"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Kejutan Tak Terduga.
Malam hari saat itu, setelah makan malam sederhana bersama Ethan, Karuna merasa sedikit tenang. Mereka duduk di meja makan, menyantap hidangan yang Karuna masak dengan penuh perhatian. Ethan sudah mulai mengantuk, matanya terpejam perlahan setelah menghabiskan makanannya, dan Karuna membantunya membersihkan diri, sebelum akhirnya menidurkannya di kamar.
Saat Karuna kembali ke ruang tamu, ia duduk di sofa, menarik napas panjang. Pikirannya kembali mengembara. Ia berusaha mengatur hidupnya kembali, meskipun luka itu masih terasa dalam. Ia mengingat masa-masa ketika hubungan mereka berjalan dengan baik—penuh cinta dan kebahagiaan. Namun, kenyataan pahit bahwa Damian hanya berpura-pura mencintainya demi kepentingan bisnis membuat hatinya sulit untuk memaafkan. Cinta yang ia pikir tulus, ternyata hanyalah strategi untuk mencapai tujuan.
Karuna menggigit bibir bawahnya, merasa bingung. Terkadang, ia masih berharap bisa kembali ke masa itu, ke masa di mana Damian berada di sisinya, mendukungnya. Namun, di sisi lain, ia tahu bahwa perasaan itu mungkin tak lagi memiliki tempat dalam hidupnya. Tapi, Ethan—anaknya—masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah. Karuna tahu bahwa meskipun mereka sudah terpisah, Damian tetap memiliki peran yang sangat penting dalam hidup Ethan. Itu yang membuatnya semakin bimbang.
Tiba-tiba, pintu depan terbuka dan Karuna terkejut melihat Dirga berdiri di ambang pintu. Dirga, sahabat lama Karuna yang sudah lama tidak ia temui, masuk dengan senyum lebar, membawa serta aroma kopi dari luar. “Hai, Karuna. Aku tahu ini malam yang tidak biasa, tapi aku berharap bisa menemanimu sebentar,” katanya dengan nada yang ramah dan penuh perhatian.
“Dirga? Apa yang kamu lakukan di sini?” Karuna merasa sedikit terkejut, namun tidak bisa menahan senyum kecilnya. Dirga memang selalu bisa membuatnya merasa nyaman dengan kehadirannya.
“Aku cuma ingin menghabiskan waktu sebentar denganmu. Kebetulan tadi aku melihat-lihat proyek, jadi sekalian mampir.” jawab Dirga sambil duduk di sofa, meletakkan kopi di meja.
Karuna mengangguk, duduk kembali di sofa dan mulai mengobrol santai dengan Dirga. Mereka berbicara tentang berbagai hal—tentang masa lalu, tentang pekerjaan, tentang hidup. Dirga selalu tahu bagaimana membuat suasana hati Karuna sedikit lebih ringan. Setiap kata yang diucapkannya selalu penuh perhatian, tanpa ada tekanan. Seiring berjalannya waktu, Karuna merasa dirinya semakin nyaman berada di dekat Dirga.
Namun, suasana itu tiba-tiba berubah saat Dirga, dengan tatapan yang lebih serius, menatap Karuna. Karuna terdiam, merasakan ketegangan yang tiba-tiba mengisi ruangan.
“Karuna,” suara Dirga terdengar lebih dalam, penuh ketulusan. “Aku tahu ini mungkin tiba-tiba, dan aku tidak ingin mengganggu perasaanmu yang masih begitu rumit, tapi aku ingin jujur padamu. Kau tahu... aku sudah sangat lama menyimpan perasaan ini. Aku... masih mencintaimu, selalu. Dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu, menemanimu dan Ethan. Aku tahu kamu masih belum bisa melupakan Damian, aku tidak ingin mengganggu itu... dan aku akan memberimu ruang.”
Karuna terdiam, kata-kata itu seperti petir yang menyambar. Ia merasa terkejut, bingung, dan hati yang awalnya tenang, kini mulai bergejolak. Pandangannya terfokus pada Dirga, tetapi pikirannya kembali berlari ke Damian, ke kenangan indah bersama pria itu yang kini hanya menjadi bayangan.
