NovelToon NovelToon
Exchange The Dead Bahasa Indonesia

Exchange The Dead Bahasa Indonesia

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Sistem
Popularitas:367
Nilai: 5
Nama Author: Dewa Leluhur

Muak seluruh semesta saling membunuh dalam pertikaian yang baru, aku kehilangan adikku dan menjadi raja iblis pertama kematian adikku menciptakan luka dalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewa Leluhur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

New Definition, God of the Future

Arbiyu berlutut di hadapan Noah, jubah hitamnya menyapu lantai marmer kastil silver agung. Matanya memancarkan kegelisahan yang tak biasa.

"Tuanku Noah," suaranya bergetar pelan. "Aku membawa kabar tentang Arata."

Noah duduk tenang diatas singgasana silver agung, energi divine berpendar di sekelilingnya. "Ceritakan."

"Arata... dia mencoba merekrut Yirgafara Elliot untuk memberontak melawanmu." Arbiyu menelan ludah kata-kata nya penuh hati-hati terhadap lord Noah. "Di puncak Gunung Es Abadi, dia berusaha meyakinkan Elliot bahwa kau akan menghancurkannya."

"Oh?" Noah tersenyum tipis. "Dan bagaimana tanggapan murid kesayanganku itu?"

"Elliot menolaknya dengan keras, Tuanku. Dia tetap setia padamu." Arbiyu mengangkat wajahnya. "Tapi Arata tidak berhenti di situ. Dia pergi ke Fablohetra."

Senyum Noah memudar. "Fablohetra?"

"Ya, dunia manekin." Arbiyu menunduk dalam. "Dia... dia membunuh Revalon Tunr di hadapan Dewi Eika Hetra."

Udara di ruangan itu mendadak terasa berat. Noah mencengkeram lengan singgasananya hingga retak.

"Kematian Revalon memicu kemarahan Eika yang tak terkendali. Para manekin berubah menjadi tentara dendamnya. Tapi Arata..." Arbiyu berhenti sejenak, "dia terlalu kuat. Ketika Eika menyerangnya dengan ratusan manekin, Arata mengeluarkan kekuatan sejatinya."

"Dan?"

"Dia menghancurkan semuanya, Tuanku. Fablohetra hancur berkeping-keping. Eika..." Arbiyu memejamkan mata, seolah berusaha menghalau bayangan mengerikan dari ingatannya. "Eika mencoba melindungi dunianya hingga akhir, tapi Arata mengoyak jiwanya, menyerap kekuatan divinenya hingga tak tersisa."

Noah tetap duduk menunjukkan ketenangan yang mendalam, "dua Dewa dalam satu hari. Arata semakin berani."

"Ada lagi, Tuanku." Arbiyu mengangkat tayangan magis [Tabtio] yang menampilkan ketewasan Dewi Eika. "Sebelum menghancurkan Eika, Arata mengatakan sesuatu. Dia bilang 'Takdir menuntut pengorbanan'. Dan..." Arbiyu ragu-ragu.

"Lanjutkan."

"Dia menyebut namamu, Tuanku. Dia berkata bahwa semua ini adalah bagian dari rencananya untuk mencapai kekuatan yang setara denganmu."

Noah tertawa, suaranya bergema di ruangan singgasana silver agung. "Setara denganku?"

Noah sekali lagi memperlihatkan ketenangan abadi dihadapan para bawahannya. "Kau boleh pergi, Arbiyu. Tapi tetap awasi pergerakannya—" Tangan Arbiyu mengangkat kearah Zenudek mengisyaratkan perintah Noah.

Arbiyu membungkuk dalam sebelum melangkah mundur. Di ambang pintu, dia berhenti sejenak. "Tuanku... apakah kita harus memberitahu Elliot tentang ini?"

"Tidak perlu." Noah tersenyum misterius. "Biarkan dia mencari tahu sendiri. Kita lihat, apakah kesetiaannya padaku lebih kuat dari rasa keadilannya."

Setelah Arbiyu pergi, Noah berdiri di depan jendela kristalnya, menatap dimensi yang terbentang luas. "Kau bermain dengan api yang berbahaya, Arata," bisiknya. "Dan api itu akan membakarmu hingga tak tersisa."

Sementara itu di dunia Adomte...

Dunia dengan ribuan kristal mengambang di udara, setiap permukaannya memantulkan bayangan-bayangan takdir yang berbeda.

