5 hari sebelum aku koma, ada sesuatu yang janggal telah terjadi, aneh nya aku tidak ingat apa pun.
__________________
"Celine, kau baik-baik saja?"
"Dia hilang ingatan!"
"Kasian, dia sangat depresi."
"Dia sering berhalusinasi."
__________________
Aku mendengar mereka berbicara tentang ku, sebenarnya apa yang terjadi? Dan aneh nya setelah aku bangun dari koma ku, banyak kejadian aneh yang membuat ku bergidik ketakutan.
Makhluk tak kasat mata itu muncul di sekitar ku, apa yang ia inginkan dari ku?
Mengapa makhluk itu melindungi ku?
Apakah ini ada hubungan nya dengan pria bermantel coklat yang ada di foto ku?
Aku harus menguak misteri ini!
___________________
Genre : Horror/Misteri, Romance
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maylani NR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masalah baru dan tamu tak diundang
Jam di dinding cafe menunjukkan pukul 21:00. Hujan yang sejak menjelang malam mengguyur kota akhirnya mereda, menyisakan aroma tanah basah yang memenuhi udara malam.
Celine dan Sovia mengakhiri pembicaraan panjang mereka dengan perasaan campur aduk.
"Celine, sudah jam sembilan malam. Aku harus segera pulang, banyak pekerjaan yang harus ku siapkan untuk besok," ucap Sovia, seraya menoleh ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.
Celine berdiri, meraih tas selempang miliknya untuk ia kenakan. "Baik, aku juga mau pulang. Besok aku harus bangun pagi untuk bekerja," jawabnya.
"Oke, karena kita searah. Aku akan mengantar mu sampai depan gedung apartemen mu."
"Terima kasih Sovia, maaf merepotkan mu."
"Sama-sama, tidak perlu sungkan pada ku, ayo!"
Setelah mereka mengobrol panjang lebar, dengan beberapa topik pembicaraan yang berat, mereka pun akhirnya memutuskan untuk pulang. Mereka berjalan bersama keluar dari cafe menuju apartemen Celine yang tidak jauh dari sana.
.......
.......
.......
Beberapa menit berjalan kaki, mereka pun sampai di depan bangunan apartemen sederhana. Tempat Celine tinggal.
"Celine, aku pulang dulu ya," ucap Sovia sambil tersenyum tipis.
Celine mengangguk sambil melambaikan tangannya. "Hati-hati di jalan, Sovia."
"Ya, istirahat lah setelah ini!"
"Baiklah."
Sovia memutar langkah nya dan berjalan menjauh dari Celine, begitu pun dengan Celine.
Tap! Tap! Tap!
Sovia berhenti sejenak dan menoleh sekali lagi, memastikan sahabat nya itu benar-benar sudah masuk ke dalam gedung itu. Dan tak lupa melambaikan tangan nya. "Sampai jumpa besok, Celine." teriaknya.
Celine membalas lambaian itu dengan senyuman kecil sebelum masuk ke dalam gedung.
.......
.......
.......
Sovia mulai melangkah menuju halte bus yang berjarak sekitar lima menit dari sana. Jalanan basah memantulkan cahaya lampu jalan, menciptakan suasana misterius. Langkah Sovia terdengar jelas di trotoar yang sepi.
Namun, sebelum Sovia sampai di halte, sebuah mobil Sedan hitam melaju pelan di belakangnya. Mobil itu berhenti tiba-tiba tepat di hadapannya, membuat Sovia refleks mundur beberapa langkah. Ia memandang mobil itu dengan bingung, tubuhnya menegang penuh rasa curiga.
Pintu mobil terbuka, dan dua pria berbadan kekar keluar dengan cepat.
"Hei, mau apa kalian?" Sovia mencoba bertanya dengan suara tegas, meskipun rasa takut mulai menjalari tubuhnya.
Pria pertama tidak menjawab, hanya berjalan cepat ke arahnya dengan dingin. Sovia mencoba melangkah mundur, tetapi pria kedua sudah berada di belakangnya.
