Setelah perceraian orang tuanya, dan kematian adik perempuannya, Jasmine, seorang gadis berusia 20 tahun, memutuskan meninggalkan masa lalunya dengan pergi ke Edinburgh—kota yang katanya penuh kehangatan, dia berharap menemukan harapan baru di sini.
Di sana, ternyata takdir mempertemukannya dengan Jack Finlay, pria berusia 27 tahun, yang merupakan pimpinan gangster, pria penuh misteri.
Dunia Jack sangat bertolak belakang dengan kehangatan yang Jasmine inginkan. Namun, entah bagaimana, dia tetap menemukan kehangatan di sana.
Di balik tatapan tajamnya, kerasnya kehidupannya, Jack juga sama hancurnya dengan Jasmine—dia seorang pria yang tumbuh dari keluarga broken home.
Kehadiran Jasmine seperti cahaya yang menyusup dalam kegelapan Jack, membawa harapan yang selama ini tak pernah dia izinkan mendekat. Jack menemukan kedamaian, kehangatan dalam senyum Jasmine. Namun, Jasmine menyadari, bahwa cintanya pada Jack bisa menghancurkan hidupnya.
___________
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Seseorang
Jasmine merasa jengkel mendengar bisikan Jack. Dia sedikit mendorong tubuh pria itu menjauh darinya.
Namun, Jack mendekat dan berbisik dengan suara yang menggoda, "Kau marah?"
"Aku tidak marah." Jasmine mendorongnya lagi. "Aku ingin membuat sesuatu untuk makan malam kita sekarang."
Tanpa menunggu respon Jack, Jasmine langsung melangkah pergi begitu saja. Sedangkan Jack hanya menatap punggung Jasmine, dengan seringai kecil di bibirnya.
"Lucu sekali ekspresinya," gumam Jack, sambil membakar ujung rokoknya.
**
Di dapur apartemen yang sederhana tapi tertata rapi, Jasmine sibuk menyiapkan makan malam. Dia mengaduk sup dalam panci sambil sesekali mencicipinya untuk memastikan rasanya pas. Terdengar langkah kaki mendekat, dan tak lama kemudian Jack muncul di ambang pintu.
Dia bersandar di kusen pintu dengan tangan disilangkan di dada, matanya memandang Jasmine dengan tatapan menggoda. "Kau terlihat sangat serius di sana. Apa kau selalu secantik ini saat memasak?"
Jasmine hampir menjatuhkan sendok di tangannya. Dia menoleh dengan alis terangkat. "Jack, kalau kau tidak membantu, setidaknya jangan ganggu."
Jack tersenyum lebar, lalu mendekat dengan langkah santai. "Aku hanya memuji. Tapi kalau kau butuh bantuan, aku bersedia jadi asisten pribadimu."
"Kalau begitu, potong sayuran ini," jawab Jasmine, menyerahkan talenan dan pisau.
Jack menerimanya, tapi bukannya mulai memotong, dia justru berdiri di sebelah Jasmine, terlalu dekat hingga Jasmine bisa merasakan kehangatan tubuhnya. "Kau tahu, aku sebenarnya lebih baik dalam mencicipi makanan daripada memasaknya," katanya sambil menatap Jasmine dari sudut matanya.
Jasmine menghela napas, berusaha mengabaikan detak jantungnya yang tiba-tiba meningkat. "Kalau begitu, tunggu saja sampai makan malam siap."
"Tapi aku lapar sekarang." Jack membalas dengan nada menggoda, membuat Jasmine semakin salah tingkah.
"Jack, menjauh sedikit. Kau menghalangi," kata Jasmine, mencoba terdengar tegas.
Jack malah mendekatkan wajahnya, tersenyum penuh godaan. "Aku pikir kita bekerja sama dengan baik di sini. Kau masak, aku menghibur."
Jasmine meletakkan sendok dengan sedikit keras di meja, wajahnya mulai memerah. "Jack, aku serius!"