"Adomte," bisik Arata, matanya menyapu hamparan kristal yang berkilauan. "Cermin takdir yang tak terhingga."

Setiap kristal menampilkan potongan-potongan masa depan yang mungkin terjadi — ada yang menunjukkan kemenangan, kekalahan, kehancuran, dan kebangkitan. Beberapa kristal memperlihatkan dirinya berlutut di hadapan Noah, sementara yang lain menampilkan Noah yang tersungkur di kakinya.

Arata mengangkat tangannya, energi divine berwarna hitam keunguan mulai berpendar dari telapak tangannya. "[Divine Art Apocalypse Eye: Sargceva]," ucapnya dengan suara dalam.

Udara di sekitarnya bergetar. Kristal-kristal mulai beresonansi dengan kekuatannya, menciptakan dengungan yang memekakkan telinga. Satu per satu, kristal-kristal nasib memutar membentuk lingkaran aneh — mereka berkumpul di suatu energi divine Arata.

"Tidak ada gunanya aku meninggalkan dunia ini, ini akan memakan waktu lama."

gumam Arata kepada dunia yang akan dia hancurkan, tapi untuk mengalahkan Noah, aku membutuhkan kekuatan untuk melihat dan mengubah takdir itu sendiri."

Energi dari kristal-kristal yang pecah tidak menyebar dan hilang — sebaliknya, seperti ditarik oleh magnet yang sangat kuat, energi itu berkumpul dan terserap ke dalam mata kanan Arata. Setiap serpihan takdir yang masuk membuat mata kanannya bersinar semakin terang dengan warna kebiruan seperti langit bercampur dengan awan.

Rasa sakit yang tak terbayangkan menyerang seluruh tubuh Arata. Setiap kristal takdir yang masuk ke mata kanannya terasa seperti ribuan jarum es yang menusuk langsung ke dalam otaknya. Tubuhnya gemetar hebat, keringat dingin mengucur deras membasahi jubahnya.

"ARGHH!" Arata mengerang, jatuh berlutut di lantai kristal Adomte. Darah segar mengalir dari mata kanannya, menciptakan jejak merah pekat yang kontras dengan lantai putih berkilau di bawahnya.

Namun dia tidak berhenti. Tangannya tetap terangkat, memaksa [Divine Art Apocalypse Eye: Sargceva] untuk terus menyerap esensial dunia Adomte. Kristal-kristal takdir terus berputar, menciptakan tornado keperakan yang berpusat pada mata kanannya.

"Bertahanlah..." dia berbisik pada dirinya sendiri, giginya gemeretak menahan sakit. "Sedikit lagi..."

Setiap detik terasa seperti selamanya. Rasa sakit yang dia rasakan bukan hanya fisik — setiap kristal yang masuk membawa bersamanya ribuan kemungkinan takdir, memaksa pikirannya untuk memproses jutaan masa depan sekaligus. Kesadarannya nyaris tenggelam dalam lautan visi yang tak berujung.

Di tengah rasa sakitnya, mata kiri Arata tertuju pada singgasana megah yang berdiri angkuh di ujung ruangan — singgasana yang dulunya adalah Dewa Shiesgeld. Sosok agung yang telah dia kalahkan dan transformasi menjadi monumen kekuasaannya atas Adomte singgasana Shigesties.

"Lihat aku, Shiesgeld..." Arata tersenyum di tengah rasa sakitnya, darah masih mengalir dari mata kanannya yang kini bersinar seperti langit senja. "Dunia yang kau jaga selama ribuan tahun... akan menjadi bagian dari diriku."

Tornado kristal takdir semakin mengecil, menandakan proses penyerapan hampir selesai. Mata kanan Arata kini memancarkan cahaya yang membutakan — biru langit bercampur dengan awan putih yang bergerak-gerak, seolah ada dunia mini yang hidup di dalam matanya.

Dengan tarikan napas terakhir yang menyakitkan, kristal terakhir terserap ke dalam matanya. Arata terdiam sejenak, berlutut dengan napas tersengal. Ketika akhirnya dia mengangkat wajahnya, seringai puas menghiasi bibirnya yang pucat.

"Sekarang aku bisa melihatnya..." bisiknya, menatap singgasana Shiesgeld dengan mata kanannya yang telah berubah. "Semua kemungkinan... semua takdir... semua jalan menuju kehancuranmu, Noah."

