Yasmin, janda muda dan cantik harus menerima jadi istri simpanan seorang pria kaya dan sudah beristri. Berawal dari pertemuan tak sengaja Reynald dengan Yasmin yang tak lain adalah karyawannya sendiri di dalam lift perusahaannya. Reynald tertarik pada pandangan pertama dan setelah ditelusuri Yasmin ternyata memiliki pekerjaan sampingan sebagai wanita panggilan.
Reynald merupakan seorang pengusaha di bidang properti dan real estate. Ia memiliki seorang istri cantik dengan segala kegiatannya sebagai sosialita. Hidup bergelimang harta membuat Aurel lupa diri hingga terlibat perselingkuhan dengan pria lain, hal itulah yang membuat Reynald perlahan mencari pelarian untuk melayani hasrat sexnya. Sedangkan Yasmin menerima jadi istri simpanan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup dirinya dan keluarga.
Apakah pernikahan Yasmin dengan sang BOS bisa terendus? Dan apakah pernikahan mereka berdua murni karena *** semata?
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Jayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Ibu tidak setuju!" Ambar menentang keras keputusan puteranya untuk berpisah dengan Silvia.
"Ibu tidak bisa mengancamku lagi. Keputusanku sudah bulat," ujar Reynald.
"Dia sedang hamil, Rey. Kamu tidak bisa menceraikannya."
"Janin itu bukan milikku. Aku tidak pernah menyentuhnya sejak dia berkhianat. Asal Ibu tahu, hubungan kami tidak pernah membaik sejak saat itu," ungkap Reynald membuat Ambar menatapnya tak percaya.
"Jadi hampir dua tahun ini hubungan kalian tidak seperti yang Ibu bayangkan?" Ambar bertanya seakan tak percaya.
Reynald mengangguk lemah.
"Ya ampun." Ambar menggeleng tak percaya.
"Makanya aku lelah, Bu. Aku lelah membohongi Ibu. Kami terus berpura-pura bersikap baik dan manis seakan-akan kami adalah pasangan bahagia. Dan asal Ibu tahu, Silvia sudah berani membuat Yasmin hampir kehilangan janinnya." Tegas Reynald tanpa ada yang ditutupinya lagi.
Ambar mendesah pelan. Dia telah salah selama ini, dia mengakui pernikahan dengan keadaan yang dipaksakan tidak akan pernah berhasil.
"Ibu terpaksa mengatakannya. Jika memang keputusanmu menceraikannya adalah jalan terbaik, Ibu tidak akan bisa menentangnya lagi," ucap Ambar berderai air mata.
***
"Waah banyak sekali makanannya." Mata Yasmin melebar melihat banyak sekali makanan di atas meja.
"Tuan sangat perhatian sekali ya, Non. Kirim banyak makanan, sempet loh di saat pekerjaannya yang sangat sibuk. Sayang banget sama Non, Bibi jadi kepengen kaya tuan satu," ujar Marni sambil mengangkat telunjuk tangannya.
"Apaan sih, Bi. Suami saya limited edition. Nggak bisa dibagi-bagi." Keduanya tergelak memakan makanan di hadapan mereka.
Makanan yang dibawakan Reynald sangat menggiurkan, rujak dan beberapa kudapan lain.
"Aduh, Non. Bibi bisa-bisa gemuk ini makan sebanyak ini." Marni menepuk-nepuk perutnya yang membuncit.
"Hahaha.. nggak apa-apa. Biar sehat dan gemoy, Bi." Yasmin kembali tergelak sendirian. Bersyukur ada Marni, kehadirannya tidak membuatnya merasa sendirian.
"Jangan dong, Non. Kalau Bibi gendut nanti pak Yanto nggak bakalan tertarik lagi sama Bibi," ujar Marni.
"Siapa pak Yanto, Bi?"
"Itu loh satpam komplek. Kemarin nembak Bibi katanya mau serius sama Bibi. Padahal di sini kan Bibi baru yah." Perasaan senang sekaligus bangga terlihat jelas di wajah Marni.
Yasmin mencoba menahan dirinya untuk tidak tertawa. Di usia Marni yang yang tidak muda lagi terdengar lucu bagi Yasmin.
***
Yasmin menyambut kedatangan Reynald bahkan membawakan tas kerjanya. Wajah istrinya tersebut terlihat sangat ceria sekali.
Yasmin segera menghambur memeluk suaminya.
Reynald membalas pelukan Yasmin.
"Aku kangen, Mas," ucap Yasmin di pelukan suaminya.
"Aku juga, Sayang. Maaf hari ini tidak sempat mengabarimu. Banyak pekerjaan di kantor. Ibu juga sudah pulang tadi siang," timpal Reynald sambil membelai rambut istrinya.
"Besok aku sudah kembali masuk kerja ya, Mas. Nggak enak sudah mau tiga hari izin sama bu Farah. Lagian ayah juga kondisinya masih sama." Mendadak Yasmin tampak sedih bila mengingat tentang ayahnya.
"Lakukan apa yang kamu mau. Dengan catatan bodyguard tetap harus mengikuti kemanapun kamu pergi." Reynald mengingatkan.
"Siap, Bos," jawab Yasmin. "Dan terima kasih, Mas," sambungnya lagi.
Reynald mengurai pelukannya.
"Terima kasih untuk apa?" tanya Reynald sambil menghela Yasmin menuju kamarnya.
"Terima kasih karena kamu sudah mengirimkan makanan begitu banyak, sampai aku dan bi Marni kekenyangan," jawab Yasmin.
Kening Reynald mengerut.
