Sebuah rasa cemburu, membuatku melakukan hal yang paling gila. Aku nekat meniduri seorang pria yang sedang koma.
Tahun berlalu dan kini, ada sosok kecil yang membuatku hidup dalam kebahagian. Hingga suatu hari, sosok kecil yang tak lain adalah anakku dan pria yang koma waktu itu, membawaku kembali.
Kembali ke kehidupanku yang dulu. Tempat dimana, aku akan memulai kisah yang baru dari lingkungan yang sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sapaan Di Pagi Hari
" Jika Vanya bukan gadis dalam mimpimu, apa kau masih akan mengejarnya seperti orang gila?
Nathan meletakkan gelas yang tadi ia pegang. Ada sedikit desahan yang keluar dari mulutnya. " Apa aku terlihat begitu bodoh di matamu?
" Apa?!
" Entah Vanya adalah wanita yang ada di mimpiku atau bukan, dia tetaplah wanita yang aku inginkan. Bukankah sudah aku katakan? aku merasa, ada sebuah ikatan diantara kami. Aku tidak bisa menjelaskan padamu karena kau pasti tidak mengerti.
Lexi mendesah sebal. Lagi-lagi dia sendirilah yang terpojokkan. " Baiklah. Terserah kau saja. Aku hanya merasa heran dengan caramu jatuh cinta.
Nathan menatap Lexi jengah. " Cobalah jatuh cinta dengan wanita lain. Mungkin saja, kau akan merasakan apa yang aku rasakan.
" Cih! tidak mau. Aku tidak mau menjadi gila sepertimu.
Nathan tersenyum. Gila ya? aku bahkan tidak tahu, bagaimana cara Vanya membuatku gila. Aku gila setiap kali mengingatnya. Aku selalu ingin tersenyum. Aku juga selalu merindukan malam itu.
***
Gaby menerima sebuah pesan yang berisi Photo Vanya dan Nath tang sedang bermesraan di sebuah Restauran.
" Jadi wanita ini? karena dia kau mengacuhkan ku? wanita yang bahkan tidak lebih cantik dariku. Kenapa? apa lebihnya wanita itu? " Gaby menggenggam kuat ponselnya lalu menghempaskan begitu saja dilantai. " Lihat saja nanti. Aku tidak akan membiarkan wanita yang tidak layak ini menggantikan ku.
Pagi mulai tiba. Seperti biasanya, Vanya melakukan aktifitas paginya. Mulai hari ini, dia dan Sherin bergantian mengantarkan Berly dan Nathan ke sekolah.
Dengan langkah yang semangat, Vanya berjala menuju kantor. Tapi, semangat itu tiba-tiba luntur saat sudah mendekati Lobby. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat. Mengingat janjinya kepada Presdir Nath hari ini. Jika bisa, Vanya ingin melebarkan senyum karena merasa bahagia meski baru saja ia merasa gugup. " Oh yes! aku harus semangat. Tidak boleh teralihkan oleh janjinya yang kemarin.
" Selamat pagi? " Suara dari balik punggung Vanya. Siapa lagi jika bukan Presdir Nath yang seperti hantu. Tiba-tiba saja datang sudah seperti hantu.
Vanya terperanjak. " Oh ya ampun! " Sontak Vanya memutar tubuhnya ke arah sumber suara.
" Pre, Presdir?
Nath mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Vanya. " Nath. Panggil aku Nath.
" Yang, yang benar saja. Ini kan di kantor. Disini kau kan Bos ku? " Vanya yang tadi terlihat ceria, kini terlihat sangat gugup. Apalagi, saat ia melihat Sekretaris nya berdiri tak jauh darinya sembari menggeleng heran.
Nath membalikkan tubuh Vanya ke posisi sebelumnya. Merangkul lehernya dan mengajaknya memasuki Lobby.
" Pre, presdir jangan begini. " Vanya mencoba menyingkirkan tangan Nath yang mengalung di lehernya. Bukanya terlepas, tangan itu justru semakin kuat ditekannya.
" Jangan banyak memberontak jika tidak ingin semua orang melihat adegan yang lebih. " Ancam Nath yang sama sekali tidak perduli dengan tatapan para pegawai yang kini sibuk menatapnya.
Jangan tanya bagaimana merahnya wajah Vanya. Dia benar-benar sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Mau memberontak pun, dia takut kalau Presdirnya akan melakukan hal gila di hadapan para pegawainya.
Ya ampun, apa-apaan si orang ini? dia tidak tahu ya? semua pegawai wanita menatap sinis ke arahku? ya Tuhan, semoga aku di lindungi dari para wanita-wanita yang sedari tadi ingin mencabik-cabikku.
" Selamat bekerja sayang. " Ucap Nath saat sudah sampai di pintu lift. Tak lupa, Nath juga melambaikan tangan dengan senyum manis yang tertinggal di otak Vanya.
Ya Tuhan, manisnya....
Vanya tiba-tiba tersadar saat beberapa wanita tak henti-hentinya menatap benci ke arahnya. Dengan secepat mungkin Vanya melangkahkan kaki menuju Divisinya. Vanya terengah-engah karena lumayan jauh dia berlari.
Untung saja masih sepi. Tapi, cepat atau lambat pasti akan tersebar gosipnya kan? Huh...! tidak bisa aku bayangkan wajah Manager Nimi nantinya.
***
" Nath, kau benar-benar butuh psikolog yang mahir. " Ujar Lexi sembari menatap sebal ke arah Nath.
