mampir mampir mampir
“Mari kita berpisah,”
“Mas rasa pernikahan kita sudah tidak bisa di pertahankan, mungkin ini memang salah mas karena terlalu berekspektasi tinggi dalam pernikahan ini.” Lirih Aaron sambil menyerahkan sesuatu dari sakunya.
Zevanya melakukan kesalahan yang amat fatal, yang mana membuat sang suami memilih untuk melepasnya.
Namun, siapa sangka. Setelah sang suami memutuskan untuk berpisah, Zevanya di nyatakan hamil. Namun, terlambat. Suaminya sudah pergi dan tak lagi kembali.
Bagaimana kisahnya? jadikah mereka bercerai? atau justru kembali rujuk?
Baca yuk baca!!
Ingat! cerita hanya karangan author, fiktif. Cerita yang di buat, bukan kenyataan!!
Bijaklah dalam membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanyakan tentang statusmu
"Apa yang pe ... astaga ...." Laras menutup mulutnya, ketika melihat kedua insan yang saling tindih itu. Dimana Zeva menindih tubuh Aaron, dan tangan Aaron bahkan melingkar di pinggang ramping Zeva.
Sontak semua anggota keluarga Smith terdiam, melihat keduanya yang masih dalam posisi ternyaman. Bahkan kedua tatapan mereka saling terkunci, hingga tak menyadari kehadiran mereka.
"EKHEEEMM MODUS APA MODUS TUUHH!!" Pekik Raihan menyadarkan kedua orang itu.
Zeva tersadar lebih dulu, dia akan segera bangun. Namun, tangan Aaron masih melilit di pinggangnya.
"Tangannya!" Bisik Zeva sambil menepuk lengan Aaron dengan keras.
Reflek Aaron melepasnya, setelah keduanya berdiri. Barulah Zeva beruaha menjelaskan.
"Ma-maaf Nya, tadi saya mau ambil gula. Gak tau kalau Tuan Aaaron ada di belakang, jadi gak sengaja terdorong." Ujar Zeva sambil menundukkan kepalanya.
Laras mendekati Zeva, dia mengusap lengan Zeva yang tampak bergetar itu.
"Tapi kamu gak papa kan? tangannya terluka atau kakinya?"
"Enggak nya, enggak papa." Sahut Zeva dengan cepat.
Aaron segera pergi dari sana tanpa menunggu Laras menghampiri nya, dia kembali ke kamarnya dengan perasaan yang aneh.
"Ada apa dengan diriku?" Batin Aaron sambil memegangi d4d4nya.
Tidak mau pusing, Aaron memutuskan untuk mandi.
***
Tengah malam, Zeva merasa belum mengantuk. Dia pun pergi ke dapur untuk minum, setelah minum. Zeva berniat akan kembali ke kamarnya.
SREETT!!
"To ... HMPP!!!" Seseorang menariknya hingga mendorong tubuh Zeva ke dinding, bahkan mulutnya di bekap oleh orang itu.
"Mas Aaron." Batin Zeva setelah melihat siapa orang yang melakukan hal itu padanya.
"Ikut saya!"
Aaron melepaskan bekapannya pada mulut Zeva, dia menarik kasar tangan Zeva menuju kamar tamu karena kamar itu yang paling dekat.
Cklek!
Tak!
"Kenap di kunci tuan?!" Pekik Zeva saat melihat Aaron mengunci pintu.
Aaron mengindahkan ucapan Zeva, dia malah berjalan pelan ke arah Zeva yang terlihat ketakutan. Tatapan Aaron sangat menakutkan bagi Zeva, dia pun turut memundurkan langkahnya menjauh dari pria itu.
"Tu-tuan." Lirih Zeva..
Tubuh Zeva menabrak meja rias, melihat Zeva yang tak bisa kemana-mana lagi. Aaron pun mengangkat satu sudut bibirnya, dia meletakkan satu tangannya ke arah tembok sebelah Zeva.
Posisi mereka terlihat sangat dekat, bahkan Zeva bisa merasakan nafas Aaron berada di keningnya.
"Kenapa kamu berada disini? apa tujuannmu berada di rumahku?" Tanya Aaron dengan suara lirih.
"Ma-mana aku tahu ini rumah mas Eh! tuan!" Zeva meralat perkataannya yang suka salah memanggil Aaron dengan sebutan mas.
