Neil sudah meninggal, suami yang terobsesi padaku, meninggal dalam senyuman... menyatakan perasaannya.
"Jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu mati..." janjiku dalam tangis.
Bagaikan sebuah doa yang terdengar, kala tubuh kami terbakar bersama. Tiba-tiba aku kembali ke masa itu, masa SMU, 11 tahun lalu, dimana aku dan Neil tidak saling mengenal.
Tapi...ada yang aneh. Suamiku yang lembut entah berada dimana. Yang ada hanya remaja liar dan mengerikan.
"Kamu lumayan cantik...tapi sayangnya terlalu membosankan." Sebuah penolakan dari suamiku yang seharusnya lembut dan paling mencintaiku. Membuatku tertantang untuk menaklukkannya.
"Setan! Aku tau di bagian bawah perutmu, tepat sebelum benda pusakamu, ada tahilalat yang besar!" Teriakku padanya. Membuat dia merinding hingga, menghentikan langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuan Baru
Willem Alexander Niel Andreas, itulah namanya. Menghela napas kasar usai menghubungi orang-orang yang bertanggung jawab mengelola usaha ibunya.
Masih memakai seragam sekolah. Ragu? Itulah perasaannya yang hendak memasuki kamar sang ibu. Begitu canggung, baru setahun yang lalu dirinya keluar dari akademi dan pindah ke sekolah umum. Tidak pernah bertemu dengan ibunya selama itu.
Tapi.
Menghela napas kasar, terkadang dirinya merindukan sang ibu. Benar-benar ragu, terasa ragu, tapi tidak ada yang dipercayai untuk bercerita.
Wajah sang ibu terlihat pucat. Penyakit? Entah sakit apa, perlahan dirinya masuk. Menelan ludahnya sendiri.
"Neil..." Sang ibu tersenyum, tapi hanya sejenak perlahan senyuman itu pudar.
Kamar yang begitu besar, dengan piano klasik di dalamnya. Terdapat rak besar yang dipenuhi dengan buku. Entah sejak kapan ibunya yang ceria menjadi seperti ini.
Sakit-sakitan, tinggal di rumah peristirahatan seorang diri. Apa ini karena ayahnya membawa istri simpanannya? Bahkan membawakan adik tiri yang selama ini disembunyikan?
Entahlah, dirinya mendekati sang ibu.
"Aku menjenguk ibu..." ucapnya mengambil buah apel, kemudian mengupasnya untuk Yulia (ibu Neil).
Tidak ada pembicaraan diantara mereka. Lebih tepatnya tidak ada bahan pembicaraan sama sekali. 10 tahun sudah tinggal dengan sang kakek, membuat Neil tidak tahu harus membicarakan apa ketika bertemu dengan ibunya.
Menatap sang ibu yang menoleh ke arah jendela. Seakan telah kehilangan tujuan hidup, setelah mengetahui suaminya memiliki istri simpanan yang bahkan disembunyikan selama belasan tahun.
"Bagaimana harimu di sekolah yang baru?" Tanya sang ibu memulai pembicaraan. Biasanya Neil akan menjawab tidak ada yang menarik.
Tapi saat ini berbeda.
"Ibu tau, ada wanita yang benar-benar aneh. Pertama kali bertemu denganku dia melamar ku di hadapan umum." Cerita dari putranya, menbuat Yulia (ibu Neil) menipiskan bibir menahan tawanya.
"Apa kamu menerimanya? Jika iya, ibu harus segera mempersiapkan pernikahanmu." Yulia mengangkat salah satu alisnya.
"Te... tentu saja tidak! Dia memang cantik. Kalau berucap seperti anak bebek. Tapi dia aneh, aku tidak menyukainya." Jawab Neil gugup.
"Benar kamu tidak menyukainya?" Sang ibu meyakinkan.
"Aku tidak mengerti. Kenapa dia mengikutiku hingga ke sekolah. Dia wanita aneh yang bahkan bisa tau ada luka gores di pahaku. Ibu...dia aneh! Aku membencinya..." Neil menghela napas berkali-kali, membuat Yulia semakin menahan tawa melihat tingkah aneh putranya.
"Kalau begitu boleh ibu bertemu dengannya?" Tanya Yulia, membuat Neil membulatkan matanya.
"Tidak! Sudah aku bilang dia pengganggu. Dia stalker (penguntit) yang bahkan tau ada tahilalat di bawah perutku. Gila! Setiap kata-katanya memuakkan. Katanya dia ingin tidur denganku. Benar-benar wanita yang membuat merinding. Aku tidak menyukainya sama sekali, tidak akan pernah!" Tegas Neil tidak pernah semarah ini.
"Apa dia cantik?" Tanya Yulia menyadari ada yang aneh dengan putranya. Tidak pernah membicarakan wanita sampai seperti ini.
"Ca... cantik itu relatif." Jawab Neil membuat alasan untuk menghindar dari pertanyaan.
"Relatif? Yang benar? Apa sesuai dengan tipemu?" Sang ibu memandang sinis.
Neil tertawa kecil, kemudian menyuapi ibunya dengan potongan apel."Mana mungkin aku menyukai seorang stalker (penguntit). Jika aku menyukainya, bahkan bertekuk lutut mengemis cintanya. Itu artinya aku sudah tidak waras! Ibu harus segera mengikatku dan membawaku ke rumah sakit jiwa."
"Benarkah?" Tanya sang ibu yang kali ini kembali bersedia menerima suapan buah apel dari putranya.
Dalam dua tahun ini, untuk pertama kalinya dirinya tersenyum. Untuk pertama kalinya Niel begitu lepas bercerita tentang seseorang. Putranya yang dingin, kini bercerita bagaikan remaja yang tengah... jatuh cinta?