Jack tertawa kecil, akhirnya mundur sedikit. "Baiklah, baiklah. Aku tidak ingin makan malam ini gagal karena aku membuatmu gugup."
"Siapa yang gugup?" Jasmine mendesis, meskipun pipinya semakin memerah.
Jack hanya terkekeh, lalu mulai memotong sayuran dengan gaya santainya dan rokok yang terselip di bibirnya. Sesekali dia melirik Jasmine, menikmati bagaimana wanita itu berusaha keras untuk tetap fokus.
Saat makan malam hampir selesai, Jack tiba-tiba berkata, "Kau tahu, Jasmine, aku tidak pernah merasa apartemen ini seramah ini sebelumnya."
Jasmine menoleh, terkejut dengan nada serius di suara Jack. "Maksudmu?"
Jack menatapnya, matanya melembut. "Aku tidak ingat kapan terakhir kali ada seseorang di sini yang membuat tempat ini terasa seperti rumah. Terima kasih."
Jasmine terdiam sejenak, merasakan sesuatu yang hangat mengalir di hatinya. "Kalau begitu, kau harus mulai terbiasa. Aku akan sering mengganggu dapurmu," balasnya dengan senyuman kecil.
Jack tersenyum kembali, dan untuk sesaat, suasana di antara mereka terasa begitu hangat, seperti cahaya musim gugur yang menyelinap ke dalam ruangan.
"Aku harap kau selalu mengganggu dapurku, Jasmine."
Jasmine tertawa kecil. "Ya, kau tenang saja. Aku akan menumpang di sini, dan sebagai gantinya aku akan selalu mengganggu dapurmu."
Jack tidak membalas, pria itu hanya tersenyum dan membantu Jasmine membawa makanan yang sudah siap ke atas meja makan. Mereka mulai makan malam bersama.
...****************...
Keesokan harinya..
"Ayo pergi," ajak Jack tiba-tiba.
Jasmine mengerutkan keningnya. "Memangnya kita akan kemana?"
"Kau akan tahu jika kita sudah tiba di tempatnya," jawab Jack, tersenyum penuh arti.
Jasmine merasa curiga, namun dia juga penasaran kemana Jack akan membawanya hari ini. Dia segera mengikuti Jack keluar dari apartemen dan menuju parkiran motor.
"Kau tidak akan membawaku ke tempat yang berbahaya, bukan?" tanya Jasmine.
"Tidak, kau tenang saja, Jasmine," jawab Jack terkekeh.
Melihat Jack seperti itu, Jasmine semakin merasa curiga. Namun, langkahnya tetap mengikuti Jack hingga mereka tiba di parkiran motor.
Jasmine segera naik ke atas motor pria itu dan memegangnya dengan erat.
**
Jack dan Jasmine tiba di depan The Rusty Crown, kafe kecil tempat Jack biasa menghabiskan waktu bersama teman-temannya.
Jasmine memandangi bangunan itu dengan ragu. Suasananya terlihat sama seperti terakhir kali dia ke sana—gelap, dengan aroma minuman kopi yang samar-samar tercium dari luar.
"Kenapa kau membawaku ke sini lagi?" Jasmine bertanya, menatap Jack dengan alis terangkat.
Jack menyeringai santai. "Aku hanya ingin memperkenalkanmu kepada beberapa orang. Tenang saja, kali ini aku tidak akan membiarkan siapa pun mengganggumu."
Dengan enggan, Jasmine mengikuti Jack masuk ke dalam. Saat pintu terbuka, suasana kafe langsung terasa berbeda. Seorang pria berbadan besar yang sedang memoles gelas melirik mereka, dan ekspresinya langsung berubah terkejut.
"Jack! Kau datang lagi... dan kau bawa tamu?" tanya pria itu, matanya memandang Jasmine dengan penasaran. "Wah, ternyata wanita ini, yang pernah tersesat di kafe."