"Benarkah? Perasaan aku tidak mengirimkan makanan untukmu. Sebentar, siapa tahu aku lupa." Reynald memeriksa catatan pesanan di aplikasi jasa kirim makanan online dan sama sekali dia tidak memesan apapun.
"Aku tidak memesannya, Sayang." Reynald menatap serius Yasmin.
"Tapi, katanya itu darimu." Perasaan Yasmin jadi tidak nyaman.
"Coba lihat, makanan apa yang kamu makan." Reynald melonggarkan dasi yang sedang dikenakannya. Dia merasa sesuatu yang mencurigakan telah terjadi.
Yasmin menunjukan sisa makanan yang disimpan di dalam lemari es dan juga sisa bungkusannya yang berada di tong sampah. Tidak ada yang mencurigakan dan sampai saat ini tidak ada yang terjadi pada diri Yasmin.
"Katamu bi Marni juga memakannya?" Selidik Reynald.
"Iya, Mas. Aku dan bi Marni memakannya berdua."
"Coba panggil bi Marni," titah Reynald.
"Bi.. Bi Marni." Yasmin memanggil.
Beberapa detik tetap tidak ada jawaban.
"Ke mana bi Marni. Biasanya kalau dipanggil langsung datang. Aku panggil dulu ke kamarnya ya, Mas."
"Kita lihat sama-sama," ujar Reynald. Mereka berdua menuju kamar Marni yang letaknya di belakang.
"Bi.. Bi Marni." Yasmin mengetuk pintu kamarnya.
Tetap tidak ada jawaban.
"Mas, ko aneh ya," ucap Yasmin.
"Kita buka saja," ujar Reynald melangkahkan kakinya mendekati pintu. Reynald membuka handle pintu kamar marni.
Mata keduanya menyapu seluruh ruangan kamar. Kosong.
"Mas, bi Marni nggak ada."
"Pintu kamar mandinya terbuka. Coba kamu cek," titah Reynald
"Bi Marni." Teriak Yasmin melihat tubuh Marni tergolek tak sadarkan diri di kamar mandinya.
Reynald bergegas melihat keadaan ART-nya.
"Bi." Yasmin mengguncang bahu Marni.
"Kita bawa ke rumah sakit. Kamu suruh siapkan mobil."
Yasmin menjalankan perintah Reynald, dalam situasi seperti itu dia sama sekali tidak bisa berpikir jernih.
Salah satu bodyguard di rumah mengangkat tubuh Marni ke dalam mobil. Dengan pengawalan, Reynald sendiri yang membawa Marni ke rumah sakit.
Saat mengemudikan mobilnya, Reynald terus berpikir mungkin saja Marni tak sadarkan diri setelah memakan makanan tersebut.
"Sayang, apa bi Marni pernah cerita sama kamu kalau dia punya penyakit atau gejala yang sedang dia rasakan?" Selidik Reynald.
"Tidak, Mas. Bi Marni tidak mengeluhkan apa-apa. Aku tadi lihat bi Marni sangat sehat. Apa jangan-jangan bi Marni keracunan dari makanan itu?" Yasmin mendadak sangat cemas.
"Jangan dulu berpikiran yang lain-lain tenangkan dirimu. Bisa jadi bi Marni terkena serangan jantung," ucap Reynald menenangkan istrinya.
"Ya ampun." Yasmin menggusah wajarnya. Dirinya diliputi ketakutan. Perbuatan yang dilakukan Silvia kemarin lusa masih membekas.
"Sudah sampai. Jangan jauh-jauh dariku!" Tegas Reynald.
"Iya, Mas," jawabnya lemah.
Brangkar rumah sakit sudah membawa Marni ke ruang IGD dan segera mendapatkan penanganan medis.
Yasmin tak henti-hentinya mengharap cemas, dia terus mondar-mandir di depan IGD.
"Duduklah, jangan terlalu cemas. Kita akan tahu keadaannya setelah dokter keluar," ucap suaminya.
"Tapi, ini sudah satu jam. Dan dokter belum juga keluar."
"Sabarlah, ayo duduklah," ajak Reynald menepuk tempat di sebelahnya.
Yasmin mengalah, dia duduk tenang sambil menunggu dokter bekerja. Seketika rasa penasaran kembali bergelayut dalam dirinya.
"Dok." Yasmin langsung berdiri ketika melihat dokter keluar dari ruang tindakan.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Reynald.
"Setelah kami memeriksa sample darahnya di lab. Kami mendapatkan ada zat yang bisa membuat nyawa pasien terancam," ujar dokter tersebut.
Seketika Yasmin menelan kasar salivanya.
"Apa? Membahayakan?" tanyanya tak percaya.
Reynald sudah mengira dari awal, ada sesuatu yang terjadi.
"Kalau bi Marni keracunan, aku juga harus keracunan. Masalahnya kami memakan makanan yang sama. Apa ada yang ingin mencelakakanku, Mas?" Yasmin sangat ketakutan.
"Kita akan serahkan masalah ini ke polisi. Kamu jangan khawatir. Tenanglah." Reynald menarik Yasmin ke dalam pelukannya. Mengalirkan rasa nyaman pada istrinya.
'Kenapa masalah terus-terusan datang menghimpitku?' batin Yasmin.
***
BERSAMBUNG... MAKASIH SUDAH KOMEN DAN LIKE
aku takut ni jebakan ...
jgn smpai kmu mnyesal.
dan taruhannya rumah tanggamu bersama Renata....
smga aja mama mu kena serangan betulan ... krna tau sifat Silvia seperti apa..
jgn ya Rey....baca dlu isi surat nya .kli aja jebakan bedmen ... hahahhah