Ceritanya berkisar pada dua sahabat, Amara dan Diana, yang sudah lama bersahabat sejak masa sekolah. Mereka berbagi segala hal, mulai dari kebahagiaan hingga kesedihan. Namun, semuanya berubah ketika Amara menikah dengan seorang pria kaya dan tampan bernama Rafael. Diana yang semula sangat mendukung pernikahan sahabatnya, diam-diam mulai merasa cemburu terhadap kebahagiaan Amara. Ia merasa hidupnya mulai terlambat, tidak ada pria yang menarik, dan banyak keinginannya yang belum tercapai.
Tanpa diketahui Amara, Diana mulai mendekati Rafael secara diam-diam, mencari celah untuk memanfaatkan kedekatannya dengan suami sahabatnya. Seiring berjalannya waktu, persahabatan mereka mulai retak. Amara, yang semula tidak pernah merasa khawatir dengan Diana, mulai merasakan ada yang aneh dengan tingkah sahabatnya. Ternyata, di balik kebaikan dan dukungan Diana, ada keinginan untuk merebut Rafael dari Amara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Diana semakin hari semakin kusut dia benar benar salah mengambil keputusan,bahkan sekarang dia benar benar menyesal telah menghancurkan kebahagiaan amara sahabat nya,
"ra....aku merindukan persahabatan kita,"lirih nya dengan air mata yang sudah menetes,
dia berjalan lunglai menuju ruang tamu di mana rafael sedang menonton tv sambil menyesap teh,
Diana duduk di depan rafael,namun rafael begitu acuh
"rafa...kita akhiri saja hubungan ini"ucap nya dengan menatap manik mata rafael,
Rafael sontak saja kaget,dia menatap diana dengan datar,diana menghela napas,"mas.. sesuatu yang di ambil dengak tidak baik,akhirnya juga tidak akan baik mas...aku menyesal telah menyakiti amara,sahabat ku yang selalu membantu dengan tulus"lirih nya dengan menghapus air mata di pipi nya,
Rafael tertegun,hati nya terasa berat,walaupun dia sudah tidak mencintai diana namun jika harus berpisah dia cukup malu dengan amara,dia gengsi jika rumah tangga nya akan gagal lagi,
Rafael menghela napas,"diana aku tidak ingin berakhir,kita bisa meneruskan pernikahan kita...tapi,mari kita meminta maaf kepada amara?"ucap nya pelan hampir seperti bisikan,
Diana yang sedang menunduk mengangkat kepalanya,dia menggeleng pelan,"maaf mas...aku tidak ingin meneruskan nya ,aku gak bisa....kita saling diam saling cuek,dan untuk meminta maaf kepada amara aku akan melakukan nya sendiri!"
"diana...aku mohon kita perbaiki,dan untuk kamu dan arman ,aku yakin kamu sudah menyelesaikan nya?"ucap nya dengan menggenggam tangan diana,
Diana mengangguk pelan,iya dia sudah menyelesaikan semuanya,bahkan dia sudah menghapus aplikasi kencan,dan semua nomor arman dia blokir,diana benar benar berniat ingin berubah.
"mari kita usahakan berdua,dan maaf karena ku hubungan kalian berdua jadi renggang,"ucap rafael lagi,
"tidak mas...ini salah ku,aku...aku...akan merasa berdosa jika kita melanjutkan hubungan ini tanpa meminta izin kepada amara mas..."
"besok kita kerumah amara ya.!"ucap rafael dengan suara yang mulai melemah,
Diana tersenyum tipis,dia langsung berdiri dan meninggalkan rafael tanpa berbicara apapun,
"semoga ini awal yang baik,aku terlalu malu jika pernikahan ku yang kedua berakhir apa nanti kata orang."gumam nya sambil memandang punggung diana yang sudah menghilang di balik pintu
Keesokan harinya,diana dan rafael pergi ke kediaman orang tua amara,beberapa menit menempuh perjalanan akhirnya mereka sampai,satpam yang melihat ada mobil asing menghampiri gerbang dengan cepat menghampiri nya,
"pak rafael?"ucap satpam tersebut dengan kaget,rafael hanya menganggukan kepalanya sambil tersenyum,
"pak apa bisa saya bertemu amara?"
Satpam diam sesaat,"sebentar pak biar saya tanyakan dulu kepada non amara."
