Devan kaget saat tiba-tiba seseorang masuk seenaknya ke dalam mobilnya, bahkan dengan berani duduk di pangkuannya. Ia bertekad untuk mengusir gadis itu, tapi... gadis itu tampak tidak normal. Lebih parah lagi, ciuman pertamanya malah di ambil oleh gadis aneh itu.
"Aku akan menikahi Gauri."
~ Devan Valtor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hotel
Begitu keluar dari pesawat, rombongan alumni itu langsung disambut hawa lembap Bangkok yang berbeda sekali dengan dinginnya AC pesawat. Gauri memeluk bonekanya erat-erat sambil mengedipkan mata cepat, seperti masih menyesuaikan diri dari pengalaman barunya.
"Kak Devan … lantainya nggak goyang lagi," katanya lirih.
Devan mengangguk sambil menarik koper mereka.
"Kita sudah sampai. Ayo, hati-hati jalannya."
Gauri mengangguk penuh semangat, lalu mengenggam tangan Devan tanpa disuruh. Dan itu, tentu saja, membuat sebagian alumni kembali mencuri pandang.
Mila sempat menyenggol Ella.
"Itu anak cewek manja banget ya sama Devan."
Ella membalas gumaman,
"Mm. Tapi gue perhatiin Devan yang bikin kayak begitu juga."
Diana yang berjalan beberapa langkah di belakang mereka hanya meremas tasnya semakin keras. Dari tadi, seluruh perjalanan ini terasa seperti hukuman.
Begitu rombongan sampai di area kedatangan, Gino bersiul pelan.
'Bangkok welcoming party, ya."
Foto–foto, suara seruan, dan papan nama turis memenuhi area itu. Sari langsung mengeluarkan ponselnya untuk selfie.
"Din, senyum dong!"
"Gue mau ke toilet." Diana memotong cepat. Sari hanya bisa mengangguk.
Sementara itu, Gauri kembali menarik lengan Devan.
"Kak Devan … orangnya banyak banget. Gauri gak sukaa."
"Ssst, kamu sama aku. Gak usah takut ya." suara Devan tenang, stabil seperti biasa. Gauri mengangguk dan kembali merapat.
Gino yang melihat itu dari samping malah terkekeh.
"Aku makin yakin, nih. Nggak lama lagi bakal ada undangan resepsi."
Devan langsung menatapnya dingin.
"Diem, setan."
Gino malah tertawa.
***
Bus yang menjemput rombongan itu melaju dengan mulus melewati kota Bangkok. Gauri menempel di jendela, tak berhenti menggumam hal-hal kecil.
"Kak Devan … kenapa bangunannya warnanya kuning semua?'
"Itu… kuil."
“Kok banyak banget motor?"
"Karena orang sini suka naik motor."
"Terus kenapa tulisan mereka kayak cacing?"
Pertanyaan itu membuat Gino hampir tersedak minumnya lalu tertawa. Sedangkan Devan, seperti biasa, menjawab dengan sabar. Sekarang Gino mengerti kenapa Devan milih jadi guru. Biar bisa jawab semua pertanyaan-pertanyaan Gauri yang kadang di luar nalar.
"Bahasa Thailanf memang seperti itu."
"Lucu ya?"
Devan hanya tersenyum kecil. Dan itu cukup untuk membuat para alumni kembali ribut di kursi belakang.
"Liat nggak barusan Devan ketawa?"
"Gokil. Dia ketawa kalau sama cewek itu ternyata."
"Gila, ini lebih seru dari drakor."
Diana yang duduk sendirian hanya memejamkan mata. Ia berharap turbulensi barusan cukup kuat untuk menjatuhkannya pingsan daripada harus melihat semua itu.
Hotel tempat mereka menginap terlihat megah bahkan dari kejauhan. Bangunan kaca tinggi dengan lobby luas bertabur lampu mewah membuat beberapa alumni langsung ternganga.
"Gila … bintang lima beneran.”
"Thanks to panitia reuni …"
"Atau karena banyak yang mau gaya."
Begitu turun, udara pantai Bangkok terasa hangat. Dari jauh, sudah terlihat kolam renang biru besar yang menyatu dengan pantai pribadi.
"Woaah… kak Devan!" Gauri menarik lengan Devan, matanya berbinar.
"Ada kolam gede banget!"
"Sabar ya. Kita check-in dulu."
Gauri mengangguk cepat, wajahnya jelas tak bisa menyembunyikan rasa excited.
Rombongan masuk lobby hotel dengan suara sepatu, koper, dan bisik-bisik campur aduk. Resepsionis memberikan welcome drink, dan Devan mengambil segelas untuk diberikan ke Gauri. Ia tahu gadis itu terus melihat ke minuman itu. Gauri mengambilnya dengan senyum bahagia dan begitu polosnya.
"Enak … kayak jeruk." katanya setelah meneguk.
"Itu lemon grass," jawab Devan.
"Lemon … rumput?" Gauri mengerutkan kening. Gino ketawa lagi.