Sebelum Sovia sempat berteriak, pria pertama menempelkan sapu tangan ke wajahnya. Bau menyengat langsung menyeruak ke hidungnya, membuat kesadarannya memudar dengan cepat.
Sovia mencoba melawan, tapi tubuhnya mulai melemas. Pandangannya menjadi buram, dan dunia di sekitarnya perlahan menghilang.
"Cepat, masukkan dia ke dalam mobil," perintah salah satu pria itu dengan nada mendesak.
Dengan cekatan, mereka mengangkat tubuh Sovia yang sudah tak berdaya dan di masukkan ke dalam mobil. Pintu tertutup rapat, dan tanpa suara, mobil Sedan itu melaju pergi, menghilang di tikungan jalan.
...****************...
Setelah berpisah dengan Sovia, Celine memasuki apartemennya yang sepi. Ia menutup pintu dengan perlahan, tubuhnya lelah setelah percakapan panjang dan emosional tadi. Namun, pikiran masih teringat pada sosok yang kini hanya bisa ia lihat dalam wujud roh.
Klak!
Blam!
"Briyon, aku pulang," panggilnya lembut, matanya menyapu seluruh ruangan.
Tidak ada jawaban. Apartemen itu sunyi, hanya terdengar suara samar angin yang bertiup dari celah jendela.
Celine menyentuh kalung jimat hitam yang di gantung di lehernya. Jimat itu adalah satu-satunya benda yang memungkinkan dirinya untuk melihat Briyon di dunia ini. Ia belum melepasnya sejak semalam, berharap setiap saat Briyon akan muncul di hadapannya.
"Briyon, apa kamu di sini?" tanyanya lagi, lebih keras.
Tap! Tap! Tap!
Ia melangkah menuju dapur, matanya melihat dan mencari tanda kehadiran Briyon. Namun, dapur itu kosong, sama sekali tidak ada yang aneh.
Saat ia akan menyerah dan berjalan kembali ke ruang tamu, ia tiba-tiba menangkap suara samar dari arah kamar mandi. Suara itu seperti ... garukan, nyaring dan menusuk.
Celine mengerutkan kening, rasa penasaran mulai tumbuh di dadanya. Ia berjalan perlahan menuju kamar mandi. Langkahnya terasa berat, seolah tubuhnya menolak untuk mendekat.
"Briyon, apa kamu ada di kamar mandi?" tanyanya, sedikit gemetar.
Tidak ada jawaban. Hanya suara garukan yang semakin terdengar jelas.
Kreiiiittttt! Kreiiiittttt!
Garukan itu berasal dari tiang shower nya, suaranya nyaring dan menusuk telinga. Tiang shower itu terbuat dari stainless steel, dan Celine tahu, benda tajam yang menggoresnya akan menghasilkan suara seperti itu.
"Kenapa suaranya begitu nyaring?" gumamnya.
Rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. Dengan tangan gemetar, Celine meraih gagang pintu kamar mandi dan membukanya perlahan.
Klak!
Kreeeeaaatt!
Pintu terbuka, dan pemandangan di dalam kamar mandi membuat tubuh Celine membeku di tempatnya.
Sosok makhluk menyeramkan berdiri di sudut kamar mandi. Tubuhnya penuh darah, kukunya panjang dan tajam seperti pisau. Kepalanya terbalik, memutar 180 derajat ke arah yang salah, membuat refleksi terlihat seperti hampir patah. Rambutnya yang panjang menjuntai ke lantai, basah dan kotor. Mata merah menyala, menatap Celine dengan intensitas yang menusuk. Mulutnya di penuhi gigi-gigi bergerigi tajam, dan tubuhnya yang telanjang menampilkan kulit yang robek dan menghitam di beberapa bagian.
"Ha … hantu?" bisik Celine, suaranya hampir tidak keluar.
Grrrhhhh!
Makhluk itu menggeram, suara rendahnya seperti berasal dari dasar neraka. Ia mengangkat kukunya yang tajam, menyentuh tiang shower, menggoresnya lagi. Garukan itu menciptakan suara yang membuat bulu kuduk Celine meremang.
Celine mundur perlahan, tubuhnya gemetar hebat. "Si-siapa kamu?" tanyanya, hampir tak berani berharap mendapat jawaban.
