“Regina Meizura Carlton sebenarnya sudah mati. Namun, tuhan memberikannya kesempatan kedua untuk membalas dendam*
Bagaimana rasanya dikhianati oleh suami, adik, ibu tiri dan juga ayah yang selalu memihak pada mereka. Hingga kematian merenggut Regina dan kesempatan kedua kali ini dia tidak akan melewatkan kasih sayang dari Axel Witsel Witzelm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aleena Marsainta Sunting, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Bisa Digunakan
Sekumpulan ibu-ibu sosialita termasuk ibu tiriku, Martha juga ada disana.
Mereka berada di sebuah restoran mewah dan terlihat berkumpul di salah satu ruangan VVIP.
“Martha, apa benar kali ini kamu yang mentraktir makan siang kita-kita?” kata salah seorang wanita yang mengenakan dress kuning mentereng dengan kaca mata hitam diatas kepalanya.
Dia terlihat antusias saat melihat menu makanan. Apalagi ruangan yang Martha pesan adalah ruangan VVIP sudah pasti makanan yang tertera di dalamnya serba mahal.
Mereka semua pastinya tidak akan melewatkan kesempatan untuk makan enak dan gratis.
Meskipun mereka terlihat memiliki banyak uang, tapi tetap saja kalau bertemu sesuatu yang berbau gratis, mereka sudah pasti tidak akan menolak.
“Hah … yang benar saja, Nancy … apa kamu masih meragukan diriku? Aku ini Martha Thomson, aku sudah berjanji minggu lalu kalau aku akan mentraktir kalian. Aku pasti akan melakukannya dengan sepenuh hati. Pesanlah apapun yang kalian mau. Hari ini bebas, aku yang traktir!” sahut Martha sombong di hadapan teman-teman sosialitanya.
Apalagi dia dengan berani dan tidak tahu malu memakai nama belakang dari kakekku.
“Wah, Nancy, kamu kalau bercanda jangan keterlaluan. Memangnya selama ini Martha pernah berbohong sama kita? Dia ini menantu kesayangan keluarga Thomson loh, ck, ck!” sahut wanita berbaju merah yang terlihat tak jauh beda penampilannya dengan Nancy. Menggunakan kacamata hitam yang ditaruh di kepalanya.
“Benar sekali yang di katakan Rissa, Martha ini teman kita yang paling baik dan selalu saja royal,” sahut wanita berbaju hijau, sepertinya memang semua berseragam dengan kacamata hitam yang ditaruh di kepalanya.
“Si Nancy, Rissa, Donna tau saja kalau yang gratisan. Apa gak sebaiknya kita bayar sendiri-sendiri saja. Bukannya itu lebih hemat kalau makanan kita dibagi-bagi bayarnya,” celetuk wanita berbaju ungu yang terlihat sok hemat menyarankan pembayaran.
“Sudah-sudah jangan ribut terus. Kalau begini kapan pesannya. Waktuku terbatas, aku ada rapat dengan klub diamond setelah ini. Jadi, jangan buang-buang waktu,” ucap wanita yang terlihat sok sibuk dan berbaju hitam. Dia terlihat gak peduli juga terlihat sibuk dengan ponselnya.
Dia terlihat meremehkan Martha.
Sepertinya dia hanya datang untuk ajang pamer saja.
“Tuh, tuh lihat si Winnie Albert, siapa sih yang tidak kenal dengan Nyonya Albert. Waktu dia adalah uang. Sibuk kesana kemari,,” jawab Martha terlihat tidak suka karena merasa sedikit tersaingi dengan sifat sombongnya.
Namun, dia meladeninya dengan sedikit menaikan sudut bibirnya kecut.
Martha selalu pamer apapun yang dia pakai agar terlihat mencolok. Dan membanggakan keluarga Thomson kakekku.
Benar-benar menganggap dirinya seperti dialah putri kesayangan dari kakekku. Bukan seorang selir yang dibawa papaku masuk menyusup ke keluarga besarku.
Martha segera memberi kode pada pelayan yang berdiri tidak jauh dari meja mereka. Dia harus segera memesan makanan termahal dari restoran mewah itu. Supaya saingannya tidak terus mengejek.
Padahal sebenarnya mereka semua hanya memanfaatkan uang yang dikeluarkan oleh Martha.
Tidak ada teman setia, benar-benar hanya ajang pamer harta kekayaan juga jabatan suaminya.
Sambil menunggu makanan mereka terlihat mengobrol. Mengobrol dengan menunjukkan barang-barang yang dibawa mereka.