Arata berdiri perlahan, tubuhnya masih gemetar tapi tatapannya penuh determinasi. Dunia Adomte mulai retak di sekelilingnya, kehilangan esensialnya yang kini bersemayam dalam mata kanan Arata.

Dimensi Adomte mulai runtuh perlahan, serpihan-serpihan realitas berguguran seperti hujan kristal yang memantulkan ribuan bayangan masa depan. Dalam mata kanan Arata, seluruh dimensi ini kini terpantul sebagai mikrokosmos yang berputar tanpa henti.

Arata melangkah mendekati singgasana Shiesgeld, setiap langkahnya meninggalkan jejak retakan di lantai kristal yang rapuh. Tangan kanannya terangkat, energi divine hitam keunguan mulai memanggil pedang pembunuh jiwa Agroneme.

"Shiesgeld..." Arata berbisik, matanya yang berbeda warna menatap singgasana megah di hadapannya. "Kau yang dulu begitu angkuh — selalu berpaling pada takdir sendiri kemunculan aku menjadi sumber ketakutan mu karena kau telah benar-benar melihat akhir. Aku benar, kini hanya menjadi kursi kosong yang dingin."

[Divine Sword: Agroneme] berpendar dalam genggamannya, bilahnya yang hitam menyerap cahaya di sekitarnya. "Tapi bahkan dalam bentuk ini, esensial divine-mu masih berguna bagiku."

Dengan satu gerakan mulus, Arata mengayunkan Agroneme. Udara bergetar saat bilah pedang itu membelah ruang — bukan hanya secara fisik, tapi juga membelah konsep eksistensi itu sendiri.

*slash*

Singgasana Shiesgeld terbelah sempurna menjadi dua bagian. Dari dalam retakannya, cahaya keemasan memancar seperti darah divine yang tertumpah. Ini adalah esensial murni Dewa Shiesgeld — kekuatan yang telah dia simpan bahkan setelah transformasinya menjadi singgasana.

Mata kanan Arata bereaksi seketika. Cahaya keemasan itu tertarik seperti meteor yang jatuh ke dalam pusaran tak terlihat. Arata mengerang kesakitan saat esensial divine Shiesgeld bercampur dengan kekuatan barunya.

"AAAARGHHH!"

Sensasi yang dia rasakan berbeda dari sebelumnya — jika menyerap kristal-kristal takdir terasa seperti ribuan jarum es, menyerap esensial divine Shiesgeld bagaikan menelan matahari hidup-hidup. Seluruh tubuhnya serasa terbakar dari dalam.

"Takdir... adalah konsep yang kau ciptakan..." Arata berbicara di tengah rasa sakitnya, seolah berbicara pada jiwa Shiesgeld yang kini melebur dengan dirinya. "Dan kini... aku yang akan menentukan definisi barunya!"

Proses penyerapan selesai dengan ledakan energi yang membutakan. Ketika cahaya mereda, mata kanan Arata telah berubah sekali lagi — kini dalam irisnya yang berwarna biru langit, terdapat simbol kuno keemasan, tanda bahwa dia telah benar-benar menguasai kekuatan sang dewa takdir.

Dimensi Adomte mulai runtuh dengan kecepatan yang meningkat. Dinding-dinding realitas hancur seperti kaca yang pecah, menyisakan kehampaan absolut di baliknya. Arata berdiri di tengah kehancuran ini, sosoknya yang tegap dikelilingi oleh serpihan-serpihan takdir yang berputar.

"Dengan ini..." Arata tersenyum, mengangkat Agroneme yang masih berlumuran cahaya keemasan, "semua persiapan sudah selesai."

Dia menatap kehampaan di hadapannya dengan mata barunya yang menyala dalam kegelapan. "Noah... kini aku bisa melihat takdirmu dengan jelas. Dan aku bersumpah..." tangannya terkepal erat, "akan kuubah takdir itu dengan tanganku sendiri."

Dengan satu gerakan cepat, Arata menghilang dari dimensi yang sekarat itu, meninggalkan Adomte untuk hancur dalam kesunyian abadi. Yang tersisa hanyalah serpihan-serpihan kenangan tentang dunia yang pernah menjadi cermin takdir semesta.

1
Fastandfurious
Gemesin banget nih karakternya, bikin baper!
Leluhur: tidak ada karakter menggemaskan kaka
total 1 replies
yeqi_378
Gila PPnya cakep bangeeet, cepetan thor update lagi please!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!