Menunggu adalah cinta yang paling tulus, tapi apakah yang ditunggu juga mencintai dengan tulus? Sudah tiga tahun lamanya Anaya Feroza Mardani menunggu sang kekasih pulang dari Indonesia. Kabar kematian sang kekasih tak akan membuat Naya begitu saja percaya sebelum dirinya bertemu dengan jasad sang kekasih.
Penantian tiga tahun itu, membuat kedua orang tua Naya harus menjodohkan Naya dengan seorang Dokter tampan bernama Naufal Putra Abikara anak dari Abikara Grup, yang tak lain adalah musuhnya saat SMA dulu.
Apakah kekasih yang Naya tunggu akan datang? Dan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal? Bagaimanakah hubungan Naya dengan Naufal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aniec.NM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 15 Berduka
Sang fajar masih mewarnai langit yang terlihat gelap, matahari belum terbit dengan sinarnya. Sedangkan Naya sudah sibuk membantu Mbak Ning di dapur, memasuk untuk semua orang. Naya sebenarnya sudah bisa memasak, namun dia belum bisa memasak terong balado, makanan kesukaan Naufal. Jadi hari ini dia akan belajar membuat terong balado dengan Bin Ning.
“Non, terongnya di potongnya jangan besar-besar ya!” pinta Bi Ning, tengah mengiris perbumbuan.
“Sip Bi.”
Rupanya sendari tadi ada yang memperhatikan mereka. Naufal menyandarkan badannya di ambang pintu dapur dengan kedua tangan dilipat diatas dada. Senyuman kecil terukir di bibir lelaki itu, matanya tak lepas dengan perempuan yang tengah sibuk dengan perterongan itu.
“Lucu banget sih,” katanya.
Saat Naya berbalik badan, ia di kagetkan oleh Naufal yang masih dengan posisinya.
“Ihh kamu ngapain di dapur?” tanya Naya.
“Lagi mantau istri aku.”
“Ngapain di pantau, sana kamu mandi, aku mau lanjutin masak!” usir Naya.
“Nggak, aku mau bantuin kamu,” kekeh Naufal.
Naya memanyunkan bibirnya, itu membuat Naufal semakin gemas padanya.
“Bi Ning, Bi Ning kerjain pekerjaan lain aja ya. Biar saya aja yang masak sama Naya,” ujar Naufal, dibalas anggukan oleh Bin Ning.
Sekarang dapur di ambil alih oleh Naufal. Bakat terpendam Naufal selain bisa membuat resep obat, dia juga bisa membuat makanan. Naufal melanjutkan tugas Bi Ning yaitu mengulek bumbu, dengan tangannya Naufal mahir dalam mengulek. Naya yang melihatnya saja, tercengang, Naufal ahli dalam memasak.
“Ini terongnya, udah aku potong-potong. Terus aku harus ngerjain apa lagi?” tanya Naya.
“Ini.” Naufal mendekatkan pipinya.
Naya langsung paham dengan hal itu, lalu satu ciuman pendarat pas di pipi lelaki itu, setelahnya senyuman manis itu terukir di bibir keduanya.
“Makasih istri.”
“Sama-sama suami.”
Naya memeluk Naufal dari belakang, melihat sang suami tengah menggoreng ayam.
“Kasian ya ayamnya pasti kepanasan,” celetuk Naya.
“Ya walaupun dia kepasan, buat kitanya kenyang,” balas Naufal.
Kemudian keduanya tertawa bersama. Bercerita hal random dengan seseorang yang kita cintai merupakan salah satu kebahagiaan.
*
Naufal dan Naya menaruh lauk-lauk dan nasi yang mereka masak di meja makan. Sudah ada Papa Abikara, Oma dan Vero yang sudah siap menyantap sarapan pagi ini.
“Loh, kamu ikutan masak Fal?” tanya Abikara melihat Naufal membawa lauk.
“Iya, aku bantuin istri aku masak,” jawab Naufal.
“Aduh sekali mah udah panggil istri suami ya, waktu itu masih namanya aja,” ledek Oma.
“Iya dong Oma,” sahut Naufal.
“Udah, ayo makan udah laper nih,” ujar Vero.
Mereka langsung mengambil nasi dan lauk, tak ada obrolan begitu hening, merejan begitu menikmati sarapan yang Naya buat.
Saat mereka tengah asyik dengan makanan mereka, namun tiba-tiba Oma Yuma memegang dadanya, seperti sedang merasa kesakitan.
“Aaaaa!!”
“Oma?” Naufal yang melihat itu, langsung menghampiri di kursi Omanya.
Tak berselang lama, Oma Yuma jatuh pingsan. Semua orang panik, semua keluarga bergegas membawa Oma ke rumah sakit begitu dengan Vero yang sudah siap berangkat sekolah, terpaksa bolos karena ikut ke rumah sakit.
**
Wajah kekhawatiran, hati yang begitu gelisah dirasakan oleh Naya, Vero dan Abikara yang tengah menunggu hasil pemeriksaan oma yang ditangani oleh Naufal. Entah apa yang dilakukan Naufal di dalam, mereka hanya bisa berharap oma baik-baik saja.
Naya meremaskan jari-jarinya, hatinya tak tenang entah beberapa kali ia mondar mandir di depan ruang UGD. Sudah hampir 2 jam Naufal tak kunjung keluar, hingga waktunya orang yang ditunggu pun keluar.
Abikara dan Vero yang sendari duduk langsung berdiri menghampiri Naufal yang keluar dari ruangan UGD. Terlihat wajah Naufal begitu pucat.
