Gisella Arumi tidak pernah menyangka akan menjadi istri kedua Leonard Alfaro kakak iparnya sendiri setelah ia menyebabkan Maya saudaranya koma karena kecelakaan mobil. Gisella yang mengendarai mobil di hari naas itu terlibat kecelakaan beruntun di jalan tol.
"Kau harus bertanggung jawab atas kelalaian mu, Ella. Kamu menyebabkan kakak mu koma seperti sekarang. Kau harus menikah dengan Leonard. Mama tidak mau Leo sampai menikahi perempuan lain untuk merawat Noah", tegas Meyda mamanya berapi-api sambil menunjuk wajah Gisella.
Bak tersambar petir di siang bolong, Gisella menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau. Aku akan bertanggung jawab mengurus keponakan ku tanpa harus menikah dengan Leonard. Bahkan aku tidak mengenalnya–"
Plakk!
Tamparan keras Rudi sang ayah mbuat Ella terkejut. Gadis itu mengusap wajahnya yang terasa perih. Matanya pun memerah.
"Kenapa papa menampar ku?"
"Karena kau anak tidak tahu di untung. Kau pembangkang tidak seperti Maya. Kau sudah menyebabkan kakak mu koma!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RUMAH IMPIAN ELLA
Leonard baru saja selesai mandi. Setelah seharian beraktivitas.
sesudah memakai jogger pants dan kaos oblong berwarna hitam, Leo merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur berukuran luas di kamarnya.
Kedua tangannya tersemat menopang bagian belakang kepalanya. Matanya sama sekali belum merasa ngantuk. Ia menatap langit-langit kamar.
Tiba-tiba laki-laki itu mendadak berdiri, memakai sandal rumah keluar kamarnya.
*
Ella berdiri menatap gambar desain yang sedang ia kerjakan. Sesekali tampak mengeluh ketika mendapat kesulitan.
Tapi gadis itu pantang menyerah, melanjutkan kembali pekerjaannya. Fokus sampai benar-benar tidak ada kesalahan lagi.
Saking seriusnya sampai-sampai ia tidak menyadari kalau Leo berada di belakangnya dan mencondongkan sedikit tubuhnya menatap hasil desain Ella.
Jelas saja tindakan Leo membuat Ella melonjak kaget.
"Kakak... Kau mengejutkan aku", teriaknya histeris sampai-sampai pensil di tangannya maupun yang di sematkan di telinganya terjatuh.
"Jadi karena mengerjakan sketsa ini, kamu melewatkan makan malam mu Ella?", tanya Leonard masih fokus melihat hasil sketsa yang Ella gambar. Sebuah rumah mungil yang memiliki perkarangan luas.
"Rumah siapa ini?"
Ella telah berdiri di samping Leo.
"Rumah impianku. Jika aku memiliki cukup uang nanti aku akan membangun rumah ini", seloroh Gisella tertawa lucu. "Entah kapan aku bisa mewujudkan impian ku. Uang tabungan ku belum cukup", sambungnya lagi tawa masih menghiasi bibirnya.
Leonard melirik Ella. Kalau boleh jujur ia mulai menyukai tawa gadis itu. Entah mengapa sejak pagi tadi ketika memperhatikan Ella dari CCTV ia menyukai tawa itu. Senang jika melihat gadis itu tertawa, sepertinya bahagia sekali tanpa beban hidup. Penilaian tambahan yang Leonard berikan untuk Ella, gadis itu selalu ceria.
"Bagaimana menurutmu rumah impian ku?", tanya Ella tanpa mengalihkan pandangannya dari sketsa.
"Lumayan. Masih banyak kekurangannya".
Ella melototkan kedua matanya.
"What? Jelaskan di mana kekurangannya? Huhh .. Aku tidak terima kalau ada orang memberikan penilaian negatif tanpa menjelaskan alasannya", ujar Ella. Kini ia menatap Leonard sambil melipat tangannya ke depan dada sambil menautkan kedua alisnya.
Namun ada yang mengetuk pintu.
"Masuk", ujar Leo.
Nur yang datang dengan nampan berisi makanan dan minuman.
"Sekarang makan dulu, kata Rosa kau belum makan. Dari sore kamu berada disini. Aku akan mengatakan kekurangan sketsa yang sedang kamu kerjakan Ella", ucap Leo terdengar begitu perhatian.
Ella menghela nafasnya. Gadis itu mengikuti Leo duduk di sofa. Hanya ada satu sofa panjang di ruangan itu. Mau tidak mau Ella duduk di samping Leonard. Bahkan Ella bisa mencium harum shampoo laki-laki itu.
"Sebenarnya aku sudah tidak ingin makan. Tadi sore aku sudah makan beberapa potong cookies coklat", ucap Ella tak berminat menyentuh nasi malam-malam begini.
"Makanlah sedikit saja. Sesibuk apapun pekerjaan mu, kau jangan melupakan makan Ella. Kamu bisa sakit", ujar Leo menatap lekat wajah Ella dari samping.
Rambut di ikat acak ke atas kepala, menampakkan leher putih Ella yang jenjang.
"Jadi apa kekurangan gambar ku, kakak sudah janji mengatakannya. Aku sudah makan sekarang", tanya Ella sangat menuntut. Membuyarkan lamunan Leonard.
Leonard mengusap tengkuknya.
"Lahan rumah mu terlalu luas bagian belakangnya. Seharusnya rumah mu bisa di mundurkan lagi, jadi halaman bagian depan lebih luas".
"Tapi aku memang menginginkan seperti itu. Di bagian depan carport untuk dua atau tiga mobil saja. Mobil ku, mobil suami ku dan mobil yang dipergunakan untuk keperluan keluarga. Bagian belakang, akan aku buat taman bermain anak-anak ku nanti yang ramah lingkungan. Jika sudah selesai desainnya akan aku kirimkan pada dosen ku. Mata pelajaran terakhir yang aku ikuti semester ini membuat sketsa rumah impian", ucap Ella begitu bersemangat.
Leo jadi pendengar yang baik, ia terdiam mendengar perkataan Ella.
"Seharusnya beberapa hari yang lalu aku sudah kembali ke Amerika, tapi..
Ella tidak melanjutkan ucapannya.
"Keluarga harus di nomor satukan bukan?", sambungnya lagi tersenyum getir sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
"Bukankah aku suami mu, Ella. Jadi rumah itu, akan menjadi rumah kita?", tanya Leonard menatap lekat wajah Gisella yang langsung terbatuk-batuk mendengarnya.
Leo memberikan air putih pada Ella yang masih terbatuk. Kedua matanya sampai-sampai merah dan berair.
Tanpa ragu Leo mengusap lembut punggung gadis itu.
"M-aaf kan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa kak", ucap Ella merasa sangat bersalah.
"Apa salah mu sampai harus meminta maaf, hem?". Leonard membalikkan pertanyaan itu pada Ella. Terdengar dekat dan intim.
Ella menatap Leo. Keduanya bertukar pandang. Ella memutus duluan tatapan itu. Ia langsung berdiri. "Hm... Aku mengantuk. Aku mau tidur", ujar Ella langsung berlari keluar ruangan itu tanpa melihat pada Leo lagi.
Leonard terdiam menatap punggung Gisella menghilang di balik pintu. Laki-laki itu memijat keningnya.
...***...
To be continue