Aaron masih mempertahankan ekspresi wajahnya, tangannya yang lain terangkat lalu menyentuh rambut Zeva hingga membuat wanita itu memundurkan kepalanya lantaran merasa risih dengan apa yang Aaron lakukan.
"Apa ... suamimu itu menyuruhmu untuk memata-mataiku?" Bisik Aaron.
Mendengar itu, Zeva pun mendelik. Dia mendorong kasar Aaron, hingga pria itu terkejut dengan respon Zeva.
"Sebelum kamu tanyakan soal suamiku, periksa tentang status kamu di pengadilan!"
Zeva bergegas ke arah pintu, dia pun keluar dari kamar tamu. Meninggalkan Aaron yang terdiam karena perkataan Zeva.
Zeva masuk ke dalam kamarnya, dan memeluk lututnya sembari menangis di belakang pintu. Aaron terlihat menakutkan di matanya untuk saat ini. Zeva tak sanggup melihat tatapan Aaron padanya yang menjadi kini dingin dan datar.
"Kenapa dia bertanya soal suami, seharusnya dia tanya. Kamu sudah menikah lagi apa belum gitu kek. Kenapa malah tanya suami, kalau aku jadi janda ... Siapa yang mau sama janda anak satu hiks ... huhuhu satatusku sudah seperti janda b0dong. Istri bukan janda bukan hiks ...."
"Eh? gak waras kamu Zev." Zeva menghapus kasar air matanya, dia pun perlahan bangkit dan merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya.
Di tempat tidur Zeva pun kembali menangis, hingga akhirnya dia pun tertidur karena lelah menangis.
...
Aaron tak fokus dalam meetingnya, dia memikirkan perkataan Zeva malam tadi. Rasa penasaran nya mencuat, memang selama ini dia tidak pernah tahu bagaimana hasil dari surat perceraian yang dirinya berikan.
"Bagaimana tuan Aaron, apa anda setuju dengan kerja sama ini?" Tanya klien Aaron.
"Ha? Apa? gimana?" Aaron malah kebingungan saat di tanya oleh calon kliennya.
Fajar menepuk pelan tangan bos nya itu sembari berbisik pelan. "Tuan ngantuk? cuci muka dulu sana, ini proyek ratusan M Bukan ratusan ribu."
Aaron kembali fokus, dia melihat kertas kerja sama yang asistennya berikan.
"Ehm maaf, untuk keuntungannya saya tidak setuju. Coba anda rundingkan lagi dengan para staff anda. Maaf saya gak bisa lama, sampai ketemu lagi nanti. Saya masih ada urusan."
Aaron mengembalikan kertas kerja sama tadi dengan mudahnya hingga membuat Fajar dan calon klien Aaron melongo melihatnya.
"Ma-maaf pak, kami akan hubungi lagi nanti. Sepertinya bos saya sedang ada kepentingan yang tidak dapat di tunda. Permisi!" Fajar buru-buru menyusul Aaron yang sudah masuk ke dalam mobil.
"Tuan, sebenernya ada apa? kenapa pergi tiba-tiba?" Tanya Fajar ketika dirinya sudah memasuki mobil.
"Kau, keluar." Usir Aaron.
"A-apa?!"
Fajar di tinggalkan di pinggir jalan begitu saja, sudah nasibnya menjadi bawahan bos dengan sifat bak tembok.
"Untungnya saya sabar loh bos." Lirih Fajar menatap kepergian mobil Aaron.
Aaron ternyata pulang ke rumah, dia segera berlari masuk untuk segera menemukan seseorang.
"Bi, dimana Zeva?" Tanya Aaron pada salah satu maid yang sedang bekerja.
"La-lagi di kamar tuan, katanya lagi gak enak badan." Jawab maid itu.
Bergegas, Aaron pun pergi ke kamar Zeva yang memang sudah dia tahu dimana letaknya.
Cklek!
Zeva terkejut ketika Aaron membuka pintu kamarnya tanpa mengetuknya lebih dulu, dia segera mendudukkan dirinya dengan lemah.
"Mas Aaron." Lirih Zeva.
Zeva bangkit dari ranjang, walau tubuhnya terasa sangat lemas. Dirinya melihat Aaron kembali menutup pintu sebelum mendekatinya.
"A-ada apa?" Tanya Zeva.
"Coba jelaskan padaku, tentang perkataanmu malam tadi?" Desak Aaron.
