisik," Embun malas menanggapi. Dia memilih merapikan meja lalu menuju ruangan Nathan yang letaknya lumayan jauh dari ruangannya.
Tok tok tok
Embun mengetuk ruangan Nathan. Entah kenapa, perasaannya tak karuan.
"Masuk," terdengar sahutan dari Nathan dari dalam.
Embun mengatur detak jantungnya. Padahal mereka tinggal serumah, entah kenapa, mau ketemu Nathan rasanya tegang banget. Ini untuk pertama kalinya, Embun masuk keruangan Nathan.
"Kenapa nomor aku kamu blokir?"
Baru saja masuk, udah kena semprot. Belum lagi tatapan tajam Nathan padanya, nyali Embun seketika menciut. Jadi nomor tak dikenal yang dari tadi meneleponnya itu Nathan?
"Ma-maaf, aku gak tahu jika itu nomor kamu."
Nathan tersenyum devil, membuat Embun seketika merinding.
"Ternyata kalian masih berani kucing-kucingan dibelakangku."
Embun mengerutkan kening. Kucing-kucingan? apa yang dimaksud?
"Gak usah sok gak ngerti," bentak Nathan. "Barusan Rama manggil kamu keruangannya kan?"
Embun melongo, darimana Nathan tahu isi pesan Rama. Ternyata bukan hanya suara hatinya saja yang bisa didengar oleh pria itu. Isi ponselnya juga bisa dia lihat. Sungguh hebat, mungkin sudah layak disebut paranormal.
"Oh....jangan-jangan kamu blokir nomor saya karena kamu lagi berduaan dengan Rama?" Sorot mata Nathan sungguh menakutkan, sampai-sampai Embun sedikit gemetaran.
"A-aku gak ketemu sama Rama," Embun menggeleng. "Aku gak datang keruangannya."
Tanpa Embun tahu, Nathan sudah menyadap ponselnya.
Nathan beranjak dari kursi lalu menghampiri Embun yang masih berdiri didekat pintu. "Sepertinya kamu memang gak ada takut takutanya. Sebesar apa sih cintamu pada Rama hingga nyalimu sebesar ini? Bahkan sampai kamu nekat jadi pelakor?"
"Enggak," Embun menggeleng cepat. "Aku gak cinta sama Rama."
Nathan seketika tergelak. "Gak cinta, tapi rela datang ke Jakarta demi dia dan bersedia dijadikan istri kedua."
"Enggak," lagi-lagi Embun membantah. Amit-amit dia mau dijadikan istri kedua. "Aku ke Jakarta karena mau balas dendam sama dia."
"Balas dendam, atau gak bisa move on?" ledek Nathan sambil tersenyum miring.
"Beneran, aku udah gak cinta sama Rama. Aku cuma pengen bales perbuatannya padaku."
Nathan berdecih mendengar penuturan Embun. "Gak cinta tapi mau diajak ciuman, bahkan menikmati," Nathan tersenyum mengejek. Hari itu Navia mengadu jika melihat Rama dan Embun berciuman.
"Aku bersumpah bahwa aku tidak mencintai Rama."
Nathan memegang kedua bahu Embun sambil menatapnya tajam. "Lalu siapa yang kamu cintai?"
Embun terdiam sambil balas menatap kedua netra Nathan. Ada daya tarik tersendiri disana, sampai-sampai, dia merasa seperti terhipnotis.
"Siapa?" pekik Nathan sambil mengguncang bahu Embun.
"Kakak."
Embun buru-buru menutup mulutnya karena keceplosan. Entah apa yang merasuki, bisa-bisanya dia reflek bilang mencintai Nathan.
Ngomong apaan sih Mbun? Kamu gak mungkinkan cinta sama pria menyebalkan ini. Kamu hanya sedang terpesona sesaat karena dia ganteng dan kaya.
Nathan, pria itu sampai melongo. Ini diluar dugaannya. Dia sama sekali tak menyangka jika Embun akan menjawab seperti itu.
"Hehehe...becanda," Embun membentuk jarinya menjadi simbol V.
Sialan, jadi dia ngerjain aku.
Nathan merutuki dirinya sendiri karena sempat baper.
"Mau diajak berciuman, bukan berati cinta. Kalau Kakak mau, aku juga bisa nyium Kakak sekarang."
Nathan reflek melepaskan kedua tangannya dari bahu Embun. Ekspresinya yang gugup membuat Embun ingin tertawa. Ternyata seru juga ngerjain Nathan.
"Gimana, mau gak?" Embun memajukan wajahnya, membuat Nathan reflek mundur satu langkah. "Enak loh ciuman?" Embun kembali maju, pun demikian dengan Nathan, dia kembali mundur.
Astaga Mbun, kayak cewek murahan banget sih.
Sebenarnya Embun jijik juga menyadari kelakuannya. Tapi ada kesenangan tersendiri saat bisa memukul mundur Nathan.
"Stop," seru Nathan yang sudah mentok di dinding. "Aku jijik ciuman dengan bibir bekas Rama."
Embun langsung naik darah. Penghinaan sekali kalimat Nathan barusan. Kayak Nathan orang suci yang gak pernah ciuman saja.
"Yakin karena jijik?" Embun tersenyum miring. "Bukan karena kamu gay?"
Nathan langsung naik pitam dikatakan gay. "Jaga bicaramu."
"Tapi memang seperti itu gosip yang beredar. Bahkan kamu juga gak pernah nyentuh aku meski kita sudah nikah. Jadi mungkin kamu memang seorang gay."
"Aku bukan gay," Nathan mengepalkan kedua telapak tanganya.
"Apa buktinya."
Nathan menahan tengkuk Embun lalu mencium bibirnya. Mata Embun seketika melotot. Padahal tadi dia hanya ngerjain Nathan, tak benar-benar mau menciumnya. Tapi sekarang, situasi malah berbalik, Nathan menciumnya.
/Grin/
🥳🥳🥳🥳
🤣🤣🤣🤣🤣
Nathan 🤣🤣🤣