--Balas dendam terbaik adalah dengan menjadi pemenang sejati--
Setelah dicampakkan ayahnya dan diputus status sebagai Tuan Muda saat usia delapan tahun karena kutukan, Xavier bangkit sebagai sisi yang berbeda setelah dewasa. Mengusung nama besar Blood dengan menjadi panglima perang sejati dan pebisnis andal di kekaisaran.
Namun ... pada akhir dia tetaplah sampah!
---Ekslusif di NOVELTOON---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ɛpɪsoʊd 22
Seperti dugaan Xavier, menghadapi Raja sejenis Oslo Harlowid tidak akan semudah membalik telapak tangan.
Pertarungan mental lebih memuakkan daripada menusukkan pedang ke jantung musuh. Lambat, terlalu melibatkan banyak tekanan dibanding tindakan nyata.
“Mereka datang kemari dengan sukarela. Aku memberi makan dan kebutuhan yang tak mereka dapatkan di Grim Hills sejak saat wilayah itu terkubur dalam kebangkrutan nyata. Jika kau ingin membawa mereka, maka bawakan pertukaran yang setimpal dengan harga kebutuhan hidup mereka selama tiga tahun ini di sini. Apa kau sanggup mengganti kerugian yang sudah kukeluarkan, Kapten Blood?”
Langsung pada intinya. Raja Mávros sesuai yang dikabarkan, sosok perhitungan yang tak ingin rugi---perhitungan dalam konteks yang tidak adil, keuntungan untuk dirinya yang lebih banyak, tak peduli menginjak punggung-punggung lemah yang hanya butuh sesuap makan.
Dengan senyuman tenang, Xavier menegakkan badan dari mula yang tersandar ke badan sofa. Mata merahnya terus menguasai wajah Oslo yang sudah bengis, tidak ada lagi keramahan di mata raja itu seperti tadi.
“Bukankah mereka membantu dalam pembangunan benteng tanpa dibayar?"
Pernyataan dalam pertanyaan, berhasil merubah raut wajah Oslo Harlowid dari yang biasa, menjadi sedikit mengurat padam. Terjadi gesekan gigi dalam mulutnya, ketenangan mulai terusik. "Kau ... dari mana kau mendapatkan persepsi seperti itu?"
"Itu bukan persepsi," sanggah Xavier. "Tapi kenyataan yang tidak bisa Anda elak lagi, Paduka Raja Mávros yang terhormat.” Lalu menunjukkan smirk sedikit tipis. “Aku benar, 'kan?"
Meski menggunakan sapaan 'paduka raja', tapi Raja Oslo merasakan tak lagi ada hormat di dalamnya. Xavier bahkan merubah sudut pandang untuk dirinya sendiri dari 'saya' menjadi 'aku', terhadap dirinya. Artinya Xavier mulai maju selangkah untuk melawan.
Senyuman yang tersabit miring di sudut bibir ... membayang sebuah tantangan nyata.
Raja Mávros masih diam, tenggelam memikirkan jawaban tepat. Tajam tatapannya menusuk Xavier seolah sedang mengutuk, tapi aslinya dia sedang berpikir.
"Kediaman Anda jelas adalah jawaban. Anda sudah menjadikan mereka budak pekerja. Aku rasa hal itu cukup setimpal untuk membayar kebutuhan mereka selama berada di sini. Sehelai baju sekali dalam enam bulan dan sepiring makan perhari, tanpa buah-buahan segar, susu dan vitamin, juga tanpa tempat tidur yang nyaman. Harga yang tak sebanding dengan benteng tinggi yang Anda bangun di perbatasan. Jadi aku tak perlu membayar apa pun lagi untuk membawa mereka, karena para budak itu sudah membayar dengan diri mereka sendiri.”
Sepasang mata Raja Mávros berkilat penuh gejolak, membara dalam kegeraman yang bergumul seperti sekumpulan kabut. “Jadi begitu, Kapten Blood? Kau su--”
“Dan ini!” potong Xavier.
TAK!
Dia meletakkan sesuatu ke atas meja, dilihat langsung oleh mata Raja Mávros yang tua itu.
Benda itu--- lencana resmi Kaisar, lempengan bandul medali dengan ukiran seekor singa di tengah-tengah.
“Kaisar melegalkan niatanku,” tukas Xavier, menegaskan dukungan yang dibawanya.
“Rupanya kau tak main-main,” kata Raja Oslo, namun
.... “Aku tidak peduli! Itu hanya sebuah lencana. Kau bisa saja mencurinya dari Kaisar.”
Xavier tersenyum lucu. “Sudah kuduga dia akan menanggapi seperti itu," kata hatinya.
Lencana itu diambil kembali dari atas meja, kemudian disergap dalam genggaman. “Anda bisa menghubungi Kaisar jika tak percaya," katanya, memasukkan kembali lencana itu ke dalam saku bagian dalam coat-nya, waspada kalau-kalau Raja Oslo membanting tanpa berpikir. “Tapi aku rasa Anda tidak akan melakukannya,” dia menukas, lalu bangkit dari posisi duduk. “Aku akan menemui para penduduk itu langsung ke lokasi pembangunan benteng.”
Raja Mávros ikut berdiri, lalu menyeru, “Kau tidak bisa melakukan itu! Siapa kau yang bisa seenak jidat mengatur para budakku?!”
Xavier malah terkekeh.
“Aku? ... Siapa aku?” Rautnya mempermainkan.
Detik berikutnya dia meratakan kembali ekspresi itu. Aura kelam menguar dari dirinya membentuk intimidasi. “Bukankah Anda sudah tahu? ... Aku, Xavier Blood---Panglima Perang Kekaisaran, juga ... Penguasa baru Grim Hills yang sekejap lagi tanah itu akan aku hidupkan.”
