Ketika mimpi berubah menjadi petunjuk samar, Sophia mulai merasakan keanehan yang mengintai dalam kehidupannya. Dengan rahasia kelam yang perlahan terkuak, ia terjerat dalam pusaran kejadian-kejadian mengerikan.
Namun, di balik setiap kejaran dan bayang-bayang gelap, tersimpan rahasia yang lebih dalam dari sekadar mimpi buruk—sebuah misteri yang akan mengubah hidupnya selamanya. Bisakah ia mengungkap arti dari semua ini? Atau, akankah ia menjadi bagian dari kegelapan yang mengejarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veluna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
awal yang baru
___
Di tengah hutan yang basah oleh hujan, aku terus melangkah dengan langkah pelan. Udara dingin menusuk tulang, dan bayangan pepohonan di sekitarku terasa seperti sedang mengawasi. Tiba tiba ada hujan deras yang mengguyur memaksaku mencari tempat untuk berteduh. Aku menemukan pohon besar dengan dahan lebat, cukup untuk berlindung sementara waktu.
Sambil duduk di bawah pohon, pikiranku melayang ke berbagai peristiwa yang terjadi belakangan ini. Kenapa orang tuaku meninggalkanku? Mengapa orang tua angkatku ingin membunuhku? Apa yang sebenarnya diinginkan nenek itu dariku? Siapa wanita yang mirip denganku di gudang rumahku? Dan apa maksud dari semua kejadian aneh di rumah sakit itu? Aku mencoba menggali semua memori dalam kepalaku untuk menemukan jawabannya, tapi tak satupun yang berhasil.
Pertanyaan-pertanyaan itu terus bergelayut di pikiranku, seperti labirin yang tak kunjung kutemukan ujungnya.
“Kenapa semua ini terjadi padaku?” gumamku sambil memeluk lutut.
Aku mencoba mencari jawaban, tapi hanya semakin terjebak dalam kebingungan. Rasanya seperti menjadi pion kecil dalam permainan besar yang tak kumengerti. Setelah dua jam terjebak dalam lamunan tanpa hasil, hujan mulai reda. Aku bangkit perlahan, mengguncang pakaian yang basah dan kotor, lalu melanjutkan perjalanan, berharap menemukan jalan keluar dari hutan yang terasa seperti perangkap ini.
Langit mulai cerah ketika aku akhirnya melihat jejak kehidupan—sebuah desa kecil di kejauhan. Hatiku sedikit lega, meski tetap waspada. Desa itu tampak kuno, dengan rumah-rumah kayu yang berjajar rapi. Namun, berbeda dari desa sebelumnya, suasana desa ini cukup ramai. Anak-anak bermain di halaman rumah tanpa pagar, sementara orang dewasa tampak sibuk dengan aktivitas mereka.
Saat aku berjalan memasuki desa, semua mata tertuju padaku. Penampilanku yang kusut dan kumal mungkin membuat mereka heran. Aku menghampiri seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di depan rumahnya.
“Permisi, maaf Bu, rumah Pak RT di mana ya?” tanyaku sopan.
“Oh, itu, Nak. Rumah yang ada pohon mangga di depannya,” katanya sambil menunjuk ke arah kanan.
Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih sebelum berjalan ke arah yang ditunjukkan. Rumah itu tak jauh, hanya lima rumah dari tempat wanita tadi. Sesampainya di depan pintu, aku terdiam sejenak. Ragu antara mengetuk atau tidak, akhirnya aku mengumpulkan keberanian dan mengetuk pintu perlahan.
Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan seorang lelaki paruh baya dengan garis-garis usia di wajahnya muncul.
“Maaf, Pak. Apa benar ini rumah Pak RT?” tanyaku dengan suara pelan.
“Iya, ada perlu apa, Nak?” jawabnya sambil mempersilakanku masuk.
Aku duduk di kursi yang disediakan dan mulai bercerita. “Mohon maaf sebelumnya, Pak. Saya ikut kegiatan camping di hutan dekat sini, tapi terpisah dari rombongan dan tersesat. Akhirnya saya sampai di desa ini,” kataku. Tentu saja, itu bukan kebenaran. Aku tidak mungkin jujur dengan menceritakan semua yang terjadi.
Setelah bercerita dan berbicara sebentar, Pak RT mengizinkanku menginap semalam di rumahnya. Besok pagi, dia akan meminta seseorang mengantarku ke terminal yang menuju ke kota Raveenton. Kota itu ternyata tak jauh dari desa ini. Dan tidak terlalu jauh juga dari kotaku Latona.
