Update Sebulan Sekali (Opsional)
Local Galactic Group, dimensi yang menjadi ajang panggung pertarungan para dewa dalam siklus pengulangan abadi. Noah, Raja Iblis pertama harus menghadapi rivalitas abadinya, Arata, Dewa Kegilaan akan tetapi ia perlahan menemukan dirinya terjebak dalam kepingan-kepingan ingatan yang hilang bagaikan serpihan kaca. The LN dewa pembangkang yang telah terusir dari hierarki dewa. Mendapatkan kekuatan [Exchange the Dead] setelah mengalahkan dewa Absurd, memperoleh kitab ilahi Geyna sebagai sumber kekuatan utama.'Exchange the Dead' kemampuan untuk menukar eksistensi dan mencabut jiwa sesuka hati, mampu menukar kematian ribuan kali, menjadikannya praktis tak terkalahkan menguasai kitab ilahi Dathlem sebagai sumber kekuatan tambahan menciptakan makhluk-makhluk rendah dengan satu bakat sihir sebagai perpanjangan kekuasaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewa Leluhur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bulan Penciptaan
Cahaya putih memudar. Ledakan Void De Noice mencapai puncaknya, lalu menyusut dengan cepat—seperti gelembung sabun yang pecah.
Dari pusatnya, semesta baru mekar. Perlahan seperti kuncup bunga, kemudian—seperti kanvas yang tiba-tiba dipenuhi warna. Dimensi tercipta dalam sekejap mata, tanpa prolog panjang atau pengantar mewah.
Laksamana Gigi muncul pertama kali. Spiral-spiralnya tidak lagi dingin dan mengancam, tapi berdenyut dengan energi kehidupan. Pilar-pilarnya berpendar dalam cahaya, menarik partikel-partikel realitas untuk membentuk kembali struktur dimensi.
Water Dew berpencar ke seluruh penjuru, tidak lagi sebagai peluru kematian. Esensinya mengalir seperti hujan yang menyegarkan warna dunia water dew seperti perak yang memantulkan kilauan.
Para dewa yang pernah dibunuh oleh Arata langsung hadir. Tidak ada dramatisasi, tidak ada prosesi panjang. Mereka ada begitu saja, mereka semua menunduk sujud di hadapan cahaya bulan penciptaan
Di tengah dewa-dewa yang bersujud, Shiesgeld berdiri tegak. Matanya menyala penuh dendam. Penjaga dimensi Adomte itu masih mengingat rasa sakit saat tubuhnya dijadikan singgasana Shigesties.
"Mereka tak pantas hidup lagi," ucapnya lantang. Suaranya menggema ke seluruh ruang hampa. "Arata dan Noah sudah menghancurkan segalanya."
The Creator—sosok cahaya keemasan diatas bulan penciptaan—melayang diam di hadapannya.
"Aku yang dulu agung, dijadikan benda mati. Tubuhku diubah jadi singgasana, lalu dibuang begitu saja." Tangannya terkepal. "Semua gara-gara persaingan bodoh mereka."
Shiesgeld melangkah maju. "Jika Engkau ingin menciptakan mereka kembali, cabut semua kekuatan mereka. Biarkan mereka jadi makhluk biasa. Biarkan mereka merasakan apa yang kurasakan."
Dewa-dewa lain berbisik pelan. Beberapa setuju, sisanya kaget atas perbuatannya yang begitu lancang.
The Creator akhirnya bergerak. Bukan gerakan fisik, tapi energi yang membuat semua bergetar.
"Dendam hanya membawa kehancuran baru," ucap The Creator tanpa suara, tapi semua bisa mendengarnya. "Aku lebih tahu dari kalian semua, aku akan menciptakan mereka terus dengan kekuatan penghancur dan kegilaan."
Shiesgeld menyipitkan mata, tak yakin apakah ini kemenangan atau bukan.
"Arata dan Noah akan menjadi sahabat menjelajahi dimensi lain yang selama ini kalian tidak aku ajarkan untuk mengetahui hal itu, dimensi lain yang berada jauh
Sifat arogan muncul di wajah Shiesgeld, namun segera pudar.
"Bisakah engkau menjamin tidak lagi terjadi pembantaian masal. Aku memohon sudah cukup dengan kematian yang kedua kali ini, padahal aku menjadi penguasa sukses dimensi Adomte."