“Gimana keadaan Oma?” tanya Naya.
Diam. Tak ada jawaban dari lelaki itu, pandangannya tertuju pada lantai rumah sakit.
“Oma baik-baik aja, kan?” kali ini Abikara yang bertanya.
Air mata seketika terlihat membasahi pipi Naufal. “Oma, sudah meninggal.”
Deg
Deg
Deg
Tubuh mereka seketika tak bisa digerakkan, luka kehilangan itu mereka merasa untuk kedua kalinya kepada wanita yang mereka sayang. Vero memegangi kedua lututnya yang lemas, rasanya ia tak bisa berdiri hingga tergeletak di lantai.
Naufal meletakan kepalanya di leher Naya, mencari ruang pada perempuan itu. Naya meraih tangan lelaki itu untuk melingkar di pinggangnya.
Ruang UGD yang tadinya sunyi karena ketegangan, seketika berubah menjadi tangisan serta jeritan kehilangan.
**
Pemakaman Oma sudah dilakukan dua jam yang lalu, terlihat semua orang yang ngelayat sudah mulai pulang, hanya tinggal para kerabat yang belum pulang.
Naufal berdiri di jendela kamarnya, pandangannya begitu kosong. Hatinya sangat hancur, ada rasa bersalah pada hatinya.
Oma Yuma adalah orang yang sangat Naufal dan Vero sayang, dia sangat berjasa dalam hidup mereka berdua. Ketika ibu tua mereka meninggal, oma Yumi yang menggantikan peran mama. Menemani Vero belajar, menyetrika baju Naufal saat Naufal ingin pergi ke kampus, membacakan dongeng untuk Vero sebelum tidur. Oma adalah orang yang paling sabar dan perhatian, kasih sayangnya tak ada yang bisa menandinginya.
“Oma, aku nanti aku mau jadi dokter. Nanti kalau Oma sakit, aku bisa meriksa Oma,” kata Naufal kala itu.
“Kalau Vero mau jadi anak geng motor, biar bisa jagain Oma dari orang-orang jahat,” kata Vero saat dirinya masih duduk di bangku kelas satu SMP.
“Oma bakal doain, semoga cita-cita mulia cucuk Oma ini tercapai,” ujar Oma.
Percakapan enam tahun itu, muncul di benak Naufal. Kini cita-citanya menjadi dokter sudah terwujud, namun impiannya menyembuhkan Oma tidak bisa diwujudkan. Karena sesungguhnya maha memberi rasa sakit dan maha menyembuhkan hanya Allah SWT. Naufal hanya bisa berusaha, jika takdirnya bukan apa yang dia mau maka dia harus ikhlas menerima itu.
Naya melihat Naufal masih berdiam diri di jendela kamar, sudah satu jam lebih dia terus berdiri disana. Naya sudah memberi ruang untuknya menyendiri, namun kali ini dia harus memberi ruang untuk Naufal menangis di sampingnya. Naya melangkah menghampiri Naufal, Naya mengambil kursi rias dan duduk di samping suaminya. Naufal yang sadar akan kedatangan Naya, langsung berjongkok di depan perempuan itu, kedua tangannya melingkar di pinggang Naya dan kepalanya ia letakan di paha istrinya. Naya merasakan air mata lelaki itu menetasi bajunya, ia membiarkan hal itu.
Naya tau saat ini Naufal tengah membutuhkannya, membutuhkan rumah untuk bercerita. Naya mencium pucuk kepala Naufal, dengan tangannya mengelus-elus pundak suaminya, memberi kekuatan padanya.
“I will always be there for you," ucap Naya.
Di tempat lain, Vero meluapkan kesedihannya dengan memukul dinding di belakang rumah. Memang sudah biasa Vero melakukan itu, setiap kalian dia mara atau sedih ia lupakan dengan menyakiti dirinya.
Bahkan dara yang keluar dari tangannya, tak ia pedulikan itu tak seberapa sakitnya dibandingkan dengan meninggalnya Oma.
Kehilangan seseorang selamanya itu adalah luka yang tak akan sembuh, mungkin mereka bisa sembuh namun hanya sementara.
Brug
Brug
Ketika Vero ingin memberi pukulan ketika kali kepada dinding itu, seseorang menahan tangannya. Mata mereka berdua saling bertemu, Vero menatap tajam padanya.
“Lepasin gue!” pekik Vero.
Kayra melepas tangan lelaki itu, darah lelaki itu menempel di telapak tangannya. Yah, perempuan itu Kayra, saat Kayra ingin ke toilet, tak sengaja ia melihat Vero tengah melukai dirinya langsung saja Kayra bergegas menghentikanya.
“Lo udah gila, atau bego, liat tangan lo luka!” bentak Kayra. Baru kali ini dirinya membentak Vero.
“Apa peduli lo?!” tanya Vero bersikap menantang.
“Vero, gue tau lo benci sama gue, gue tau saat ini lo lagi sedih, terpukul dan kehilangan. Tapi dengan cara lo yang tadi, itu sama aja lo lukain Oma lo,” terang Kayra.
“Harusnya lo itu doain oma lo biar tenang, bukan ngelakuin hal yang buat lo lebih sakit,”lanjutnya.
“Udah. Udah bacotnya, pintu keluar disana, lo silahkan boleh pergi.” Secara tidak langsung Vero mengusir Kayra.
Dengan perasaan sedih, Kayra melangkah pergi. Dia harap Vero mencerna perkataan Kayra tadi.