Shin adalah siswa jenius di Akademi Sihir, tapi ada satu masalah besar: dia nggak bisa pakai sihir! Sejak lahir, energi sihirnya tersegel akibat orang tuanya yang iseng belajar sihir terlarang waktu dia masih di dalam kandungan. Alhasil, Shin jadi satu-satunya siswa di Akademi yang malah sering dijadikan bahan ejekan.
Tapi, apakah Shin akan menyerah? Tentu tidak! Dengan tekad kuat (dan sedikit kekonyolan), dia mencoba segala cara untuk membuka segel sihirnya. Mulai dari tarian aneh yang katanya bisa membuka segel, sampai mantra yang nggak pernah benar. Bahkan, dia pernah mencoba minum ramuan yang ternyata cuma bikin dia bersin tanpa henti. Gagal? Sudah pasti!
Tapi siapa sangka, dalam kemarahannya yang memuncak, Shin malah menemukan sesuatu yang sangat "berharga". Sihir memang brengsek, tapi ternyata dunia ini jauh lebih kacau dari yang dia bayangkan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arifu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak ke Hutan Naga Kegelapan
Pagi itu, Shin dan Leo kembali berada di koridor yang familiar, namun kali ini ada kegelisahan yang menggelayuti hati mereka. Rencana mereka yang semula hanya ingin mencari cara untuk membuka segel sihir Shin kini harus berhadapan dengan kenyataan yang lebih mengerikan: Hutan Naga Kegelapan. Tempat itu terkenal tidak hanya karena bahaya yang mengancam, tetapi juga karena misteri yang menyelimutinya. Banyak yang pergi ke sana, namun sedikit yang kembali dengan selamat.
Shin menggelengkan kepalanya. "Gue bener-bener nggak ngerti kenapa harus ke sana. Kenapa bukan tempat yang enak-enak aja gitu, kayak taman bunga yang adem? Ini sih lebih kayak nungguin mati aja."
Leo yang berjalan di sampingnya hanya diam, wajahnya serius. "Kita tidak punya pilihan, Shin. Jika kita ingin membebaskan segel itu, Hutan Naga Kegelapan adalah satu-satunya tempat yang bisa membantu. Meskipun bahaya, kita harus melangkah."
"Bahaya apaan, Leo? Gue udah lama banget di sini, dan nggak ada yang pernah sukses keluar dari sana dengan hidup," Shin menjawab dengan nada sarkastik. "Gue juga udah cukup sering main ke tempat-tempat berbahaya, tapi nggak pernah segila ini."
Namun, Leo tetap tenang dan memperlambat langkahnya, memberikan waktu kepada Shin untuk berpikir lebih lanjut. "Gue ngerti kok, Shin. Ini nggak akan mudah. Tapi kita harus bersama-sama. Itu satu-satunya cara kita bisa berhasil."
Setelah beberapa waktu berjalan, mereka berdua sampai di depan ruang Kepala Sekolah. Begitu mereka masuk, mereka disambut oleh Kepala Sekolah yang tampaknya sudah menunggu kedatangan mereka.
"Kalian sudah siap?" Kepala Sekolah bertanya dengan suara berat. Wajahnya tampak lebih serius dari biasanya, dan Shin bisa merasakan ketegangan yang ada di udara. Kepala Sekolah tidak terlihat seperti orang yang sering tersenyum atau bercanda, tetapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda.
Shin hanya mengangkat bahu dan mengerutkan kening. "Siap? Nggak ada yang siap buat ini, Kepala. Ini kayak bunuh diri aja."
Leo menatap Shin dengan tatapan lembut, lalu berbicara pada Kepala Sekolah. "Kami siap, Kepala Sekolah. Kami hanya perlu petunjuk lebih lanjut."
Kepala Sekolah menghela napas panjang. "Baiklah, jika kalian benar-benar memutuskan untuk melangkah, ada beberapa hal yang perlu kalian ketahui. Hutan Naga Kegelapan bukanlah tempat yang bisa dianggap remeh. Bahkan para penyihir terbesar pun tak bisa bertahan lama di dalam sana. Dewa Naga Kegelapan, yang dikenal sebagai Raja dari semua monster naga, adalah kekuatan yang sangat mengerikan. Ia bukan hanya sekadar makhluk, tetapi juga simbol kegelapan yang menguasai wilayah itu."
Shin menatap dengan cemas. "Dewa Naga Kegelapan, ya? Itu nama yang keren, tapi kedengerannya serem banget."