The Creator semakin menyilaukan dirinya. "Semua itu karena aku Shiesgeld, jangan kau anggap semua karena kehebatan mu!"
"Dalam lingkaran dendam, tak ada korban atau pelaku—hanya orang-orang yang saling melukai," jawab The Creator. "Saat mereka berdua telah selesai kemudian bersahabat, apakah kalian bisa menjamin untuk tidak melakukan hal sama? Perang akan terus berlanjut sampai mereka menyadari sendiri dan kehancuran ketiga tergantung pada dendam kalian bukan Noah atau Arata,"
Tubuh Shiesgeld bergetar saat kekuatannya ditarik keluar. "Ini tidak adil! Aku tidak salah seperti mereka!" akibat kelancangan mu aku menarik segalanya dari dirimu. The creator tidak berucap namun terdengar menekan.
Untuk terakhir kali ucapan. "Mulailah peperangan kembali untuk memperebutkan dimensi yang telah kosong kalian memulai lagi dari awal berjuang mati untuk menempati posisi penguasa dimensi!"
Kemudian, kekosongan.
Kekuatan yang menekan kini telah hilang—The Creator seolah tidak lagi hadir. Keheningan yang mencekam menyelimuti para dewa yang masih terpaku. Beberapa masih bersujud, yang lain mulai bangkit perlahan, mata mereka menatap sekeliling dengan waspada.
Shiesgeld, kini tanpa kekuatan, jatuh menekuk lutut. Tubuhnya yang megah kini tampak biasa saja—aura keilahiannya lenyap seperti kabut yang tertiup angin. Wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan, kemudian berubah menjadi amarah yang membara.
"Ini tidak adil!" teriaknya sekali lagi, suaranya kini hanya gaung lemah dibandingkan gemanya yang dulu.
Sesaat setelah ucapannya, atmosfer berubah drastis. Udara bergetar dengan ketegangan. Para dewa saling pandang—beberapa dengan tatapan takut, yang lain dengan kilatan ambisi. Pertanyaan yang sama berkecamuk dalam benak mereka: "siapa yang akan mengambil alih kekuasaan dimensi-dimensi yang kini kosong?"
Dewa Asvanava penjaga dataran api Mordeth di masa lalu, adalah yang pertama bergerak. Tangannya terangkat tinggi, mengeluarkan energi merah membara yang membentuk pedang lava raksasa.
"Dimensi Adomte adalah milikku sekarang!" teriaknya lantang. Suaranya bergema di ruang hampa yang diciptakan kembali.
Tidak perlu waktu lama, Dewi Lyrana— sosok yang pernah dikalahkan oleh Dewa Zerdeck di masa lalu—mengangkat tongkat kristalnya yang berpendar biru. "[Divine Art of Shield: Levfiska]!" Air muncul dari ketiadaan, membentuk perisai di sekelilingnya.
"Bukan, tapi milikku!"
Dalam hitungan detik, ruang tersebut berubah menjadi medan perang. Ribuan energi sihir melesat dari berbagai arah. Pedang bertemu perisai, mantra melawan kontra-mantra. Para dewa yang sebelumnya bersatu dalam pelahiran kembali, kini terpecah dalam kelompok-kelompok yang saling bertikai.
Dewa Vexxus menghunuskan tombak petirnya ke arah Dewa Groven. Kilatan listrik biru menyambar ke segala arah, namun ditangkis oleh perisai tanah yang muncul dari bawah.
"Tidak akan kubiarkan kau mengambil dimensi Floreneck! [Divine Art of Stone Blocks: Lerengu]!" teriak Groven, melemparkan bongkahan batu raksasa yang muncul dari ketiadaan.
Di sisi lain, Dewi Sylphia, penguasa angin, menciptakan badai dahsyat
Beberapa dewa yang lebih bijak—atau mungkin lebih pengecut—memilih untuk mundur. Mereka menghilang dalam kilatan cahaya, teleportasi ke tempat yang jauh untuk menyusun strategi atau sekadar menyelamatkan diri.
Dewi Niyx, penguasa dimensi Devibatalyon di masa lalu, adalah salah satunya. Ia menghilang dalam bayangan, berbisik, "Biarkan mereka saling bunuh. Aku akan menunggu saat yang tepat."