Beberapa menit menunggu satpam datang ,"di tunggu di ruang tamu pak oleh non amara silahkan masuk!"ucap satpam dengan ramah,
Diana dengan ragu berjalan menuju rumah besar milik orang tua amara,saat pintu terbuka di sana sudah ada amara dan liana sedang duduk .
pov diana
Aku melangkahkan kaki dengan berat memasuki rumah besar milik orang tua Amara. Setiap langkah yang kuambil seakan membawa beban ribuan ton di pundakku. Hatiku dipenuhi rasa bersalah, sesuatu yang terus menghantui sejak aku menyadari kebodohanku.
Aku tahu aku salah. Aku menghancurkan kebahagiaan sahabatku sendiri—seseorang yang selalu ada untukku, yang memberiku dukungan tanpa pamrih. Kini, aku berdiri di sini dengan penuh rasa malu, berharap Amara mau mendengar permintaanku.
Ketika aku masuk ke ruang tamu, mataku bertemu dengan tatapan dingin Amara. Dia duduk di sofa bersama Liana, kakaknya. Tatapannya menusuk, membuat dadaku terasa sesak. Aku ingin lari, tapi aku tahu ini saatnya aku menghadapi konsekuensi dari perbuatanku.
“Diana, Rafael, ada apa kalian datang ke sini?” Amara membuka pembicaraan dengan nada tajam.
Aku menundukkan kepala, menghindari tatapannya. Tanganku gemetar, tapi aku mencoba berbicara. “Ra… aku datang ke sini untuk meminta maaf.”
Suaraku terdengar kecil bahkan di telingaku sendiri. Aku tahu aku terdengar lemah, tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin menyampaikan penyesalanku.
“Maaf? Untuk apa, Diana?” Nada suaranya dingin, seakan tidak peduli. Tapi aku tahu itu adalah caranya melindungi diri dari rasa sakit yang aku sebabkan.
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengontrol emosiku. “Untuk semuanya, Ra. Aku menyesal. Aku menghancurkan persahabatan kita. Aku mengambil kebahagiaanmu. Aku tidak tahu apa yang kupikirkan saat itu… tapi sekarang aku sadar, aku salah.”
Air mata mengalir di pipiku. Aku tidak peduli jika ini terlihat memalukan. Aku tidak peduli dengan apa pun, selama Amara mau mendengar kata-kataku.
“Aku hanya ingin memperbaiki semuanya, Ra. Aku tahu aku tidak pantas dimaafkan, tapi aku benar-benar ingin mencoba.”
Aku menatapnya, berharap dia bisa melihat ketulusan di mataku. Tapi dia hanya diam, ekspresinya sulit terbaca.
POV Amara
Aku menatap Diana dengan campuran emosi. Hatiku penuh dengan rasa sakit, amarah, dan entah kenapa sedikit belas kasih. Diana, sahabatku yang dulu, kini berdiri di depanku dengan wajah penuh rasa bersalah.
Bagaimana aku harus merespons ini? Aku ingin membencinya. Aku ingin membalas dendam. Tapi di saat yang sama, aku tidak bisa memungkiri bahwa ada bagian dari diriku yang merindukan persahabatan kami.
“Kamu tahu, Diana?” Aku akhirnya membuka suara setelah sekian lama. “Kamu menghancurkan segalanya. Aku kehilangan Rafael, aku kehilangan kepercayaan pada orang-orang di sekitarku. Kamu pikir permintaan maafmu cukup untuk memperbaiki semua itu?”
Aku bisa melihat Diana terisak. Tapi aku tidak merasa lega melihatnya menangis. Aku hanya merasa lelah.
“Ra… aku tahu aku salah.” Dia menghapus air matanya dengan tangan gemetar. “Aku tidak mengharapkan kamu memaafkanku dengan mudah. Aku hanya ingin mencoba… ingin memperbaiki semuanya.”
Aku menghela napas panjang. Tatapanku berpindah ke Rafael, pria yang dulu aku cintai. “Dan kamu, Rafael? Apa alasanmu datang ke sini?”
Dia menatapku dengan ekspresi yang sulit diartikan. “Aku juga ingin meminta maaf, Amara. Aku tahu aku sudah membuat kesalahan besar. Aku tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi, tapi aku ingin bertanggung jawab.”
Kata-katanya terdengar tulus, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayainya. Luka di hatiku terlalu dalam.
“Baiklah,” akhirnya aku berkata. “Aku akan memikirkannya. Tapi jangan berharap semuanya akan kembali seperti dulu.”
POV Diana
Aku duduk di sofa, tepat di hadapan Amara. Rasanya sulit sekali menatap wajahnya. Dulu, dia adalah sahabat terbaikku—orang yang selalu mendukungku, yang selalu ada untukku. Namun, aku membalas semua kebaikannya dengan pengkhianatan. Kini aku di sini, berusaha meminta restu darinya, sesuatu yang seharusnya kulakukan sejak awal.
