Suatu kesalahan besar telah membuat Kara terusir dari keluarga. Bersama bayi yang ia kandung, Kara dan kekasih menjalani hidup sulit menjadi sepasang suami istri baru di umur muda. Hidup sederhana, bahkan sulit dengan jiwa muda mereka membuat rumah tangga Kara goyah. Tidak ada yang bisa dilakukan, sebagai istri, Kara ingin kehidupan mereka naik derajat. Selama sepuluh tahun merantau di negeri tetangga, hidup yang diimpikan terwujud, tetapi pulangnya malah mendapat sebuah kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luluhnya Elno
"Wajahmu kenapa?" tanya Ilmi.
"Kusut melulu," sahut Tedy.
"Lagi mikirin Kara," jawab Elno.
"Kenapa dia? Mau hamil lagi? Tinggal buat saja apa susahnya," celetuk Tedy.
Ilmi menoyor kepala sahabatnya. Enteng sekali Tedy mengatakan hal itu. Elno juga melakukan hal sama. Buat bayi memang gampang karena mereka telah resmi menikah, tetapi Elno dan Kara sama-sama menunda momongan sebelum mereka benar-benar mandiri.
"Aku serius. Kara ingin jadi TKW di Hongkong," ucap Elno.
"Seriusan?" tanya Ilmi.
Elno mengangguk. "Iya. Dia ngambek karena aku enggak kasih izin. Hongkong itu jauh. Kara di sana bukan liburan yang seminggu kemudian pulang. Entah berapa tahun nanti kami akan bertemu."
"Kara dapat ide dari mana? Tiba-tiba mau jadi TKW," sahut Tedy.
"Tetangga dekat rumah punya kerabat yang kerja di sana dan sukses. Kara mau ikutan. Biar dapat beli rumah, biaya pendidikanku dan tabungan usaha," tutur Elno.
"Ada bagusnya, sih. Hidup kalian saja sudah sangat susah. Kara pergi memang ingin menaikkan taraf hidup kalian," timpal Ilmi.
"Betul juga, sih. Kalau ingin sukses harus ada yang berkorban. Enggak mungkin juga kamu yang jadi TKI. Kara ingin kamu lulus dan kerja kantoran," sambung Tedy.
"Aku enggak mau pisah dengannya," ucap Elno.
"Susah juga, sih. Apalagi kalian sudah suami dan istri. Pasti kamu enggak mau kedinginan tidur malam." Tedy terkekeh ketika mengucapkannya.
"Ish, isi kepalamu harus dibersihkan," kata Ilmi.
"Bukan hanya itu. Mana ada pria yang ingin berpisah dari wanita yang ia cintai." Membayangkannya saja Elno tidak sanggup.
"Itulah pengorbanan, El. Kalau hidup kalian mau berubah, sih. Anggap saja ujian menuju kebahagian," ucap Ilmi.
Elno mengangguk. "Iya, aku coba bicarakan lagi dengan Kara. Siapa tau dia mau berubah pikiran."
Ilmi dan Tedy menepuk pundak sahabatnya. Niat Kara memang baik. Ia ingin bekerja demi masa depan mereka yang lebih baik. Ini juga sebagai pengalaman hidup yang akan keduanya jalani.
"Aku balik. Terima kasih traktirannya. Kara pasti senang aku bawain ayam goreng. Semoga dia enggak marah lagi," kata Elno.
Untungnya Elno bertemu Tedy dan Ilmi di jalan. Ketiganya sempat makan bersama di restoran ayam cepat saji dengan Ilmi yang menjadi bos-nya.
"Iya, hati-hati di jalan," kata Ilmi dan Tedy bersamaan.
Elno keluar dari restoran ayam goreng. Ia menuju parkir di mana motornya berada. Ilmi dan Tedy cuma memperhatikan dari balik kaca tempat mereka duduk.
"Kara sampai berpikiran seperti itu. Kalau aku menikah muda, pasti hidupku juga begitu," kata Tedy.
"Nasib orang beda-beda. Ada, kok, nikah muda tapi makmur. Tapi kebanyakan berakhir dengan perpisahan, sih. Untungnya Kara tidak seperti wanita lain. Dia rela tidak lagi bergabung bersama teman-temannya," kata Ilmi.
"Kara ingin, tetapi dia sadar statusnya sudah berubah. Dia tidak mungkin kumpul dengan teman sebaya yang mikirin penampilan dan cowok tampan," ucap Tedy.
"Sok tau!" Ilmi bangkit dari duduknya. "Yuk, pulang."
...****************...
