Lintang Ayu Sasmita merasa terguncang saat dokter mengatakan bahwa kandungannya kering dan akan sulit memiliki anak. Kejadian sepuluh tahun silam kembali menghantui, menghukum dan menghakimi. Sampai hati retak, hancur tak berbentuk, dan bahkan berserak.
Lintang kembali didekap erat oleh keputusasaan. Luka lama yang dipendam, detik itu meledak ibarat gunung yang memuntahkan lavanya.
Mulut-mulut keji lagi-lagi mencaci. Hanya sang suami, Pandu Bimantara, yang setia menjadi pendengar tanpa tapi. Namun, Lintang justru memilih pergi. Sebingkai kisah indah ia semat rapi dalam bilik hati, sampai mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka Masa Lalu
"Sayang, aku mencintaimu tulus. Semua yang ada padamu, aku akan menerimanya. Kekurangan atau kelebihanmu, kebaikan atau keburukanmu, semua akan kuterima. Aku sendiri punya kelebihan dan kekurangan, juga kebaikan dan keburukan. Jadi, sudah sepatutnya kita saling melengkapi. Itu sebabnya aku tak pernah bertanya kamu perawan atau nggak, karena cintaku ini nggak hanya fokus pada selaput dara. Ibaratnya, kamu masih perawan, aku cinta. Nggak perawan pun, aku tetap cinta."
Lintang terpaku demi mendengar jawaban Pandu yang panjang lebar. Sebuah jawaban yang harusnya menjadi guyuran bagi hatinya yang gersang. Namun, nyatanya tak semudah itu. Luka-lukanya masih perih dan sakit. Terlebih saat kejadian sepuluh tahun silam terbayang lagi dalam ingatannya.
Tangan Lintang makin kuat mencengkeram lengan Pandu, bentuk ekspresi diri dari rasa benci yang tiba-tiba menyeruak menguasai batinnya.
Orang-orang laknat itu ....
Menyadari perubahan sang istri, Pandu pun dengan sigap mengeratkan pelukannya. Lantas, ia usap bahu Lintang dengan lembut, sampai deru napasnya tenang kembali.
Sesungguhnya, Pandu sudah menduga dari awal, bahwa Lintang telah kehilangan keperawanan jauh sebelum menikah dengannya. Terkadang, hati Pandu tergerak untuk bertanya dan mengulik cerita yang masih disimpan Lintang. Namun, Pandu sadar, istrinya adalah tipe wanita yang mudah stres dan tertekan. Dia tak mau membebani istrinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak begitu penting.
Ya, tidak penting. Sejak ia memutuskan untuk menikahi Lintang, otomatis menerima diri Lintang seutuhnya, termasuk masa lalu yang pernah dialami wanita itu.
Pikir Pandu, kalau memang Lintang siap membagi kisahnya, pasti dia bercerita tanpa dipinta. Jika tidak bercerita, mungkin memang lebih baik dirinya tidak tahu. Karena apa yang terjadi pada masa lalu Lintang, dia tak berhak menghakimi.
"Mas!"
Pandu menunduk lagi, menatap sang istri yang memandangnya dengan sayu.
Demi menenangkan hati yang mungkin sedang rapuh, Pandu mengulum senyum lebar. Tangannya pula dengan mesra merapikan rambut Lintang yang berantakan di sekitar wajah.
"Aku udah nggak perawan. Kamu bukan orang pertama yang menyentuhku, Mas."
Pandu tersenyum. "Nggak masalah, Sayang. Cintaku nggak hanya berdasarkan pada keperawanan."
"Kalau aku jelasin soal itu, kamu bisa percaya nggak?" Tatapan Lintang kembali kosong, menyiratkan rasa lelah atas jalan yang mungkin menurutnya sangat curam.
"Apa pun yang kamu katakan, aku pasti percaya," ucap Pandu.
"Sekalipun orang lain nggak ada yang percaya?"
Pandu mengangguk. "Iya. Aku nggak peduli dengan apa kata orang lain. Yang kupercayai tetap ucapanmu, Sayang. Karena aku yakin, kamu nggak akan bohongin aku."