Bergilir bola mata Raja Mávros menatap wajah Xavier dengan kelopak lebar.
Grim Hills tanah yang mati, tapi saat Xavier mengatakan jika dirinya adalah penguasa baru wilayah itu, entah mengapa sekonyong-konyong perasaannya mendadak resah.
Xavier bicara lagi, “Aku akan membawa kembali para penduduk itu, memulangkan ke tempat asal dan mensejahterakan mereka semua, sesuai hukum perlindungan, hak dan kewajiban. Anda akan terdampak hukum jika bersikukuh menahan mereka sebagai budak.”
Itu menakutkan, namun juga ... mengesankan.
Raja Oslo diam sesaat menikmati keterkejutan bertumpuk. Namun tak lama dia menyadari ini sedikit konyol. Anak muda itu pasti sedang menggertak.
Sesaat kemudian dia tertawa lebar, “Hahaha!” Sampai terlihat uvula di ujung tenggorokannya bergetar-getar.
Xavier mengecilkan mata mengamati kelakuan itu.
Dan tawa Raja itu teredam dalam beberapa saat kepuasannya. “Kau pikir Kaisar Bjorn akan berani menghukum aku? Menghukum penguasa Mávros yang mulia ini?! Hahaha! Yang benar saja!” Terselip kesan kepercayaan diri yang sangat tinggi, lalu tertawa lagi. “Tidak! Tidak seperti itu. Tidak akan pernah! Kami kolega erat dalam berbisnis. Kau lucu sekali, Anak Muda!”
Itu mungkin terlampau percaya diri, tapi bisa dipercaya juga.
Otak besar Xavier bekerja cepat.
Menghubungkan perangai dua pemimpin---Raja Oslo Harlowid dan Kaisar Bjorn Philaret, dia langsung bisa menyimpulkan jika keduanya memang sangatlah cocok.
Meski tak banyak yang tahu termasuk dirinya sendiri pada mulanya, tapi setelah resmi memperistri Ashiana dan berhubungan langsung dengan istana kaisar bagian dalam, Xavier cukup tahu banyak, mana yang tulus dan mana para bobrok yang manipulatif.
Dan salah satu maha kebobrokan itu adalah Kaisar Bjorn sendiri.
Melalui Ashiana, beberapa tabir mulai tersingkap di istana satu per satu. Termasuk penganiayaan putri itu dan sakit jiwa yang ternyata hasil olah kecurangan keluarganya sendiri.
Dan bisnis yang dikatakan Raja Oslo yang entah secara sadar atau tidak barusan itu, meski belum tahu, Xavier yakin itu sejenis bisnis yang tak terbuka atau bisnis bawah tanah yang mungkin berdiri dalam penyimpangan norma. Karena sedikit pun tak ada terdengar kerja sama apa pun antar mereka di permukaan dunia yang demikian.
“Benar!" kata Xavier lantas, bergerak dua langkah ke dekat Oslo Harlowid, dengan perangai santai.
Raja itu langsung terdiam dan mengamati gelagat Xavier sekarang. Tawanya tidak tersisa.
Xavier melanjutkan, “Benar jika Kaisar mungkin tak akan menindak Anda, Paduka Raja." Dia setuju mengenai itu.
“Meski dia memberiku lencana pentingnya untuk kebebasan penduduk Grim Hills yang Anda budakkan, pada akhir dia pasti akan dilema dalam memilih. Antara Anda rekan bisnis yang kedengarannya hebat, dan aku menantu sekaligus panglima perang andalan, tapi .... Aku tak peduli itu. Kenapa? Karena aku akan bertindak sesuai kata hati dan keinginanku sendiri, bukan menurut keputusan Kaisar.”
Raja Oslo terusik keyakinannya. “Kau ... kau tidak takut dianggap sebagai pemberontak?!”
Gertakan yang tepat.
Tapi orang yang dihadapinya adalah Xavier. Dalam seringai yang terus bertahan di wajah, dia tetap dalam mode-nya.
“Jika seorang kaisar sudah memberikan lencana sebagai bukti pengesahan keputusannya, maka semua adalah tanggung jawabnya, termasuk apa yang akan aku lakukan sekarang. Anda tidak akan bisa menahan mereka--para budak itu sebanyak waktu yang Anda inginkan. Mereka berhak pulang.”
Oslo Harlowid mendengarkan dengan perasaan geram.
“Seandainya Kaisar berpihak pada Anda dan mengingkari fungsi lencana-nya sendiri yang dia pinjamkan padaku ini, maka aku ... Xavier Blood, bisa menurunkannya dari tahta kaisar secepat waktu yang tak pernah kalian bayangkan. Aku akan menghukumnya dengan tanganku sendiri.” Dia menyelipkan seringai di sela itu. “Anda tahu 'kan ... aku pandai memenggal kepala orang?”
Kali ini Oslo sampai menelan ludah. Semua kata yang menumpuk di ujung kerongkongan kembali ke dalam perut, sadar semua dalam untaian salah.
“Maaf, aku harus menjemput mereka sekarang. Terima kasih atas jamuan tehnya. Itu sangat nikmat.”
Xavier menarik kembali uluran jabat tangannya karena Oslo malah mematung dengan pikiran sesak.
Tapi dia tak peduli, tersenyum saja.
“Permisi, Paduka Raja.”
Namun beberapa detik saat Xavier melenggang langkah menuju pintu keluar ....
“Kau ... tidak akan bisa keluar dengan mudah dari istanaku ini, Bedebah!”
Di tangan Xavier, berubah menjadi tanah mematikan ( untuk musuh2nya )...
/Drool//Drool//Drool/
👍