Di sisi lain, ada kenyataan yang tidak bisa ia hindari. Damian, yang dulu ia cintai dengan tulus, ternyata tidak mencintainya dengan cara yang sama. Cinta Damian hanya dimotivasi oleh ambisi dan kebutuhan bisnis, dan itu membuat segalanya terasa hampa. Karuna merasa dikhianati, meskipun di dalam hatinya, rasa cinta itu masih ada. Apakah perasaan itu cukup untuk membuatnya kembali pada Damian? Ataukah Dirga, dengan ketulusannya, adalah jawabannya?
Karuna menundukkan kepala, berusaha mengatur napasnya. "Dirga... aku tidak tahu apa yang harus aku katakan," suaranya terdengar pelan, hampir berbisik. "Aku... aku masih bingung. Aku tidak ingin membuat keputusan terburu-buru."
Dirga mendekat, menatap Karuna dengan penuh pengertian. “Aku mengerti, Karuna. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat, dan aku tidak ingin memaksamu. Aku hanya ingin kamu tahu, aku akan tetap ada di sini, siap mendukungmu, apapun yang terjadi.”
Karuna merasa matanya mulai berkaca-kaca. Perasaan hangat dan lembut datang begitu saja, dan ia merasa sedikit lega mendengar kata-kata Dirga. Namun, hatinya tetap terasa berat. Ia masih tidak tahu apa yang harus dipilih. Bagaimana mungkin ia menghapus perasaan yang telah bertahun-tahun terpendam untuk Damian? Namun, di sisi lain, ia tahu bahwa ia harus mempertimbangkan apa yang terbaik untuk dirinya dan Ethan.
Saat itu, dengan hati yang penuh keraguan, Karuna berusaha menenangkan dirinya. Ia tahu, apapun keputusan yang ia ambil, itu harus didasarkan pada cinta dan pengorbanan yang sejati—bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk masa depan Ethan yang masih membutuhkan banyak perhatian dan kasih sayang.
Suasana yang tadi nya tenang tiba-tiba pecah ketika sebuah mobil berhenti di depan rumah kosannya. Karuna menoleh, dan matanya membulat saat melihat siapa yang keluar dari mobil itu. Damian. Tanpa aba-aba, pria itu melangkah mendekat, seolah sudah tahu jalan menuju rumahnya.
"Damian?" Karuna bergumam dalam hati, tak percaya. Apa yang dia lakukan di sini malam-malam begini?
Di dalam ruangan, Dirga yang baru saja duduk dengan tenang juga terkejut melihat kedatangan Damian. Dirga tidak pernah menyangka bahwa Damian akan datang malam ini, apalagi setelah lama tidak berhubungan dengan Karuna. Kedua pria itu saling berpandangan, seolah sama-sama merasakan ketegangan yang tiba-tiba mengisi ruangan.
Damian berdiri di ambang pintu, matanya tak lepas dari Karuna, yang tampaknya sedang mencoba menenangkan dirinya. Namun, Karuna, yang merasa terkejut dan marah sekaligus, langsung merasa emosinya meledak. Keberadaan Damian di sini membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Begitu banyak kenangan yang belum tuntas, dan tiba-tiba Damian muncul begitu saja, seolah-olah tidak ada yang berubah.
Karuna, dengan perasaan marah yang sulit ia tahan, membuang muka dan menatap ke arah lain. "Apa yang kamu lakukan di sini, Damian?" suaranya terdengar tegas, penuh kebencian yang terpendam. "Kamu sudah lama pergi, dan sekarang kamu datang begitu saja? Apa yang kamu inginkan?"
Damian tampak canggung. Ia tak tahu harus berkata apa. Melihat Karuna yang jelas-jelas marah, membuatnya semakin merasa tidak tahu bagaimana cara memulai pembicaraan. Namun, ia mencoba untuk tetap tenang, meskipun hatinya berdebar kencang. "Aku... aku hanya ingin melihat Ethan," jawabnya dengan suara pelan, seolah mencoba menjelaskan kehadirannya yang tiba-tiba. "Aku tahu sudah lama tidak bertemu dengannya, dan aku ingin memastikan dia baik-baik saja."