Lintang tersenyum getir. Kepercayaan yang ia dambakan dari orang tua dan keluarga, nyatanya ... malah didapatkan dari Pandu. Seseorang yang hanya mengikat hubungan di atas kertas, seseorang yang baru ia kenal selama tiga setengah tahun.
"Ini bukan inginku, Mas. Sebenarnya aku juga nggak mau, tapi ...."
"Apa ada yang memaksamu?" tanya Pandu dengan hati-hati.
Namun, pertanyaan itu hanya melebur, berbaur dengan deru angin. Sedikit pun tidak tertangkap dalam otak Lintang. Bukan karena pendengaran yang tak tajam, melainkan karena pikiran yang sudah hilang fokus.
Lagi dan lagi, Lintang teringat dengan memori silam. Kejadian kelam yang masih membekas sampai saat ini, yang mungkin tak akan ia lupakan sampai mati.
"Mas, aku mau mandi."
Lintang mengurai pelukan Pandu dan kemudian meninggalkannya begitu saja. Pandu tak bisa berkata-kata, sekadar menatap tubuh sang istri sampai tak terlihat lagi.
"Entah apa yang pernah kamu lalui, Sayang. Tapi, apa pun itu, semoga secepatnya bisa kamu lupakan. Percayalah, aku nggak akan menyalahkan masa lalumu," ucap Pandu seorang diri.
Sementara itu, di kamar mandi, Lintang mengguyur tubuhnya dengan brutal. Dia ingin menyamarkan air mata yang mengalir tanpa dipinta, juga menghapus jejak-jejak kotor yang pernah menempel di tubuhnya.
Kebencian dan rasa jijik mendominasi perasaannya kala itu. Sampai tak sadar ia terlalu kuat menggigit bibir, hingga menimbulkan sedikit luka yang berdarah.
Setelah cukup lama mengguyurkan air, rasa dingin menyergap dan membuat tubuh Lintang menggigil. Namun, itu pun masih tak membuatnya keluar dari kamar mandi. Lintang justru terduduk lunglai, bersandar sambil memeluk lutut. Tetes-tetes air dari rambut, senada dengan air mata yang kembali luruh.
"Tuhan, kenapa Kau berikan aku hidup?" Sedikit kata terucap dari bibirnya yang gemetaran.
______
Andai Suami Awards itu ada, pastilah kategori suami terbaik akan jatuh kepada Pandu Bimantara. Bagaimana tidak, dia sangat totalitas dalam mencintai sang istri.
Jika suami lain, mungkin akan kesal ketika pulang kerja mendapati rumah masih berantakan, tak ada makanan, dan tak ada sambutan yang manis. Namun, tidak demikian dengan Pandu. Rumah masih berantakan, dia tak keberatan membereskan. Di rumah tak ada makanan, dengan senang hati dia mengajak istrinya jalan-jalan dan makan di luar.
"Sekalian biar mood-nya nggak buruk lagi," pikir Pandu.
Ide cemerlang itu pun membuahkan hasil yang sesuai harapan. Lintang bisa tersenyum lebar dan tak lagi larut dalam kesedihan.
Kini, keduanya sedang asyik menyantap roti bakar di salah satu stand, di pujasera. Sesekali Pandu menyuapi Lintang, begitu pula sebaliknya. Mereka layaknya remaja yang masih pacaran. Sampai-sampai pemilik stand ikut tersenyum melihat kebersamaan mereka.
"Kalau saja kita kenal lebih awal, Mas, mungkin ... ada sedikit hal baik yang bisa terjadi," batin Lintang di sela-sela senyumannya.
Sebuah senyum yang entah akan bertahan sampai kapan.
Bersambung...
semoga aja ada orang yang merekam dan melaporkan ke pihak kepolisian dan mengusut tuntas kebenaran nya itu dan orang2 yang terlibat ditangkap serta dihukum
Konspirasi apa lg tuh antara Alby dan Utari , Rayana sekarang kamu tahu siapa suami dan bapak mu