“Ra…” aku mulai dengan suara pelan, hampir berbisik. “Aku tahu aku tidak pantas berada di sini. Aku tahu aku sudah membuat kesalahan besar dalam hidupku. Tapi aku datang untuk memohon kepadamu.”
Amara hanya menatapku tanpa ekspresi. Wajahnya begitu tenang, namun tatapannya seperti pisau yang menusuk hatiku.
“Aku dan Rafael… kami sudah lama menikah. Tapi, Ra, hidup kami jauh dari kata bahagia. Banyak masalah yang kami hadapi, dan aku merasa… aku merasa itu karena kami memulai hubungan ini dengan cara yang salah. Kami tidak pernah meminta izin darimu. Kami tidak pernah mendapatkan restu darimu.”
Air mataku mulai mengalir, namun aku tidak mencoba menghentikannya. “Aku tahu, ini terdengar egois. Tapi aku sungguh ingin mengubah semuanya. Aku ingin mencoba memperbaiki hidupku, memperbaiki pernikahanku. Dan untuk itu… aku memohon restumu, Ra.”
POV Rafael
Aku berdiri di samping Diana, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutnya. Ada banyak kebenaran dalam ucapannya. Pernikahan kami memang sulit. Jauh berbeda dengan kehidupanku bersama Amara dulu. Bersama Amara, semuanya terasa lebih ringan, lebih mudah. Tapi dengan Diana, seolah setiap langkah adalah perjuangan.
Namun, meski begitu, aku tahu aku tidak bisa terus hidup seperti ini. Aku harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki semuanya. Dan itulah alasan kami ada di sini sekarang.
“Amara,” aku berkata dengan suara rendah, mencoba menarik perhatian wanita yang dulu pernah menjadi istriku. “Aku tahu, aku telah membuatmu melalui banyak hal. Aku tidak mengharapkan kamu memaafkanku, karena aku tahu itu sulit. Tapi aku percaya, apa pun yang dimulai dengan cara yang salah tidak akan pernah berakhir baik. Dan itulah mengapa aku di sini sekarang.”
Aku mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. “Aku ingin meminta izinmu. Bukan untuk melupakan masa lalu, tapi untuk memberikan kesempatan pada masa depan. Aku dan Diana ingin mencoba memperbaiki hidup kami, dan kami tidak bisa melakukannya tanpa restu darimu.”
POV Amara
Aku mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Diana dan Rafael. Hati kecilku dipenuhi berbagai emosi yang bertabrakan. Ada luka yang masih terasa, namun ada pula perasaan lega melihat mereka berani datang dan mengakui kesalahan mereka.
Aku bisa melihat ketulusan di mata Diana. Meski begitu, pengkhianatannya adalah sesuatu yang tidak akan pernah sepenuhnya terlupakan. Sementara Rafael… dia tampak seperti pria yang menyesali pilihannya, namun tidak memiliki keberanian untuk mengakuinya secara langsung.
Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Jadi kalian ingin restuku? Apakah kalian pikir dengan restu ini semua masalah akan selesai? Pernikahan kalian akan membaik?”
Diana mengangguk pelan. “Aku tidak tahu, Ra. Tapi aku percaya, jika aku memulai dengan cara yang benar kali ini, setidaknya aku bisa mencoba hidup dengan tenang. Aku ingin memperbaiki semuanya, Ra. Aku benar-benar ingin.”
Aku menatap mereka berdua. “Aku tidak tahu apakah aku bisa memberikan restu. Tapi aku menghargai keberanian kalian untuk datang ke sini. Kalau memang ini jalan yang kalian pilih, aku hanya bisa berharap kalian benar-benar serius memperbaikinya.”
Aku berdiri dari tempat dudukku, mencoba mengendalikan perasaanku yang masih campur aduk. “Diana, Rafael, aku sudah melepaskan kalian. Tapi ingat, kebahagiaan itu bukan sesuatu yang bisa didapatkan dengan mengorbankan orang lain. Jadi jika kalian ingin memperbaiki semuanya, lakukan itu dengan sungguh-sungguh. Jangan ulangi kesalahan kalian.”
Diana menangis. “Terima kasih, Ra. Terima kasih… aku berjanji tidak akan mengecewakanmu lagi.”
Aku hanya mengangguk pelan. Dalam hatiku, aku masih belum yakin apakah aku benar-benar telah memaafkan mereka. Tapi satu hal yang pasti—aku sudah siap untuk melangkah maju, dengan atau tanpa kehadiran mereka dalam hidupku.