Setelah menikahi Ravendra Alga Dewara demi melaksanakan wasiat terakhir dari seseorang yang sudah merawatnya sejak kecil, Gaitsa akhirnya mengajukan cerai hanya dua bulan sejak pernikahan karena Ravendra memiliki wanita lain, meski surat itu baru akan diantar ke pengadilan setahun kemudian demi menjalankan wasiat yang tertera.
Gaitsa berhasil mendapatkan hak asuh penuh terhadap bayinya, bahkan Ravendra mengatakan jika ia tidak akan pernah menuntut apa pun.
Mereka pun akhirnya hidup bahagia dengan kehidupan masing-masing--seharusnya seperti itu! Tapi, kenapa tiba-tiba perusahaan tempat Gaitsa bekerja diakuisisi oleh Grup Dewara?!
Tidak hanya itu, mantan suaminya mendadak sok perhatian dan mengatakan omong kosong bahwa Gaitsa adalah satu-satunya wanita yang pernah dan bisa Ravendra sentuh.
Bukankah pria itu memiliki wanita yang dicintai?
***
"Kamu satu-satunya wanita yang bisa kusentuh, Gaitsa."
"Berhenti bicara omong kosong, Pak Presdir!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Main
"Awasi wanita itu," bisik Ravendra tenang, membuat seseorang yang berdiri tidak jauh darinya mengangguk sebelum pergi tanpa menimbulkan suara.
Presiden Direktur Dewara Grup itu melangkah pelan menuju ruangannya. Denara yang baru saja duduk kembali berdiri saat melihat Ravendra datang dengan dua plastik putih besar. Berbagai makanan ringan bahkan es krim terlihat di baliknya.
"Gaitsa sudah datang?"
"Sudah, Pak. Saya langsung membawa Bu Gaitsa ke ruangan sesuai perintah Bapak sebelumnya," jawab Denara sopan, gemetar di tubuhnya sudah menghilang sejak melihat Ravendra.
Pria itu mengangguk dan melangkah pergi, berniat langsung ke ruangannya menemui Biyu. Langkahnya terhenti saat Denara memanggil pelan. "Ada apa?" tanyanya saat wanita itu malah menunduk dan terlihat ragu.
"Anu ... Pak, saya tidak bermaksud menjelekkan siapa pun," katanya seraya meremat jemari.
"Katakan!"
Denara berdeham sebelum berbisik, "Tadi saat Bu Gaitsa datang, saya memperhatikan wajah anak di gendongannya karena sangat imut dan tampan. Tapi Bu Gaitsa malah marah dan bilang akan membuat saya tidak bisa melihat lagi kalau masih menatap bayinya. Saya benar-benar hanya terpesona dengan wajah imut anak itu, tapi sepertinya Bu Gaitsa tidak suka."
Ravendra menarik napas panjang sebelum menghembuskannya perlahan. Denara, wanita yang ia pikir berbeda dari para sekretaris sebelumnya, malah membuat kesalahan fatal dengan menceritakan sesuatu yang sudah Ravendra lihat. Ia tidak mengerti kenapa Denara repot sekali menceritakan hal seperti itu.
"Kamu pasti melakukan kesalahan," ucap Ravendra menanggapi, membuat wanita bersurai panjang yang masih berdiri di balik mejanya tertegun.
Ravendra kembali memutar tubuh dan berjalan menuju ruangannya. Pria itu berhenti saat tangannya berada di pegangan pintu, menoleh pada Denara yang masih terpaku.
"Kamu pasti sudah tahu status Gaitsa, kan? Mulai sekarang panggil dia Nyonya Dewara," pungkas Ravendra sebelum mendorong pintu dan masuk, langsung tersenyum melihat bayi tujuh bulan yang sedang berdiri sambil berpegangan pada sofa.
"Dari mana?" tanya Gaitsa, melirik dua kantong kresek yang isinya membuat kening wanita itu mengerut. "Kamu benar-benar belum makan?" tanyanya lagi.
Ravendra menggeleng, meletakkan belanjaannya di dekat Gaitsa. "Kupikir kamu akan bosan menungguku bekerja," katanya sambil mengangkat Biyu yang langsung tertawa.
Gaitsa membawa beberapa kotak es krim ke lemari pendingin di pojok ruangan dan menyusun makanan ringan di meja yang diletakkan tidak jauh. "Mau kopi?" tanyanya saat melihat peralatan membuat kopi, senyumnya merekah ketika mengingat sering membuat minuman itu di ruangan ini.
"Kopinya belum beli, tapi ada teh." Ravendra menjawab acuh, sibuk mencium pipi bulat Biyu.
"Akan kubuatkan," gumam Gaitsa sembari mengeluarkan peralatan minum teh.
"Ngomong-ngomong, aku akan memilih Direktur Utama yang baru untuk SJ Corp."
Gaitsa menoleh mendengar informasi dadakan yang ia terima. Alisnya bertaut, padahal baru seminggu sejak Ravendra memilih dirinya sendiri untuk posisi itu, kenapa sekarang tiba-tiba ingin menyerahkannya pada orang lain?
"General Manajer yang melarikan diri sudah tertangkap dan sedang menjalani proses hukum, masalah saham di perusahaan itu juga sudah diselesaikan. Lalu sepertinya sulit kalau aku harus mengurus perusahaan itu juga dan memperbanyak pekerjaan."