Dewa Revalon, penjaga labirin gurun tandus dimensi Endignyu, mengajak beberapa dewa lain untuk mengikutinya. "Kita perlu waktu untuk menyusun rencana Eikahetra, temanku. Perang ini tidak akan dimenangkan dengan kekuatan semata," ujarnya sebelum menghilang dalam pusaran kabut pasir
Semua ini terjadi sementara Shiesgeld masih berlutut, menyaksikan kehancuran yang ia sendiri mungkin telah ikut memprovokasi. Tanpa kekuatan, ia hanyalah pengamat kejatuhan. Sebuah ironi pahit baginya yang dulu begitu berkuasa.
Saat Shiesgeld tersungkur, sosok tinggi berdiri di hadapannya. Dia adalah Leherdic. Tatapannya penuh kepuasan melihat Shiesgeld yang jatuh.
Leherdic tersenyum dingin. "Jika kau terus seperti itu, kau akan selamanya menjadi tidak berguna sampai pengulangan sistem selanjutnya."
Shiesgeld mendongak, matanya masih menyala-nyala meski kekuatannya telah hilang. "Aku tidak Sudi bekerjasama dengan mu!"
"Owh kau mengerti," jawab Leherdic.
Dengan gerakan cepat, Leherdic mencengkeram leher Shiesgeld. "Kau ingat apa yang kau lakukan pada para pengikutku di Adomte? Sekarang giliranku."
"Bunuh saja aku," tantang Shiesgeld.
"Terlalu mudah," bisik Leherdic. Tangannya mengeluarkan aura hitam. "Kematian terlalu baik untukmu."
Leherdic mengucapkan mantra, "[Ancient Art: Zoyle Jisc]!"
Tubuh Shiesgeld berubah menjadi cahaya, meliuk dan memanjang. Rasa sakit luar biasa menderanya saat wujudnya berubah. Dalam sekejap, Shiesgeld tidak lagi berbentuk dewa, melainkan sebilah pedang dengan ukiran rumit—Sighmesta.
"Sekalinya hidup sebagai benda maka kau akan tetap seperti itu," Leherdic mengambil pedang itu. "Kau akan sadar dan merasakan segalanya, tapi tak bisa berbuat apa-apa."
Sementara itu, perang dewa semakin memanas. Dimensi-dimensi kosong diperebutkan dengan brutal.
Di Adomte, Dewa Asvanava berhadapan dengan Dewi Lyrana.
"Mundur atau kuhancurkan!" teriak Asvanava.
Lyrana tertawa. "Kau pikir api busukmu bisa mengalahkan air suci?"
Mereka bentrok, menimbulkan ledakan dahsyat. Uap panas memenuhi atmosfer Adomte. Gunung-gunung meleleh, lautan mendidih.
Di dimensi Floreneck, pertarungan tak kalah sengit. Dewa Groven mengubah seluruh hutan menjadi tentara pohon raksasa. Dewa Vexxus membalas dengan badai petir yang menghanguskan separuh benua.
"Floreneck milikku!" teriak keduanya bersamaan.
Sementara itu, di kejauhan, Dewi Niyx mengamati dari balik bayangan. Dia tidak terburu-buru. "Biarkan mereka saling melemahkan."
Dewa Revalon dan Dewi Eikahetra bersembunyi di dimensi antara, menyusun rencana.
"Kita butuh sekutu," kata Revalon.
Eikahetra mengangguk. "Bagaimana dengan para Titan? Mereka pasti tidak senang dengan kondisi ini."
"Berisiko, tapi layak dicoba," Revalon membuka portal menuju Jurang Abadi, tempat para Titan terkurung sejak awal penciptaan.
Leherdic, dengan Sighmesta di tangan, mulai bergerak. Dia memilih dimensi kecil bernama Ephemeros sebagai targetnya.
"Dimensi pertamaku," bisiknya pada pedang Sighmesta. "Bagaimana rasanya, Shiesgeld? Menyaksikan aku mengambil apa yang selalu kau impikan?"
Dari dalam pedang, kesadaran Shiesgeld berteriak tanpa suara.
Kehancuran dan perang baru telah dimulai. Dan kali ini, tidak ada Arata atau Noah yang akan menghentikannya.
apa maksudnya begini,
Mengapa Dia hanya memikirkan hiburan untuk dirinya hingga membuat kita mati mempertahankan sebuah 'nyawa'.
mungkin bagus jika kalimatnya begitu. coba dipertimbangkan.