Malam itu, aku tidur di ruang kecil yang disediakan. Meski tubuhku lelah, pikiranku tak pernah berhenti berpikir.
Awal Baru di Kota
Ketika pagi tiba, setelah sarapan, aku berpamitan kepada Pak RT. Aku diantar oleh salah seorang warga desa ke terminal kota. Dengan penuh rasa syukur, aku mengucapkan terima kasih sebelum melanjutkan perjalanan ke Kota Raveenton.
Begitu tiba, suasana kota langsung terasa berbeda. Kebisingan kendaraan dan hiruk-pikuk orang-orang membuatku sedikit tenang, seolah-olah keramaian itu mengalihkan pikiranku dari masalah yang menghantuiku.
Aku mencari tempat tinggal sementara. Untungnya, aku masih memiliki tabungan dari hasil kerja paruh waktu dulu. Tanteku juga sering mengirim uang bulanan, jadi aku tidak terlalu khawatir untuk sementara waktu. Setelah mencari, aku menemukan sebuah apartemen kecil yang cukup nyaman. Aku membayar sewanya untuk 1 bulan, karena aku memang tidak berencana menetap lam disini, lalu masuk ke dalam dan duduk di sofa dengan perasaan campur aduk.
“Setidaknya, aku punya tempat untuk memulai kembali,” gumamku pelan.
Di apartemen ini, aku mulai merencanakan langkah berikutnya. Aku harus mencari lebih banyak informasi tentang keluargaku, rahasia yang mereka sembunyikan, dan semua hal yang tidak kumengerti tentang diriku sendiri. Aku tidak tahu ke mana pencarian ini akan membawaku, tapi aku tahu satu hal: aku tidak akan berhenti sampai semua pertanyaan ini terjawab.
Aku mengambil laptop yang kusimpan dalam kalungku. Syukurlah, benda ini masih berfungsi meskipun jarang kugunakan. Aku mulai mencari informasi online tentang keluargaku, dimulai dari nama ayah angkatku, Aku menemukan sebuah artikel lama tentang bisnisnya.
“jonathan, pengusaha sukses di bidang tekstil, dikenal sebagai sosok dermawan yang...,” aku berhenti membaca, mataku terpaku pada foto yang disertakan dalam artikel. Di sana, terlihat jelas tanggal fotonya diambil 5 bulan lalu.
“mengapa dia menghilang selama ini ?” bisikku pelan.
Aku mencoba mengingat awal mula dia mulai menghilang, tapi otakku seperti menghalangiku untuk mengakses ingatan itu. Ada sesuatu yang tidak beres. Aku menyalin artikel itu dan menyimpannya.
Setelah itu, aku memutuskan untuk keluar. Aku membutuhkan udara segar dan makanan. Sepanjang perjalanan menuju sebuah restoran kecil di dekat apartemenku, pikiranku terus berputar. Setiap langkah terasa berat, seolah ada sesuatu yang mengintai di setiap sudut.
Pertemuan Tak Terduga
Saat aku duduk dan memesan makanan, seorang pria paruh baya yang duduk di meja sebelah tiba-tiba menoleh ke arahku. Tatapannya tajam, seolah mengenaliku.
“Kamu sophia kan?” tanyanya.
Aku langsung waspada. “Maaf, Bapak siapa ya?”
Dia tersenyum tipis. “maaf mengagetkan mu, namaku rayn aku penjaga perpustakaan yang sering kamu kunjungi” ucapnya
Aku terdiam sebentar kemudian teringat dengan buku yang belum ku kembalikan
“oh iya aku ingat, kenapa bapak bisa ada disini ?” tanyaku pelan, berusaha menutupi kegugupan.
Dia menatapku serius kemudian, " tentu saja mencari mu, kau sudah melewati batas pengembalian buku." Ucapnya sambil terus menatapku tajam.
Aku bingung harus bilang apa, bisa bisanya demi satu buku dia harus sampai mencari ku sejauh ini, satu satunya yang terpikirkan olehku adalah kabur, tapi saat aku siap siap mau melarikan diri, dia tertawa.
" Hahaha, aku hanya bercanda, aku sudah tidak menjadi penjaga perpustakaan lagi, jadi untuk buku itu, itu urusanmu dengan penjaga yang baru. Dan aku disini hanya ingin liburan bersama keluarga ku." Ucapnya
Aku menatapnya bingung kemudian tersenyum canggung. Kami mengobrol sedikit dan akhirnya dia pamit pergi.
Setelah dia pamit dan aku kembali melanjutkan aktivitas makan ku yang sempat tertunda.
See you
mampir juga dikerya ku ya jika berkenan/Smile//Pray/