Penjelasan Ravendra membuat wanita bersurai hitam panjang itu membulatkan bibir dan mengangguk. "Siapa yang akan memegang posisi itu?" tanyanya.
"Daniyal Abizar Zaidan."
"Putra bungsu JM Entertaiment?" tanya Gaitsa tidak yakin. Setahunya putra bungsu keluarga Zaidan itu tidak pernah memunculkan dirinya di publik. Tidak seperti Ravendra yang semua berita atau rumor tentangnya berusaha ditutup, putra ke dua JM Entertaiment itu selalu dikelilingi berita negatif atau rumor buruk.
"Iya, katanya mau debut di Dewara Grup dan membuat publik berada dalam kekacauan." Ravendra tertawa membayangkan hal gila apa yang akan dilakukan temannya itu untuk memulai debutnya di hadapan publik.
"Memangnya tidak masalah? Setahuku putra ke dua JM Entertainment tidak pernah memiliki citra baik. Semua berita dan rumor tentangnya selalu negatif meski dia tidak pernah memunculkan diri di publik."
"Kebalikan dariku, kan?" Ravendra tersenyum saat wanita itu terdiam. "Aku juga nyaris tidak muncul di mana pun, tapi tidak ada berita atau rumor yang disebarkan media resmi. Terima kasih pada seseorang yang sudah bekerja keras untuk itu," katanya seraya meletakkan Biyu ke sofa tanpa melepas pegangannya.
Gaitsa mengendikkan bahu, "Aku dibayar mahal, tentu saja harus bekerja dengan benar. Yah, terserah padamu mau menjadikan siapa sebagai apa di perusahaan milikmu sendiri. Hanya saja ... tolong berhati-hati terhadap apa pun. Aku akan jadi orang pertama yang membunuhmu kalau Dewara Grup terlibat masalah."
Ravendra tertawa mendengar ancaman tegas dan penuh keseriusan Gaitsa. Wanita itu suka sekali mengancam seseorang.
"Katanya kamu mengancam Denara?" tanya Ravendra iseng, hanya ingin tahu jawaban mantan istrinya yang sedang berjalan ke meja kerja Ravendra untuk meletakkan teh yang sudah ia seduh.
"Wah, dia langsung mengadu? Haruskah kubuat tidak bisa bicara juga?" Gaitsa bergumam, berjalan mendekat pada sofa dan duduk di samping Biyu. "Itu bukan ancaman, tapi peringatan!" tegasnya sambil membawa Biyu ke pangkuan.
Ravendra mengangguk, "Aku harus kembali bekerja," ucapnya sambil berdiri, kembali pada kursi di seberang meja kerjanya.
"Sudah?" Gaitsa menautkan alis.
"Apanya?" Ravendra menghirup aroma teh yang menenangkan sebelum menyesapnya perlahan.
"Aku mengancam sekretarismu, tapi reaksimu begitu saja?"
Ravendra mengendikkan bahu, "Ada ratusan orang yang mengirim surat lamaran ke Dewara Grup, puluhan di antaranya memenuhi kualifikasi sebagai sekretaris. Pastikan saja pekerjaanmu bersih, entah saat di perusahaan atau ketika membuat seseorang kehilangan penglihatan dan kemampuan bicara," jelasnya datar.
Gaitsa menyeringai mendengar kata-kata menakutkan yang dilontar Ravendra. Ia tidak pernah berpikir akan ada saat dimana mereka mengobrol santai tentang sesuatu.
"Tenang saja, pekerjaanku selalu bersih. Buktinya kamu bahkan tidak tahu tentang Biyu," ucap Gaitsa seraya tersenyum puas, mengingat lagi bagaimana ia membuat pria itu mengalami kesialan demi kesialan hingga hampir terlambat.
"Itu karena aku sedang terburu-buru dan tidak sempat membaca berkasnya!" seru Ravendra membela diri. "Lagipula aku melihatmu bersama Alan, jadi kupikir pasti orang itu sudah tahu isi berkasnya," lanjutnya jengkel. Sebenarnya Ravendra masih menyimpan dendam pada pengacaranya yang tidak mengatakan apa-apa.
Gaitsa tersenyum semakin lebar. "Benar, seharusnya Alan memberitahumu tentang Biyu begitu dia mengetahui isi berkasnya. Tapi berkat itu perceraian kita berjalan lancar, kan?"
Ravendra mengernyit melihat betapa wanita berstatus mantan istri itu tampak bahagia. Perasaannya tidak enak. "Dan kenapa Alan tidak langsung memberitahuku?" tanyanya pelan.
"Bukannya sudah jelas? Alan pikir kamu sudah tahu tentang Biyu tapi tidak peduli. Bukankah aneh tidak mengetahui informasi apa pun tentang seseorang berstatus istrimu?"
Pria itu termenung. Bukannya ia tidak mencari informasi apa pun tentang keberadaan Gaitsa, hanya saja tidak pernah ada hasil. Ravendra mengernyitkan dahi ketika menyadari bahwa ada yang aneh. Kenapa tidak ada satu pun informasi yang didapat?
"Kamu melakukan sesuatu?"
Gaitsa tersenyum kecil, "Hanya beberapa hal," katanya sebelum tertawa jahat.
..rasain akibat bikin wanita sakit hati...bikin dia bucin thor biar ngak arogant