Seperti Nancy yang terlihat dengan sengaja menaruh kunci mobil Porsche nya agar terlihat semua anggotanya.
“Wah, mobil baru, Nancy?” komentar Rissa dengan sengaja sambil menunjuk dengan tangannya.
Namun, dia memang sengaja memamerkan cincin berlian yang mentereng di jari tengahnya.
“Ahh … ini biasa, si papih habis pulang jalan-jalan dari luar terus bawa ini, katanya buat aku jalan-jalan ke mall. Itu kamu keren juga, berapa an, modelnya lucu juga buat koleksi!” sahut Nancy sambil membanggakan kunci mobilnya dan menunjuk cincin di jari tengahnya.
“Ini si baby aku yang beliin, lumayan murah sih cuma lima puluh jutaan!” jawab Rissa yang terus memegang jari tengahnya pamer kepada mereka penuh antusias.
“Hampir sama harganya dengan tas yang aku pakai dong,” sahut Donna yang tidak mau kalah memamerkan tas baru di tangan barunya.
“Alah cuma segitu aja, itu mah biasa. Lihat nih, aku dibeliin satu set berlian, tas dan mobil baru,” kata Winnie yang selalu merasa dirinya paling kaya di antara yang lain.
“And by the way … kamu punya barang baru apa, Tha?” si Winnie yang menarik bibirnya kecut karena dia tidak melihat ada yang dipamerkan oleh Martha.
“Oh, itu biasalah, aku cuma diberikan kartu limit belanja sesuka aku. Makanya aku bilang, pesan aja. Apapun, hari ini pokoknya semua aku yang traktir,” kata Martha sambil mengeluarkan dua kartu hitam limit miliknya juga papaku.
Mata Winnie berputar terlihat menyepelekan. Dia merasa yakin dirinya gak akan tersaingi oleh Martha. Tapi, ternyata dengan dua kartu hitam yang dikeluarkan Martha, Winnie pun merasa tersaingi.
“Husstt!! Sudah ayo kita makan, habis ini kita belanja beli tas dan berlian keluaran terbaru yuk!” Si Nancy mengeluarkan ide dan didukung oleh Rissa, Donna yang menyetujui dengan anggukan antusias.
Hanya Winnie yang terlihat B aja. Dia seolah mencari celah untuk menjatuhkan Martha. Sepertinya Winnie merasa, dia harus mengalahkan Martha.
Setengah jam berlalu. Kini mereka sudah selesai makan. Martha kembali memberi kode memanggil pelayan untuk melakukan pembayaran.
Tanpa diminta pun pelayan dengan senang hati mengeluarkan tagihan.
Martha meletakkan salah satu kartu hitam tadi di baki untuk melakukan pembangunan.
“Jadi, habis ini kita ke toko sebelah saja. Aku melihat koleksi tas mereka seperti yang terbaru. Lalu, ada dress keluaran terbaru juga disebelahnya. Kita kan bisa memilih baju couple untuk grup kita,” si Rissa mengeluarkan ide cemerlang menurut nya.
Winnie kembali menarik sudutnya kecut. Dari dandanan yang dia kenakan, dia sendiri terlihat menonjol dengan gaun hitamnya. Padahal sekarang masih siang, Winnie tidak peduli omongan yang lain.
Dia hanya berpikir, semakin berbeda dan mencolok dia akan lebih menjadi pusat perhatian.
“Maaf Nyonya, apa ada kartu lain?”
Pelayan tadi menghampiri Martha dan mengembalikan kartu hitamnya.
Martha dan yang lainnya ikut menoleh. Mereka juga mereka salah mendengar, tapi kalau dengan Winnie dia terlihat senang.
Ini akan menjadikan Winnie sebagai pahlawan kalau kesiangan kalau sampai Martha tidak bisa membayarnya.
“Apa?? Kau tidak salah? Kau yakin sudah menggesek kartunya dengan benar?”
Martha masih yakin ini adalah sudah kesalahan. Dia yakin seyakin-yakinnya, kalau ucapan pelayan tadi sedang berbohong.
Mau tidak mau dia mengambil kartu itu dan memberikan kartu hitam lainnya.
“Aku tidak mungkin salah. Kartu itu unlimited money, si bodoh Regina sudah menyetujuinya waktu itu,” bisik hati Martha merasa sedikit gelisah karena kartu hitam miliknya ditolak.
Jadi, tadi dia memberikan kartu hitam milik ayahku.
“Maaf, kartu yang ini juga tidak bisa digunakan!”