"Jangan remehkan, Shin," Kepala Sekolah menegur dengan serius. "Di sana, kalian tidak hanya akan menghadapi monster. Alam itu sendiri akan melawan kalian. Tumbuhan beracun, makhluk tak terlihat, dan cuaca yang bisa berubah drastis. Segalanya di sana hidup dengan tujuan satu: mempertahankan kekuasaan Dewa Naga Kegelapan."
Leo menatap Shin dan mengangguk pelan. "Kami akan berhati-hati, Kepala Sekolah."
Kepala Sekolah memberikan mereka sepotong peta tua yang tampaknya sudah lusuh. "Ini peta dari Hutan Naga Kegelapan. Saya tidak bisa memberi kalian lebih banyak bantuan selain ini. Hanya keberanian kalian yang bisa membawa kalian keluar hidup-hidup."
Shin menatap peta itu sejenak, kemudian mengalihkan pandangannya. "Gue sih gak yakin peta ini bakal banyak bantu, Kepala. Kayaknya kita bakal kesasar aja di dalam sana."
Kepala Sekolah hanya tersenyum tipis, meskipun senyumnya tampak penuh dengan keprihatinan. "Hati-hati, Shin. Jangan anggap enteng perjalanan ini. Kalau ada apa-apa, kalian harus kembali dengan cepat. Dan ingat, tidak semua yang kalian lihat di dalam hutan itu nyata. Beberapa hal bisa jadi hanya ilusi yang dibuat untuk memecah belah kalian."
"Yah, kalau begitu, kita harus siap bertempur, kan?" Shin bersiap berdiri. "Gue sih siap, asal jangan ada monster yang bisa bicara kayak si naga yang gue lawan dulu."
Kepala Sekolah menatap Shin dengan serius. "Naga yang bisa berbicara? Itu sangat berbahaya. Jika itu benar, berarti kalian akan menghadapi sesuatu yang lebih dari sekadar monster biasa. Hati-hati, Shin."
Kepala Sekolah kemudian memanggil seorang guru dari Akademi yang dikenal cukup berpengalaman dalam perjalanan berbahaya. Seorang pemuda tinggi besar dengan rambut hitam pendek, berpakaian gelap dan membawa pedang besar di punggungnya. Wajahnya serius, namun ada kesan tenang yang terpancar darinya.
"Shin, Leo, ini adalah Alaric. Dia akan mendampingi kalian ke Hutan Naga Kegelapan. Alaric adalah salah satu guru terbaik kami di Akademi ini. Dia akan memastikan kalian tetap aman dan bisa bertahan hidup di sana."
Shin mengerutkan kening. "Dia bakal nambah beban aja, nih, Kepala. Gue nggak perlu pengawal kayak gini, ya..."
Leo menepuk bahu Shin. "Shin, kita nggak bisa menghadapi semuanya sendirian. Alaric lebih berpengalaman di hutan seperti ini."
Alaric melangkah maju, tersenyum tipis. "Jangan khawatir, saya akan pastikan perjalanan kalian aman. Meski hutan itu berbahaya, saya punya beberapa trik yang bisa membantu kita bertahan."
Shin masih terlihat tidak puas. "Trik? Kayak apa? Jangan-jangan trik lo cuma pake sihir dari 10 tahun lalu yang udah nggak laku."
Namun, Alaric hanya tertawa kecil. "Ada lebih banyak hal di dunia ini daripada yang bisa kamu bayangkan, Shin."
Shin mendengus dan berjalan keluar ruangan. "Yah, kita lihat aja nanti. Tapi lo harus siap-siap kalau gue ganggu terus, ya."
Dengan persiapan seadanya, mereka bertiga segera berangkat. Dengan Alaric yang membawa beberapa perlengkapan tambahan dan Shin serta Leo yang menatap peta tua itu, mereka melangkah menuju perbatasan Hutan Naga Kegelapan. Alam itu menyambut mereka dengan aura gelap yang langsung menyelimuti mereka begitu mereka mendekati gerbang hutan.
Shin menatap hutan yang luas di depan mereka, merasa lebih cemas dari biasanya. "Gue beneran nggak suka tempat kayak gini, Lo," katanya dengan suara pelan. "Bau-nya aja udah aneh, apalagi orang-orangnya."
"Jangan khawatir," jawab Leo, meski wajahnya tampak serius. "Kita punya Alaric, dia lebih tahu tentang hutan ini."
"Sama-sama aja, sih," Shin mendengus. "Yang penting gue nggak mati di sini, deh."
Dengan langkah mantap, mereka memasuki hutan yang penuh misteri itu, setiap suara yang mereka dengar semakin membuat suasana semakin mencekam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi ujian besar—bagi mereka bertiga.
Namun, di dalam kegelapan hutan, ada sesuatu yang mengintai. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar monster. Sesuatu yang tak bisa mereka bayangkan.