Kesempatan kembali ke masa lalu membuat Reina ingin mengubah masa depannya yang menyedihkan.
Banyak hal baru yang berubah, hingga membuatnya merasakan hal tak terduga.
Mampukah Reina lari dari kematiannya lagi atau takdir menyedihkan itu tetap akan terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuntutan Elke
Kemarin, ada seorang mahasiswa yang baru saja keluar dari toilet, saat melihat Elyana, mahasiswa yang juga penggemar berat Elyana saat di SMA itu diam-diam merekamnya.
Kemudian kejadian tak terduga terjadi. Elyana justru melakukan tindakan ceroboh dan justru memfitnah Reina.
Meski ketakutan, mahasiswa dengan penampilan cupu itu tetap merekamnya.
Setelahnya dia memilih berlalu dan kembali ke barisan para mahasiswa.
Para mahasiswa tak ada yang tahu kejadian di dalam ruang makan.
Setelah selesai ospek, Maira dan Riko terkejut karena stand mereka kosong. Para penjaga stand hanya menceritakan jika stand milik mereka dibatalkan karena penjaganya membuat keributan dan menyebabkan seorang mahasiswi terluka.
Keduanya mencari jawaban di ruang staf dan jawaban mereka sama. Bahkan berita itu sudah menyebar dan menjadi buah bibir di kampus.
Tubuh Maira meluruh, dia percaya pada Reina. Gadis itu tak mungkin membuat keributan hingga menyebabkan kerugian untuk Elke.
Apalagi dia sangat mengenal keduanya. Saat melihat group kampus, bahkan dia ingin menangis saat wajah Reina terpampang menjadi topik utama pemberitaan.
Yang lebih miris, dua sahabat baiknya memberikan komentar yang pasti akan menyakiti hati Reina andai gadis itu membacanya.
Riko sendiri berasal dari sekolah lain, oleh sebab itu dia tak mengenal baik Reina. Dia juga merasa sedih saat stand tempatnya bekerja sudah tidak ada, padahal dia sudah mengiklankan pada teman-temannya agar mau mencicipi makanannya.
Saat hendak menyusul Maira, matanya terpaku pada seorang mahasiswa yang tengah duduk seorang diri dan melihat sebuah video.
Riko berjalan pelan dam berdiri dibelakangnya. Matanya terbelalak saat melihat video itu adalah kejadian tadi.
Dia lantas merebut ponsel mahasiswa itu. Setidaknya dia ingin mengamankan video itu.
"Kembalikan ponselku! Kenapa kamu mengambilnya!" sentak mahasiswa itu gugup.
"Kamu itu benar-benar pecundang, saat kamu melihat sesuatu yang tidak adil, kamu justru memilih bersembunyi dan menutup mata!" sentak Riko kesal.
Maira yang melihat keduanya lantas mendekat. Mahasiswa itu semakin ketakutan karena menjadi tontonan orang-orang.
"Ada apa Rik?"
"Mai, salin rekaman video dari ponsel ini segera. Ternyata ada bukti yang bisa menyelamatkan Reina!" pinta Riko sembari memberikan ponsel milik mahasiswa itu.
"Tolong jangan libatkan aku, aku takut! Kalian tahu aku hanya seorang mahasiwa beasiswa, keluargaku sederhana, bagaimana kalau keluarga Elyana menyakiti keluargaku?"
"Kamu tenang saja, kami akan melindungimu. Yang penting kamu harus mau menjadi saksi untuk masalah ini. Apa kamu ngga kasihan sama Reina? Jelas-jelas dia difitnah!"
"Kamu orang baik, aku percaya itu. Aku janji kamu akan baik-baik aja," ucap Maira menenangkan.
Mereka tak bisa memberitahukan Elke dan juga Reina karena mau bagaimana pun kegiatan kuliah tak bisa mereka tinggalkan begitu saja.
Ingin langsung melaporkan kejadian itu juga mereka tak bisa karena bagaimana pun mereka seorang remaja yang bisa saja malah mengalami diskriminasi.
Jadi mereka memutuskan diam dan akan meminta bantuan Elke yang pasti lebih dewasa dalam menangani masalah ini.
Benar saja, kafe dalam keadaan sepi. Bahkan kue-kue mereka bagikan di jalan karena tak ada satupun pembeli, di tambah dengan kue yang sudah di pesan oleh kampus justru dibatalkan.
Maira dan Riko tak membuang waktu dan segera menjelaskan kejadian tadi.
Wajah Elke berbinar cerah seketika. Namun kembali terlihat murung.
"Kenapa Non?" tanya Maira bingung.
"Aku udah bersikap ngga adil sama Reina. Dia pasti sedih. Apa kita jelaskan saja sekarang sama dia?"
"Reina udah ngga ada, dia di suruh pulang sama Ka Tita. Coba aku hubungi dia, dia pasti senang."
Saat Maira hendak meneleponnya ternyata ponsel beserta tas Reina tertinggal di kafe, oleh sebab itu mereka akan ke rumah Reina dengan alasan itu.
.
.
"Berdamai? Baiklah. Syaratnya mudah, silakan Nona Elyana membuat video pengakuan di group kampus dan membersihkan nama Reina dan juga kafe saya aja," ujar Elke dengan tersenyum tipis.
Mata Elyana membulat seketika. Menurutnya permintaan Elke sangat merugikannya.
Membuat pengakuan akan sikapnya kemarin jelas akan menghancurkan reputasinya.
"Nggak! Aku ngga mau! Mamih," adunya pada sang ibu.
Dia tak mau melakukan itu, membayangkan para mahasiswa pasti akan menghujatnya membuat dia ketakutan setengah mati.
Demi Tuhan Elyana tak mau melakukan hal itu, lebih baik ibu dan ayah tirinya mengeluarkan uang untuk membungkam wanita sialan itu.
"Apa-apaan ini. Sama saja kamu meminta anak saya mempermalukan diri sendiri. Lebih baik saya bayar saja kamu. Katakan kamu minta berapa?" sentak Meike kesal.
Hendro panik bukan main, jika harus mengeluarkan uang lagi, dia tak tahu harus mengambil dana dari mana lagi. Semua keuangannya sedang dalam keadaan darurat.
Bahkan pinjaman di Bank saja belum bisa dia lunasi. Jika harus membayar Elke dia tak tahu akan sehancur apa keuangannya.
Elke bangkit berdiri. "Saya ngga memerlukan uang kalian, pilihannya hanya dua, buat video pengakuan, atau kita selesaikan ini di pengadilan."
.
.
.
Lanjut