Makhluk itu tidak menjawab, tetapi mulutnya perlahan membentuk senyuman lebar yang mengerikan.
"Ini bukan Briyon…," gumam Celine, menyadari bahwa yang dia hadapi adalah sesuatu yang jauh lebih menyeramkan.
Celine berdiri mematung, tubuhnya gemetar hebat. Hantu mengerikan di depannya membuat bulu kuduknya meremang, kepalanya dipenuhi pertanyaan.
"Kenapa makhluk ini ada di kamar mandi ku? Siapa dia sebenarnya?" pikir Celine dengan napas tertahan.
Makhluk itu, yang menyadari seolah-olah Celine muncul, mengangkat kepalanya perlahan. Dari mulut keluar tawa rendah yang semakin lama semakin keras, membuat udara di sekitar terasa lebih berat. Dengan langkah perlahan namun pasti, makhluk itu mulai mendekat.
Celine mencoba mundur ke arah dapur, punggungnya menyentuh dinding dingin. "Ja-jangan mendekat …" bisiknya, namun suaranya hampir tak terdengar.
Makhluk itu terus maju, senyumnya semakin lebar. Dalam sekejap, ia menghilang dari pandangan dan tiba-tiba muncul di belakang Celine, menimbulkan suara gemuruh yang keras.
"KYAAAAAAAAAAAAAA!" Teriakan Celine menggema di apartemen. Tubuhnya meloncat kaget, tangannya berusaha mencari pegangan. Jantungnya berdetak begitu kencang hingga rasanya akan meledak.
Celine menatap sekelilingnya dengan panik. Ia tahu makhluk itu masih di sana, meskipun ia tidak lagi mendengar tawa mengerikannya.
"Aku harus melakukan sesuatu …" gumamnya.
Celine mengalihkan pandangan nya pada kalung jimat yang tergantung di lehernya.
"Aku tidak bisa terus melihat ini …" katanya dengan suara bergetar. Dan tangannya yang ikut gemetar, meraih kalung itu dan melepaskan nya dari lehernya.
Sekejap, pemandangan mengerikan di dekatnya menghilang. Hantu itu tidak lagi terlihat. Celine menghela nafas lega meskipun rasa takut masih membekas di dadanya. Namun, kelegaan itu hanya bertahan beberapa detik.
Tiba-tiba, dadanya terasa sesak. Nafasnya seperti terhenti, seolah-olah ada sesuatu yang mencengkeram paru-parunya dengan erat.
"Apa … ini?" Celine memegang dadanya, tubuhnya terhuyung-huyung. Meski makhluk itu tak lagi terlihat, ia tahu bahwa hawa dingin keberadaannya masih terasa di ruangan itu.
Celine terbatuk-batuk, berusaha menarik napas yang terasa semakin sulit. "Apa yang hantu itu lakukan padaku?" teriaknya, meskipun ia tahu tidak ada yang akan menjawab.
Di dorong oleh rasa penasaran dan ketakutan, Celine memutuskan untuk mengenakan kembali kalung jimatnya, tangannya gemetar saat memasangkan kalung itu ke leher nya. Begitu kalung itu kembali terpasang, dunia di sekitarnya berubah lagi.
Hantu itu kembali terlihat, dan pemandangan yang kini di saksikan oleh Celine membuatnya hampir kehilangan akal.
Makhluk itu berdiri sangat dekat, kuku-kukunya yang tajam mencengkeram dada Celine. Tepatnya, kuku-kuku itu menembus tubuhnya, seolah-olah sedang menyentuh paru-parunya secara langsung.
"KYAAAAAAAAAA!" Celine berteriak dengan histeris, tubuhnya bergetar hebat. Mata hantu itu memerah, dan senyum lebar di wajahnya semakin menyeramkan.
"Kau milikku …" suara makhluk itu terdengar rendah, tetapi menggema di kepala Celine.
Celine tahu ini lebih dari sekadar ancaman biasa. Malam ini, dia dihadapkan pada sesuatu yang jauh lebih kuat dan berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan.
...Bersambung ......