Karuna merasa hatinya seperti dihantam. Perasaan marah dan kecewa mulai mendominasi. Sejak perceraian mereka, Damian tak pernah menunjukkan perhatian lebih kepada Ethan, dan tiba-tiba ia datang untuk melihat anaknya seperti ini? Semua perasaan yang sempat ia coba redakan, kembali meledak.
"Apa?" Karuna membalikkan tubuh, menatap Damian dengan tatapan yang tajam. "Setelah semuanya, kamu masih merasa berhak melihat Ethan? Kamu tidak ada di sini waktu dia membutuhkanmu. Sekarang, kamu muncul begitu saja?" suaranya meninggi, mengandung perasaan yang sulit ia ungkapkan. "Kamu bisa pergi sekarang, Damian. Aku tidak ingin ada hubungan apa-apa lagi denganmu."
Dirga yang ada di sana, yang menyaksikan ketegangan yang terjadi, bisa merasakan emosi Karuna. Namun, ia juga bisa merasakan bahwa Damian masih berusaha untuk berbuat baik, meskipun semuanya sudah terlambat. Dirga hanya duduk diam, tak ingin memperburuk keadaan, meskipun ia juga merasa sedikit cemas melihat Karuna begitu marah.
Damian terdiam, jelas terlihat bahwa ia sangat terkejut dengan reaksi Karuna. Ia berharap bisa berbicara dengan lebih baik, menjelaskan dirinya, namun melihat Karuna yang begitu marah, ia merasa bingung dan kesulitan. "Karuna, aku sudah pernah bilang, aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku kesini hanya ingin... aku hanya ingin melihat Ethan. Aku tahu aku sudah banyak salah, tapi aku ingin memperbaiki semuanya."
Namun, Karuna tidak bisa mendengarnya lagi. Ia sudah terlalu lama menderita karena perasaan yang terpendam. Kini, ia hanya ingin melindungi dirinya dan Ethan dari segala rasa sakit yang ditinggalkan Damian. "Tolong keluar, Damian. Aku tidak ingin berbicara denganmu lagi," kata Karuna dengan nada yang tegas, tidak memberi ruang untuk perdebatan lebih lanjut.
Damian terdiam, wajahnya menunjukkan penyesalan yang dalam, namun ia tahu bahwa ia tidak bisa memaksakan diri. Dengan langkah berat, ia akhirnya berbalik, menuju pintu, meninggalkan rumah kos Karuna dengan rasa kecewa yang tak bisa ia ungkapkan.
Karuna berdiri di sana, matanya berlinang air mata, meskipun ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kelemahan. Perasaan marah dan kecewa terhadap Damian yang hadir begitu mendalam, namun di balik itu, ia juga merasa sedikit terluka. Dirga, yang duduk di sampingnya, tidak berkata apa-apa, hanya memberikan perhatian yang diam-diam.
Beberapa saat berlalu sebelum Karuna akhirnya menghela napas panjang dan menatap Dirga lalu perlahan duduk kembali seraya mengusap wajah nya dengan kedua tangan. "Aku... aku tidak tahu apa yang harus aku rasakan sekarang," kata Karuna pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
Dirga mengangguk, matanya penuh pengertian. "Aku tahu, Karuna. Aku tahu ini sulit," jawabnya lembut. "Tapi, apapun yang kamu pilih, Kamu tidak perlu merasa sendirian."
Karuna menatap Dirga, dan untuk pertama kalinya malam itu, ia merasa sedikit lebih tenang. Namun, hatinya tetap dipenuhi dengan keraguan. Damian telah datang, namun kenyataan yang ia hadapi begitu berat. Ia masih merasa bingung, apakah ia bisa benar-benar melepaskan Damian, atau apakah Dirga bisa menjadi orang yang tepat untuk melangkah maju bersamanya.