Sesampainya Elno di rumah, Kara masih mengurung diri di dalam kamar. Elno mengetuk-ngetuk pintu sedari tadi, tetapi Kara tetap kukuh untuk berdiam diri di sana.
"Sayang, aku bawain ayam goreng kakek tua berjanggut. Cepat keluar. Nanti keburu dingin," seru Elno.
"Aku enggak mau makan," sahut Kara.
"Sayangku. Kita bicara dulu, deh. Kamu mau apa? Kasih alasan agar aku bisa izinin kamu ke luar negeri."
"Aku sudah bilang tadi."
"Kasih lagi alasan yang kuat. Aku enggak suka sikap kamu begini. Kita bicara baik-baik," kata Elno.
Terdengar kunci diputar. Elno langsung menekan gagang agar pintu terbuka. Ia masuk ke dalam kamar. Kara diam saja dengan melipat tangan di perut dan posisi membelakangi suaminya.
"Pikirin dulu secara matang, Sayang. Jangan ikut-ikutan orang. Kamu sanggup kerja begituan? Berat, loh," kata Elno.
"Mana ada kerja yang ringan. Semuanya keras dan berat," jawab Kara.
"Kalau bicara lihat aku, Sayang," ucap Elno.
Kara memutar diri menghadap sang suami. Elno mendekat, ia mengangkat dagu istrinya. Ia kecup kening Kara dengan lembut.
"Aku tanya sekali lagi. Kamu yakin mau kerja di sana?" ucap Elno.
Kara mengulurkan tangan mengusap wajah Elno. "Aku ingin hidup kita berubah, Sayang. Lihat wajahmu ini. Kamu sudah cukup bekerja keras."
"Itu sudah kewajibanku," ucap Elno.
"Lihat wajah dan tubuhmu ini. Matamu cekung, kurus. Kamu perlu istirahat."
"Aku begini karena untuk kita. Kamu malu punya suami jelek begini?"
"Kamu selalu tampan di mataku," ucap Kara.
"Jadi, kamu tega ninggalin suami tampanmu ini?" Elno masih ingin membujuk Kara agar mengurungkan niatnya.
"Kita masih bisa teleponan nanti. Sekarang media sosial sudah canggih. Aku akan selalu melakukan panggilan video," ucap Kara.
"Tetap saja rasanya berbeda."
Kara memeluk Elno erat. Ia kecup bahu kurus sang suami. "Sayang, ini juga demi kita. Aku janji untuk pulang kalau pekerjaan itu tidak baik."
Elno menarik napas panjang, lalu berucap, "Baik. Kalau itu sudah menjadi keinginan kamu, aku izinkan."
Kara menarik diri kemudian menatap Elno. "Sungguh? Kamu beneran izinin aku?"
Elno mengangguk. "Iya, Sayang."
Kara mengecup seluruh wajah suaminya. "Sayang, aku makin cinta sama kamu. Terima kasih."
Elno memeluk erat istrinya. Ia kecup beberapa kali puncak kepala Kara. Keduanya saling menatap, lalu merebahkan diri bersama-sama di kasur lantai.
Satu per satu pakaian yang melekat dari tubuh keduanya terlepas. Elno mengecup bibir Kara, membelitnya lembut dengan rasa sayang. Kuku jari Kara mencengkeram. Memberi goresan cinta di tubuh kurus Elno.
"Aku akan menidurimu setiap hari," bisik Elno.
"Aku bersedia jika kamu mampu melakukannya," balas Kara.
Perlahan desakan itu Kara rasakan. Pelan, tetapi menghunjam dalam. Seluruh tubuh serasa terbakar. Hunjaman bertempo lambat berganti cepat. Sentakan kuat dirasa dan Kara tidak sanggup menahan suara berat yang keluar.
Setitik demi setitik keringat dari kening Elno menetes di tubuh bagian depannya. Kara memeluk suaminya, melingkarkan kedua kaki di pinggang Elno agar desakan yang diberikan semakin nikmat.
Dalam, kuat dan cepat hingga Kara memejamkan mata dan tubuhnya melemah ketika mendapat pelepasan. Disusul Elno yang mengembuskan napas lega dan lelahnya.
"Kamu mengeluarkannya di dalam," kata Kara.
"Kelepasan tadi," ucap Elno sembari tertawa.
"Kamu lepasin aku dulu. Aku mau bersih-bersih."
"Nanti dulu. Aku mau sekali lagi," pinta Elno.
Bersambung
penuh makna
banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari cerita ini.
sampai termehek-mehek bacanya
😭😭😭😭🥰🥰🥰
ya Tuhan.
sakitnya