" Kenapa? " Jawab Nath tanpa menatap Lexi. Matanya sibuk memeriksa berkas-berkas di mejanya.
" Tidak bisakah kau bertingkah biasa-biasa saja. Jika ingin bermesraan, kau bisa melakukannya di luar kantor kan?
" Kenapa kau keberatan?
" Ini sudah sangat tidak wajar Nath. Apa yang akan kau jelaskan nantinya? " Lexi semakin meninggikan intonasinya.
" Tidakkah kau melihat? aku bahkan tidak perduli.
Lexi semakin kesal dibuatnya. Dia merasa heran dengan presdirnya ini. Baru saja dia terlihat manis dan menggemaskan. Tiba-tiba sekarang, dia kembali menjadi Nath yang terkesan angkuh dan dingin. Apa aku harus memajang photo gadis itu disini agar Suasana hati Nath selalu bagus?
" Nath, aku ingin kau sedikit memperdulikan image mu. Kau adalah Presdir disini. Jadi tolong, berikan contoh yang baik untuk para pegawai mu. " Sudahlah, dari pada menahannya dan menjadi penat, lebih baik Lexi mengatakan apa yang dia ingin katakan sedari tadi.
Nath menatapnya tajam. Kesal yang juga ia tahan, semakin tak terbendung lagi. " Lexi, kau ingin mengambil cuti tahunan?
Meski sempat bingung, Lexi mengangguk setuju. Memang sudah hampir tiga tahun dia belum mengambil cuti tahunan.
Nath tersenyum. " Benarkah? " Lexi masih mengangguk.
" Baiklah, pergi sekarang ke Antartika. Habiskan sisa hidupmu disana.
" Apa?! " Lexi menatap Nath penuh dengan kekesalan. Memang benar, Nath hanya akan bersikap lembut dan menggemaskan dihadapan Vanya. Ternyata, mengharap sikap lembut dari Nath untuk Lexi tidak akan pernah terjadi walau hanya di dalam mimpi.
***
Vanya terus saja menghela nafas karena terganggu dengan bisik para pegawai lainya. Apalagi kalau bukan tentang Vanya. Kejadian tadi pagi sudah bisa Vanya prediksi bahwa akan jadi begini. Meski Vanya enggan menanggapinya, tetap saja hatinya merasa sakit. Tuduhan perusak hubungan lah, orang ketiga dan lain sebagainya. Yang paling membuat Vanya kesal adalah, mereka membawa putra semata wayangnya. Anak yang dia cintai setulus hati, harus menerima hujatan meski dia tidak mengenalnya.
Kenapa harus begini? setiap kali aku ingin mengambil tindakan besar dalam hidupku, selalu saja terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Hari ini mereka hanya menghujat dan menatap tajam kepadaku. Aku benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi besok.
" Ikutlah ke ruangan ku. " Perintah Manager Nimi. Jangan tanya bagaimana mimik wajahnya. Hanya Tuhan yang tidak mengkerut melihat ekspresinya yang begitu menyeramkan.
" Iya. " Vanya melangkah mengikuti Manager Nimi. Sudah pasti Vanya juga bisa menebak apa yang akan dikatakan Manager Nimi. Beberapa waktu yang lalu, wajah penuh api cemburu benar-benar terpancar dari seorang Manager Nimi. Kali ini, Vanya harus bisa mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk.
Ini gara-gara anda Presdir Nath. Semua orang memusuhiku. Kalau saja aku dipecat, kau harus mengganti rugi sepuluh kali lipat. Oh, tidak tidak. Dua puluh. Atau mungkin, tiga puluh kali lipat.
" Apa kau lupa peringatan dariku? " Nada bicaranya memang biasa saja. Tapi sorot matanya yang seolah menusuk sampai ke paru-paru itu, benar-benar membuat Vanya merasa sesak nafas.
" Aku ingat. " Vanya menyingkirkan segala rasa gugup dan takutnya. Kali ini, bukan Vanya yang salah. Jadi untuk apa merasa takut? bukankah orang yang selalu diam dan mengalah akan menjadi sasaran empuk bagi para pembenci seperti Manager Nimi?
" Kau berani sekali berkata ingat tapi kau melanggar! " Manager Nimi menatap Vanya kesal. Rasa cemburu membuatnya buta untuk melihat kebenaran. Baginya, entah siapa yang merayu, sudah pasti Vanya yang salah.
" Aku tidak melanggar. Presdir Nath yang selalu mendekatiku.
" Pembohong! kau pikir ka siapa hah?! Kau adalah seorang wanita yang memiliki anak tanpa suami. Memang kau pikir kau pantas?!
Vanya menyunggingkan senyum meski hatinya benar-benar hancur. " Lalu, apa yang pantas untuk Presdir adalah anda?
" Aku tidak pernah mengatakan itu. Jangan mengalihkan pembicaraan.
Vanya mengepalkan kedua tangannya. Sudah tidak bisa lagi dia menahan hinaan yang keterlaluan ini. Lagi pula, percuma saja menjelaskan pada orang yang membenci kita. Bukankah sama halnya menjelaskan kepada anjing? bahwa daging lebih nikmat dari pada tulang? " Manager Nimi, kalau anda begitu cemburu, berusahalah mendapatkan perhatian Presdir. Ups,.. tapi aku tidak yakin sih, soalnya presdir terlalu sibuk memperhatikan ku.
To Be Continued.