"Gauri cantik, kamu kok lucu banget siiih." Gino mencubit pipi Gauri, gemas sekali.
Setelah proses check-in, panitia memberikan key card masing-masing. Devan menerima satu amplop tebal. Sari sempat bersiul pelan melihatnya.
"Suite ya, Van? Wah, enak banget jadi guru favorite nih."
Anehnya bukan itu. Yang membuat alumni lain heboh adalah isi amplop Gauri.
Nama: GAURI AVELLINE, Two Bedroom Suite
Pendamping: DEVAN VALTOR
Mila bahkan langsung menutup mulutnya saking terpana. Ella mendekat dan berbisik,
"Tunggu. Mereka berdua … satu suite?"
"Ya ampun, Devan kamarnya bareng Gauri." Mila jadi heboh.
Diana membeku. Sesak. Panas.
Rasanya seperti ingin membakar gedung hotel saat itu juga. Sementara Gauri memegang kartu itu dengan polos.
Dan alumni lain langsung menjerit pelan.
"Oh my God …"
"Mereka kayak pasangan honeymoon!"
Devan sama sekali tidak peduli. Tujuan dia ke Bangkok kan memang khusus menemani Gauri liburan. Dan keadaan gadis itu sekarang memang tidak bisa di biarkan di kamar sendirian. Gino saja tahu itu, makanya dia biasa saja.
Mereka semua mulai berpencar ke kamar mereka masing-masing. Hari ini temanya sendiri-sendiri dulu. Besok baru ada kegiatan bersama.
Suite Devan dsn Gauri berada di lantai 27, menghadap laut. Ketika pintu terbuka, Gauri ternganga.
"Wahh, rumahnya besar bangeet ..." katanya terpukau. Nada suaranya persis anak kecil.
Ruangan itu memang luas, ruang tamu dengan sofa empuk, meja makan kecil, dapur mini, dan dua pintu kamar terpisah. Balkon besar menatap langsung ke arah pantai dan kolam renang.
Gauri masuk berlari kecil, memeluk bonekanya. Gadis itu masuk ke kamar di dekat ruang tamu, dan langsung naik ke kasur yang besar di dalam sana dan melompat-lompat ceria. Devan dengan langkah cepat mendekati.
"Gauri, jangan lompat begitu. Nanti kamu jatoh. Ayo turun."
Gauri tidak mendengarnya. Ia terus melompat-lompat sampai boneka beruangnya terlempar ke tempat tidur dan tubuhnya limbung hampir melompat ke lantai. Devan yang melihat dengan sigap segera menangkap tubuhnya.
Gauri pun kaget. Tapi dia tertawa karena tidak jatuh di lantai. Tubuhnya sekarang menempel pada Degan seperti koala. Kedua kakinya melilit pinggang lelaki itu. Posisi yang membuat seorang Devan merasa cukup panas karena badan mereka menempel.
"Sudah aku bilang jangan lompat-lompat kayak tadi kan? Kalo kamu jatoh di lantai nanti bisa luka." tegur Devan tapi nadanya begitu lembut, tidak membuat Gauri takut. Gadis itu hanya tertawa lalu menyandarkan kepalanya di leher Devan, mengendus aroma tubuhnya.
"Wangi susu kesukaan Gauri. Hemm, enak ..." bibirnya bahkan menyentuh leher Devan.
Tubuh Devan menegang seketika. Ia hendak melepaskan Gauri, tapi gadis itu sudah membenamkan kepalanya di bahunya, tanda dia mau tidur. Devan pun jadi tidak tega menurunkannya. Ia membiarkan sampai gadis itu ketiduran. Karena kakinya sudah pegal berdiri terus, ia melangkah ke ruang tamu, memilih duduk di sofa dengan posisi Gauri masih menempel begitu. Gadis itu sudah mulai terjun ke alam mimpinya.
Devan tersenyum, mengusap-usap punggungnya lembut. Devan menghela napas kecil, menunduk menatap wajah Gauri yang mulai tenang dalam tidurnya. Pipinya masih sedikit memerah karena terlalu banyak melompat. Dalam diam, ia membetulkan sedikit rambut Gauri yang menutupi mata gadis itu.
"Capek banget kamu, ya …" gumamnya pelan.
Dari balkon, suara debur ombak terdengar samar. Lampu kota Bangkok mulai menyala, memantul di permukaan laut seperti kilau bintang yang jatuh ke air. Devan menyandarkan kepala ke sofa, membiarkan kehangatan kecil di dadanya menetap.
Gauri menggeser sedikit posisinya, memeluknya lebih erat. Devan hanya tersenyum tipis. Dia mulai terbiasa dengan semua kelakuan Gauri. Dan kebiasaan yang paling sering gadis itu lakukan adalah, tidur di atas tubuhnya seperti ini.
Devan Ampe gak tenang disamping Gauri, terlalu banyak hal yg bikin degdegan ya Van 🤭
Tapi gimana Gauri ga tergantung sama bapak,, perhatiannya itu lho...,, Gauri ga tau sj kalo pak Devan sudah dag Dig dug ser....🤭