Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Ujian Jarak dan Waktu
Kehidupan Dina berubah drastis setelah ia menerima tawaran untuk bekerja di luar negeri. Minggu-minggu terakhir sebelum keberangkatannya penuh dengan persiapan dan perpisahan, tetapi momen paling sulit adalah ketika ia harus meninggalkan Arga.
Malam sebelum keberangkatan, Dina dan Arga memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama di apartemen Dina. Mereka memasak makan malam sederhana, menghabiskan waktu dengan percakapan ringan, seolah-olah mencoba menghindari kenyataan bahwa esok hari mereka akan terpisah.
Ketika malam semakin larut, Arga menarik Dina ke pelukannya. “Aku tahu ini akan sulit, tapi aku percaya kita bisa melewati ini,” katanya dengan suara lembut.
Dina mengangguk, meski hatinya berat. “Aku juga percaya. Tapi, Arga, jika suatu saat kau merasa hubungan ini terlalu sulit, kau harus jujur padaku.”
“Dina,” Arga menatap matanya dalam-dalam. “Aku tidak pernah meragukan keputusan kita. Jarak ini hanya sementara. Yang penting adalah apa yang kita miliki di sini,” ia menunjuk dadanya, “dan di sini,” ia menunjuk hati Dina.
Dina tersenyum tipis, air mata mulai mengalir di pipinya. Mereka menghabiskan malam itu dalam keheningan yang penuh makna, membiarkan kehangatan cinta mereka menjadi pengingat bahwa meskipun jarak memisahkan, hati mereka tetap bersama.
---
Keberangkatan Dina ke luar negeri membawa serangkaian tantangan baru. Ia harus beradaptasi dengan budaya, lingkungan kerja, dan tekanan baru. Meski ia merasa bersemangat dengan pekerjaannya, rasa rindu pada Arga tidak pernah benar-benar hilang.
Mereka mencoba tetap terhubung melalui panggilan video setiap malam. Namun, perbedaan zona waktu dan jadwal yang padat sering kali membuat komunikasi menjadi sulit.
Suatu malam, setelah menyelesaikan rapat yang melelahkan, Dina menelepon Arga. Tapi kali ini, suara Arga terdengar lelah dan jauh.
“Arga, ada apa?” tanya Dina, mencoba mencari tahu.
“Tidak ada, Dina. Aku hanya lelah,” jawabnya singkat.
Dina merasakan ada sesuatu yang salah, tapi ia tidak ingin memaksanya. “Kalau begitu, istirahatlah. Aku mencintaimu,” katanya, berharap bisa memberikan sedikit ketenangan.
Namun, setelah panggilan itu berakhir, Dina tidak bisa menahan kekhawatirannya. Ia merasa bahwa hubungan mereka mulai retak, meskipun ia tidak tahu pasti alasannya.
---
Beberapa minggu berlalu, dan pola komunikasi mereka semakin memburuk. Dina merasa Arga mulai menjauh, sementara ia sendiri tenggelam dalam pekerjaannya. Meski ia mencoba untuk menjaga hubungan tetap hidup, jarak dan waktu seolah menjadi penghalang yang tak terhindarkan.
Di sisi lain, Arga juga merasa tertekan. Ia merindukan kehadiran Dina di dekatnya, tetapi ia juga merasa tidak ingin menjadi beban bagi Dina yang sudah cukup sibuk dengan pekerjaannya.
Suatu malam, Arga memutuskan untuk berbicara jujur dengan Dina.
“Dina, aku merasa ada yang berubah di antara kita,” katanya melalui panggilan video.
Dina terkejut mendengar pengakuan itu. “Apa maksudmu, Arga?”
“Aku merasa seperti kita sedang berjalan di jalur yang berbeda. Aku tahu kita berdua mencoba, tapi aku takut kalau kita semakin lama akan kehilangan arah,” jelasnya dengan nada penuh kesedihan.
Dina terdiam. Ia tahu bahwa Arga tidak sepenuhnya salah. Mereka memang menghadapi tantangan yang sulit.
“Arga, aku tahu ini tidak mudah. Tapi aku tidak ingin menyerah pada kita. Aku mencintaimu, dan aku percaya bahwa kita bisa melewati ini,” katanya dengan suara tegas.
“Dan aku juga mencintaimu, Dina,” jawab Arga. “Tapi cinta saja mungkin tidak cukup jika kita terus merasa seperti ini.”
