Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Hamil
Tidak menunggu selesai, Mba Ara pergi begitu saja. Membuat Pak Alam dan Leo panik mencarinya. Beruntung Mba Ara mengirim pesan pada Pak Alam jika ia pergi menemui Reca. Ada perasaan lega saat mendapat kabar itu. Namun berbeda dengan Pak Alam, Leo justru merasa khawatir dengan istrinya.
Mba Ara memang sudah kembali ke kantor. Namun bagi Leo, Mba Ara pernah depresi. Bukan tidak mungkin jika Mba Ara akan kembali depresi apalagi setelah bertemu dengan laki-laki itu dan langsung pergi begitu saja. Leo memang tidak mengenal laki-laki itu. Tapi setelah Pak Alam memakinya, ia tahu identitasnya. Bukan hanya memaki, Pak Alam nyaris menghajarnya. Kalau saja Leo tidak menghalanginya, mungkin akan terjadi baku hantam di sana.
"Ayo segera pulang!" ajak Pak Alam saat urusan dengan karyawannya sudah selesai.
Leo segera pergi membawa Pak Alam ke rumahnya. Memang benar, Mba Ara sudah ada di sana. Namun yang membuat Leo dan Pak Alam bingung adalah sikap Mba Ara. Terlihat tenang dan ceria. Bahkan Mba Ara menyambut Pak Alam dengan pelukan hangat.
"Maaf aku tinggalin ya Pah. Ayo, pulang!" ajak Mba Ara.
Pak Alam masih mematung. Memperhatikan sikap anaknya yang sangat sulit ditebak. Ternyata Reca kembali membuat Mba Ara tenang bahkan hanya dalam hitungan jam saja. Pak Alam semakin yakin untuk membawa Reca dengannya. Tinggal bersama Reca akan membuat Mba Ara sembuh total. Karena menurut pengamatannya, anaknya hanya butuh pengelolaan emosi.
"Sebentar ya, Papa kan baru sampai. Mau minum dulu boleh?" ucap Pak Alam.
"Boleh, Ca?" tanya Mba Ara.
"Oh tentu boleh. Silahkan duduk dulu," jawab Reca.
Mba Ara meminta izin pada Reca untuk melayani papanya sebagai tamu. Hal yang pernah diajarkan Reca namun belum pernah dipraktekan. Dengan senang hati namun penuh kehati-hatian, Reca mengiyakan. Membiarkan Mba Ara melakukan apa yang ingin dilakukannya.
"Terima kasih Araku," ucap Pak Alam setelah meneguk segelas teh hangat.
"Sama-sama," ucap Mba Ara dengan senyum senang.
Sekitar pukul delapan malam, Mba Ara dan Pak Alam pulang. Dalam perjalanannya Pak Alam mengutarakan keinginannya untuk tinggal bersama dengan mereka. Namun Mba Ara bisa memprediksi jika keinginan ayahnya itu akan ditolak mentah-mentah.
Mba Ara justru memberi saran jika Pak Alam menyediakan rumah yang dekat dengan rumahnya. Katakan saja jika hal itu dilakukan agar Leo semakin dekat dengan kantor. Pekerjaan yang semakin banyak membuat Leo harus berangkat lebih awal dan pulang lebih cepat. Lagi pula, Mba Ara juga merasa kasihan pada Reca yang tinggal di rumah kontrakan.
"Kamu yakin mereka mau pindah?" tanya Pak Alam.
"Aku yang bujuk Reca, Papa yang bujuk Leo. Kita bagi tugas. Oke?" ucap Mba Ara.
Pak Alam setuju. Dengan senang hati Pak Alam mengurus pembelian rumah dan menyiapkan rangkaian kata agar Leo bisa menyetujui keinginannya.
Tidak lama, Leo dan Reca berakhir mereka bujuk. Kini keduanya sudah resmi menjadi tetangga Mba Ara. Pak Alam jauh lebih tenang saat Reca sering main ke rumahnya. Begitupun sebaliknya, anaknya sering main ke rumah Reca. Berkat Reca, kini Mba Ara tidak lagi d awasi oleh bodyguard.
"Mau kemana hari ini, Ca?" tanya Mba Ara dalam sambungan telepon.
Ini adalah hari sabtu. Waktunya libur kantor tapi sayangnya Leo mendapat tugas untuk lembur. Hal ini membuat Mba Ara tahu jika Reca tidak akan kemana-mana. Begitu tahu akan ada teman-teman Reca yang akan main ke sana, Mba Ara sedih. Namun kesedihan itu berganti saat Reca mengajak Mba Ara bergabung dengan teman-temannya.