"Benar! Aku akan memberikannya pelajaran." Tegas Neil.
"Bagaimana caranya?" Tanya sang ibu tertarik. Ingin mengetahui kisah cinta putranya hingga akhir.
"Mengirim orang untuk melukainya... tidak! Itu terlalu kejam untuk anak perempuan. Apa sebaiknya aku membuatnya keluar dari sekolah?" Tanya Neil meminta pendapat sang ibu.
"Jika dia keluar dari sekolah, kamu tidak dapat bertemu lagi dengannya. Bagaimana jika kamu rindu padanya?" Tanya sang ibu membuat Neil kembali membulatkan matanya.
"Mana mungkin aku rindu. Ibu, dia itu stalker (penguntit), aku membencinya. Ibu harus ingat itu!" Neil kembali menyuapi ibunya dengan buah apel.
"Maksud ibu, rindu untuk memberinya pelajaran. Bukan rindu jatuh cinta. Apa jangan-jangan kamu menyukainya?" Tanya sang ibu. Dijawab dengan gelengan kepala oleh Neil.
Putranya yang tertarik pada seorang wanita, membuat dirinya perlahan melupakan masa depan suram. Menghela napas kasar, bagaimana jika Neil memiliki anak nanti? Apa akan lucu? Seperti apa wanita yang disukai oleh putranya?
Masa depan yang selama ini abu-abu dalam bayangannya bagaikan terlihat sebuah bayangan. Dimana melihat kebahagiaan putranya yang selama ini bahkan jarang bicara.
Untuk dapat melihat segalanya dirinya harus kembali kuat untuk melangkah dari kamar ini.
"Siapa namanya?" Tanya sang ibu.
"Cheisia Muller, ibu harus ingat! Aku mencari informasi tentangnya bukan karena menyukainya. Tapi hanya karena aku ingin tau, bagaimana dia mencari informasi tentang tahilalat dan bekas luka di pahaku." Tegas Neil, masih terlihat kesal.
"Lalu hasilnya?" Tanya Yulia.
Tidak ada jawaban, putranya hanya menghela napas. Sedangkan gelak tawa terdengar dari sang ibu. Menyenangkan melihat putranya yang dingin dan kejam, resah gelisah seperti saat ini.
*
Hazel, pemuda yang telah merencanakan pertunangannya dengan Cheisia. Itupun atas permintaan Cheisia yang menyukai, sepihak?
Tidak, Hazel juga menaruh perasaan pada Cheisia. Namun, begitu terikat hutang budinya pada Bianca, yang mengaku telah mendonorkan hatinya pada Hazel. Tapi apa benar? Bukankah Hazel hanya berpaku pada pernyataan sepihak dari Bianca? Sedangkan sang pendonor asli merahasiakan identitasnya.
Mengernyitkan keningnya kala membaca pesan dari Bianca.
"Dari Bianca lagi?" Tanya Reza (teman Hazel), yang kini berada satu fakultas dengannya.
"Iya..." Hazel menghela napas kasar."Cheisia benar-benar sudah keterlaluan. Dia membawa beberapa temannya dari sekolah baru, untuk menghina Bianca."
"Bianca memang pantas dihina. Ingat dulu bagaimana hubunganmu dengan Cheisia, sebelum Bianca hadir diantara kalian, bagaikan kuntilanak penunggu pohon jambu biji, di tengah romansa Romeo dan Juliet?" Reza meminum es tehnya, mengingat bagaimana cerita cinta pertama seorang Hazel.
"Itu sebelum Cheisia berubah. Kamu tau kan bagaimana dia memperlakukan Bianca. Musuh Bianca adalah musuhku, aku berhutang padanya." Hazel menghela napas berkali-kali, berusaha bersabar. Mungkin setelah ini dirinya akan menemui Cheisia secara pribadi.
"Hutang berapa? Apa sepadan dengan hutang nyawa?" Tanya Reza tersenyum penuh hina.
"Kurang lebih..." Hazel tetap konsentrasi pada handphonenya.
"Andai saja kamu tau Cheisia yang mendonorkan hatinya, hingga kamu lepas dari kanker hati." Geram Reza hanya dapat menyimpan segalanya tanpa mengucapkannya. Sesuai permintaan Cheisia, hanya agar Hazel tetap sehat, gadis itu mempertaruhkan hidupnya.
Siapa sebenarnya yang memiliki cinta sejati? Bianca atau Cheisia? Tapi masa bodoh! Jika semuanya terbongkar maka hanya ada satu kata untuk sahabatnya. Sebuah kata keramat, mampus!
"Kamu akan menyesalinya saat Cheisia jatuh cinta pada pria lain." Sebuah nasehat dari Reza.
"Tidak akan ada kata menyesal. Karena aku hanya akan meminta Cheisia mengubah sikapnya pada Bianca. Saat semuanya baik-baik saja, Cheisia bersikap ramah pada Bianca. Aku dapat menyatakan perasaanku pada Cheisia tanpa beban." Itulah anggapan enteng seorang Hazel.
"Kamu akan menangis darah..." suara tawa terdengar dari mulut Reza, membuat Hazel tidak mengerti sama sekali.
Lagian pikiran orang sukses kebanyakan ga sempet ngurusin hidup orang lain mending dia ngembangin bisnis, ngumpul cari koneksi ngomongin hal penghasil cuan drpd cuma ngurusin hidup sm masalah orang, target pasar mu salah mbak bi 😅
kakanda katanya🤣🤣🤣🤣
kopi sudah otewe ya 👍💕😍
menyesal dah gak ada gunanya Albert
🔨🔨🔨🔨🔨🔨🔨