Percakapan itu berakhir dengan perasaan yang campur aduk. Dina merasa bahwa hubungan mereka berada di ambang kehancuran, tetapi ia tidak tahu bagaimana cara menyelamatkannya.
---
Di tengah keraguan dan kekhawatiran itu, Dina menerima undangan untuk menghadiri konferensi besar di kota asalnya. Kesempatan itu memberikan alasan baginya untuk pulang dan bertemu dengan Arga.
Hari kedatangannya di kota menjadi momen yang sangat dinantikan. Dina merasa gugup dan bersemangat sekaligus. Ia berharap pertemuan ini bisa menjadi cara untuk memperbaiki hubungan mereka.
Arga menjemput Dina di bandara. Saat melihat Dina berjalan keluar dengan kopernya, ia merasa hatinya berdebar keras. Meski jarak dan waktu telah memisahkan mereka, cinta yang ia rasakan untuk Dina tidak pernah hilang.
“Dina,” katanya dengan suara lembut saat mereka saling berhadapan.
Dina tersenyum, matanya berkaca-kaca. “Arga.”
Mereka saling berpelukan erat, membiarkan kehangatan tubuh masing-masing menghapus jarak yang selama ini memisahkan.
---
Malam itu, mereka duduk bersama di balkon apartemen Arga, memandang pemandangan kota yang penuh dengan lampu-lampu berkelip.
“Arga,” Dina memulai. “Aku tahu hubungan ini tidak mudah. Tapi aku benar-benar ingin kita bisa melewati semua ini bersama.”
Arga menatapnya dengan tatapan lembut. “Aku juga ingin itu, Dina. Tapi kita harus jujur pada diri kita sendiri. Apakah kita bisa terus seperti ini tanpa saling terluka?”
Dina terdiam, mencoba mencerna kata-kata Arga. “Apa kau ingin menyerah, Arga?” tanyanya dengan suara lirih.
“Bukan menyerah, Dina. Aku hanya ingin memastikan bahwa kita berdua bahagia, tidak hanya mempertahankan hubungan karena kita takut kehilangan,” jawabnya.
Mendengar itu, Dina merasa hatinya hancur. Tapi di saat yang sama, ia tahu bahwa Arga hanya ingin yang terbaik untuk mereka berdua.
---
Hari-hari berikutnya dihabiskan dengan percakapan yang lebih jujur dan mendalam. Mereka membahas harapan, ketakutan, dan mimpi masing-masing. Dina menyadari bahwa meskipun mereka saling mencintai, ada banyak hal yang harus mereka atasi jika ingin tetap bersama.
Ketika tiba waktunya bagi Dina untuk kembali ke luar negeri, mereka membuat keputusan yang sulit tetapi penting.
“Kita tidak akan memutuskan apa pun sekarang,” kata Arga. “Kita akan menjalani ini satu langkah pada satu waktu. Jika pada akhirnya kita tetap bersama, itu berarti cinta kita cukup kuat. Tapi jika tidak, aku ingin kau tahu bahwa aku tidak pernah menyesali waktu yang kita habiskan bersama.”
Dina mengangguk, air mata mengalir di pipinya. “Aku juga tidak akan pernah menyesal, Arga. Kau adalah bagian penting dari hidupku.”
Mereka berpelukan untuk terakhir kalinya sebelum Dina naik ke pesawat.
---
Hubungan mereka setelah itu menjadi lebih tenang dan penuh pengertian. Meskipun mereka tidak lagi berbicara setiap hari, mereka tetap saling mendukung dari kejauhan. Dina fokus pada pekerjaannya, sementara Arga mulai mengeksplorasi proyek-proyek baru.
Waktu berlalu, dan meskipun cinta mereka tetap ada, keduanya mulai menyadari bahwa jalan hidup mereka mungkin berbeda.
Ketika Dina akhirnya menyelesaikan kontraknya dan kembali ke kota, ia dan Arga bertemu untuk membicarakan masa depan mereka.
“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” kata Dina. “Tapi aku tahu satu hal, Arga. Kau selalu menjadi bagian dari hatiku.”
Arga tersenyum. “Dan kau juga, Dina. Tidak peduli apa pun yang terjadi, aku bersyukur karena kita pernah saling mencintai.”
Percakapan itu menandai akhir dari babak perjalanan mereka bersama, tetapi juga awal dari babak baru dalam hidup masing-masing. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi mereka yakin bahwa cinta yang mereka miliki akan selalu menjadi kenangan indah yang tidak akan pernah mereka lupakan.