Zeva menatap bingung, dia kembali mengingat apa yang dirinya ucapkan malam tadi.
"Kepala ku sedang pusing, kenapa malah di suruh mikir." Batin Zeva kesal.
"Jangan merutuki ku di dalam otak kecilmu itu!" Peringat Aaron seperti tahu apa yang sedang Zeva pikirkan.
"Apa?!" Sontak Zeva mengerucutkan bibirnya, dia kembali mengingat kejadian semalam.
Setelah lama Zeva mengingatnya, akhirnya dia pun membuka suara.
"Apa kami belum menyerahkan surat itu ke pengadilan?" Tanya Aaron dengan suara beratnya.
Tubuh Zeva menegang, dia mengangkat wajahnya. Tatakan mereka bertemu, saling menatap dengan rasa. Jika di lihat, masih afa cinta di kata mereka. Namun, keduanya saling menutupi itu.
"Ehm itu ...."
"Jawab!" Sentak Aaron mencengkram kasar tangan Zeva.
"Sshh!! sakit tuan!" Ringis Zeva.
Bukannya melepaskan, Aaron malah semakin mencengkram lengan Zeva. Dapat di pastikan jika lengan Zeva akan mendapat noda kebiruan.
"To-tolong, ini sangat menyakitkan." Zeva menatap sorot kemarahan Aaron dengan tatakan sayu nya. Dia merasakan sakit pada perutnya hingga tak mampu menahan lagi.
Tubuh Zeva limblung, Aaron dengan sigap menahan tubuh itu. "Zev! Zeva!!" Panik Aaron.
"TOLONG!!!" Teriak Aaron.
Aaron tak sadar jika teriakannya bisa mengundang orang yang berada di rumah berdatangan.
Cklek!
"Aaron? kenapa kau ada disini?"
Aaron menatap sekilas kakaknya, dia bergegas membawa tubuh Zeva ke kasur tanpa memperdulikan tatapan sang kakak.
"Aku dengan kau meminta tolong, aoa yang terjadi pada Zev?" Jacob pun ikut panik melihat wanita itu yang tampak pucat.
"Aku tidak tahu, dia tiba-tiba pingsan. Coba lah periksa dia bang." Panik Aaron.
Jacob merasa aneh dengan ekspresi adiknya yang terlihat sangat khawatir, tapi dirinya tetap melakukan apa yang Aaron suruh.
Jacob mengecek denyut Zeva, lalu tangannya turun berniat menyentuh perut Zeva. Namun, tangan Aaron malah mencekalnya.
"Abang mau ngapain?" Tanya Aaron.
"Mau abang periksa sebentar, kata kakak iparmu Zeva sakit perut. Makanya tadi abang niat kesini mau periksa." Terang Jacob.
"Harus banget di pengang?" Tanya Aaron yang merasa tak rela.
Jacob menegakkan tubuhnya, dia menatap datar adiknya yang tidak seperti biasanya itu.
"Kamu ini kenapa? abang sedang periksa dia, kenapa malah kamu yang khawatir? kamu bukan suaminya, jadi apa urusannya dengan kamu?" Tanya Jacob sembari menaikkan satu alisnya.
"Kalau suaminya gak terima istrinya di pegang gimana?" Tanya Aaron membuat Jacob bertambah bingung.
"Tapi kamu bukan suaminya kan? sudahlah, lebih baik kamu panggil kakak iparmu! kenapa kamu cerewet sekali," ujar Jacob dengan kesal.
Belum juga Aaron beranjak untuk memanggil kakak iparnya, ternyata Adinda datang bersama si kembar ingin menjenguk Zeva.
"Zevanya belum di bangunin mas?" Tanya Adinda.
"Dia pingsan sayang," ujar Jacob.
"Kak, kaku saja yang periksa. Jangan bang Jacob, suaminya pasti gak mau istrinya di sentuh dengan pria lain."
"Haahh, sayang. Panggil dokter Wendy, biar puas nih orang satu. Dari tadi ngoceh terus, kayak dia suaminya aja." Seru Jacob yang sudah kesal dengan kelakuan adiknya, dia berjalan menuju sang istri yang menatap mereka dengan tatapan bingung.
"Aku suaminya, makanya aku tidak rela."
"APA?!"
"EH?!"
DOUBLE UP🥳🥳🥳 JANGAN LUPA DUKUNGANNYA😆