"Jangan mengganggunya," ucap Jack dengn suara yang tajam.
Beberapa pria lainnya yang duduk di meja dekat jendela juga menoleh. Salah satu dari mereka, pria berambut pirang dengan jaket kulit, bersiul pelan. "Jack kini membawa tamu yang kabur begitu saja saat itu."
Jasmine menundukkan kepala, merasa tidak nyaman dengan perhatian yang tiba-tiba mengarah padanya. Namun, Jack langsung melangkah ke depan, merangkul bahu Jasmine dengan santai, seolah melindunginya.
"Dia tidak kabur. Dia hanya punya alasan bagus untuk pergi waktu itu," kata Jack dengan nada santai, tapi tatapannya tajam mengarah ke pria pirang tadi.
Pria pirang itu tertawa kecil, mengangkat tangannya seolah menyerah. "Santai, Jack. Aku cuma bercanda. Tapi serius, kau membawa seorang wanita ke sini? Apa dunia sudah terbalik?"
"Aku rasa kita tidak berada di bumi saat ini." Pria lainnya menambahkan.
Jack hanya mendengus, lalu menuntun Jasmine ke meja di pojok ruangan. "Duduk di sini. Aku akan ambilkan sesuatu untukmu."
Jasmine duduk dengan canggung, merasa semua mata masih tertuju padanya. Beberapa menit kemudian, Jack kembali dengan dua gelas di tangannya—satu kopi panas untuk Jasmine dan satu bir untuk dirinya.
"Jangan terlalu tegang," kata Jack, menaruh gelas kopi di depan Jasmine. "Mereka memang suka usil, tapi tidak akan ada yang berani macam-macam denganku di sini."
Jasmine memandang kopi itu, lalu menatap Jack. "Kau sering datang ke tempat ini?"
Jack tersenyum tipis, mengangkat gelas birnya. "Tentu saja sering. Tempat ini seperti rumah kedua bagiku. Tapi belakangan, aku lebih sibuk mengurus hal-hal lain."
Jasmine mengangguk, mengerti bahwa hal-hal lain itu mungkin berkaitan dengan ibunya dan masalah-masalahnya yang lain. "Teman-temanmu... mereka semua sepertimu?"
Jack tertawa kecil, nadanya terdengar sedikit pahit. "Tidak, mereka tidak sebaik aku. Jadi, kalau ada yang mengganggumu, bilang saja padaku."
Jasmine hanya mengangguk, mencoba menikmati kopi panasnya di tengah suasana bar yang terasa asing baginya.
Saat itu, pria berbadan besar tadi mendekat ke meja mereka. "Hei, Jack. Kau benar-benar berubah. Aku tidak pernah melihatmu membawa seseorang ke sini sebelumnya, apalagi seorang wanita."
Jack hanya tersenyum tipis. "Mungkin ini saatnya aku berubah."
Pria itu tertawa keras. "Kalau kau berubah, dunia benar-benar sudah terbalik. Tapi aku suka gadis ini, dia punya keberanian datang ke sini lagi."
Jasmine hanya tersenyum kecil, mencoba menerima pujian yang terdengar seperti ejekan itu.
Jack memandangnya sejenak, lalu berkata pelan, "Aku bilang, kau aman di sini. Percayalah."
Dan entah bagaimana, kata-kata itu membuat Jasmine merasa sedikit lebih tenang di tengah suasana yang penuh perhatian itu.
Namun, saat Jasmine sudah sedikit terbiasa dengan suasana di kafe itu, seseorang tiba-tiba masuk begitu saja.
"Jack." Matanya berkaca-kaca menatap ke arah Jack yang sedang tertawa bersama Jasmine.
Jack menoleh ke asal suara, dia sedikit terkejut melihat seseorang yang berdiri di ambang pintu dan menatap ke arahnya.
...****************...