"Kamu serius, Ca? Gak apa-apa kalau aku ikut?" tanya Mba Ara antusias.
Mba Ara menyiapkan beberapa cemilan untuk di bawa ke rumah Reca. Ia akan memakannya bersama teman-teman Reca. Awalnya Mba Ara merasa canggung, namun Resi dan Dini bisa membuat Mba Ara nyaman.
"Mba, aku mau dong dadaku padat kayak Mba. Bagus. Seksi," ucap Resi.
Mba Ara hanya tertawa melihat segala tingkah Resi yang menurutnya terlalu polos. Dini hanya menimpali jika tubuh Mba Ara memang bagus. Tubuh Dini memang berisi namun tidak seksi seperti Mba Ara.
"Kita kapan ya kayak Mba Ara? Atau minimal kayak Dini lah," ucap Resi sambil menatap Reca.
Reca hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Resi. Sepertinya Reca tidak menginginkan tubuh seksi seperti Mba Ara ataupun Dini. Ia sedang menikmati keadaan tubuhnya saat ini.
"Udah coba minum vitamin?" tanya Mba Ara.
"Udah, Mba. Tapi sampai sekarang belum ada hasil. Mau konsul ke dokter malu ah takut dikatain kurang gizi," ucap Resi sambil tertawa.
"Ah kamu ini. Gak kok. Ini masih normal," ucap Mba Ara sambil tertawa.
Di tengah-tengah obrolan, ternyata Reca terlihat seperti orang yang gelisah. Saat menjadi pusat perhatian, Reca tidak bisa menahan rasa mualnya. Ia ke kamar mandi berkali-kali. Saat Mba Ara akan memanggil dokter, Reca menolak.
"Ini bawaan," ucap Reca.
"Hah? Kamu hamil?" tanya Mba Ara dengan mata membulat.
Reca menggulung ujung bajunya. Ia Panik. Takut Mba Ara kambuh dengan traumanya. Resi dan Dini berteriak senang saat mendengar Mba Ara menduga Reca hamil. Diamnya Reca diartikan iya oleh keduanya.
"Selamaaat. Kita mau jadi aunty," ucap Resi sambil memeluk Reca.
Melihat Reca gelisah, Dini mengerti. Ya, Reca memang sempat menceritakan sedikit tentang Mba Ara. Sedangkan Resi? Sejak curhatnya bocor pada Danang, Reca hanya berbagi cerita rahasia pada Dini.
Bukan berniat membuka aib Mba Ara. Namun saat itu ia tengah cemburu buta pada saat Mba Ara sedang trauma hebat. Saat pertama kali Dini bertemu dengan Mba Ara, ada kecemasan tersendiri. Namun seiring berjalannya waktu, Mba Ara memang terlihat sudah sangat normal.
Seperti terakhir cerita Reca bahwa Mba Ara sudah mulai berdamai dengan keadaan. Namun melihat respon Mba Ara saat ini, bukan hanya Reca tapi Dini juga merasa khawatir.
"Kamu hamil? Berapa bulan?" tanya Mba Ara lagi.
"Iya, aku hamil. Baru enam minggu," jawab Reca.
Melihat Mba Ara masih mematung, Dini berjaga di belakang Mba Ara. Khawatir tiba-tiba mba Ara kambuh. Hal itu tidak terjadi pada Resi yang memang tidak tahu Apapun. Ia terlihat polos dan terus memeluk Reca. Mengungkapkan rasa bahagianya atas kehamilan sahabatnya itu. Kehamilan yang dinantikan selama dua tahun lebih.
"Wah, kamu kok gak bilang? Leo tahu?" tanya Mba Ara.
"Iya Mba. Mas Leo sudah tahu," jawab Reca.
"Kok aku gak di kasih tahu?" tanya Mba Ara.
"Kata ibu pamali kalau hamilnya belum empat bulan tapi udah diumumkan," jawab Reca sambil tersenyum.
"Ca, selamat ya! Aku seneng banget loh," ucap Mba Ara sambil memeluk Reca.
Dini mengusap dadanya. Ia merasa sangat. lega setelah melihat respon Mba Ara. Akhirnya tidak seperti apa yang dikhawatirkan. Mba Ara justru ikut senang dan mengusap perut Reca yang masih terlihat rata.
maaf ya
semangat