NovelToon NovelToon
Dipaksa Menikahi CEO Dingin Itu

Dipaksa Menikahi CEO Dingin Itu

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: lilyxy

Dijual oleh ayah tirinya pada seorang muncikari, Lilyan Lutner dibeli oleh seorang taipan. Xander Sebastian, mencari perawan yang bisa dinikahinya dengan cepat. Bukan tanpa alasan, Xander meminta Lily untuk menjadi istrinya agar ia bisa lepas dari tuntutan sang kakek. Pernikahan yang dijalani Lily kian rumit karena perlakuan dingin Xander kepadanya. Apa pun yang Lily lakukan, menjadi serba salah di mata sang suami. Xander seakan memiliki obsesi dan dendam pribadi pada hidupnya. Bagaimanakah nasib Lily yang harus menjalani pernikahan dengan suami dinginnya? Haruskah ia bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lilyxy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Kaki Lily terpaku di tempat setelah melangkah keluar dari mobil. Ia masih tidak percaya kalau bangunan di depannya ini adalah rumah pria yang kini adalah suaminya.

Siapa pria yang ia nikahi itu sebenarnya? Kenapa rumahnya bisa mewah dan semegah itu? Belum para pelayan yang berjejer rapi di depan pintu seolah menyambut kedatangannya.

Nyali Lily seketika ciut. Dia merasa begitu kecil dan remeh. Sontak merasa tidak pantas menginjakkan kaki di tempat yang begitu indah. Terlebih lagi menyandang status sebagai nyonya di keluarga itu.

"D-Dario. Sepertinya aku tidak jadi menemui Tuan Sebastian."

Gadis itu tampak panik dan meremas pinggiran blouse dia kenakan. Dario menoleh pada Lily yang mengatakan hal tidak terduga. Dia ingin tahu alasan gadis itu mendadak mengurungkan niat.

"Kenapa, Nona? Apa yang membuat Anda berubah pikiran?"

Lily bahkan sulit meneguk ludahnya sendiri bersamaan dengan pikiran yang mulai berimajinasi liar. Dia takut pria itu akan semakin menyiksanya karena amarah dan dendam di dalam rumah besar itu.

Lily mendadak teringat pada kisah Elisabeth Fritzl yang dikurung selama dua puluh empat tahun oleh ayah kandungnya sendiri di sebuah gudang bawah tanah yang ada di rumahnya.

Gadis itu diperkosa bahkan hingga memiliki tujuh orang anak. Mengingat Sebastian juga punya tujuan untuk memiliki anak laki-laki, maka bukan tidak mungkin juga dia akan mengurungnya juga.

"Nona?" panggil Dario membangunkan Lily dari lamunannya

"A-aku. Aku ...."

Lily tidak sanggup berkata-kata. Dia masih sangat ragu dan takut. Segala kemungkinan bahkan yang terburuk, bisa terjadi di dalam rumah itu tanpa ada yang mengetahuinya.

Lily bahkan berpikir gila kalau sang suami mungkin saja menyiksa hingga berakhir membunuhnya. Melihat Lily yang ketakutan, tanpa sungkan Dario meraih kedua tangan Lily.

Dia menggenggamnya untuk memberikan ketenangan di sana. Lily spontan ingin menariknya, tapi Dario menahannya.

"Dengarkan aku, Nona. Tuan bukanlah orang yang tidak berperasaan. Ia juga manusia yang punya sisi baik dalam dirinya. Aku mengerti apa yang sedang Anda pikirkan. Saran dariku, buatlah kesepakatan yang menguntungkan pihakmu dan pihak Tuan Sebastian. Walau Tuan Sebastian terlihat dingin dan sangat kaku, dia tidak akan melanggar kontrak apapun yang telah ia sepakati dengan seseorang." Dario coba meyakinkan.

"Dalam surat kontrak itu, aku mengingat kalau Tuan dan Nona tidak boleh saling mencampuri urusan masing-masing setelah menikah. Kepentingan kalian hanya untuk mendapatkan anak laki-laki. Di luar itu artinya Nona bebas melakukan apa saja." Dario mengingatkan.

"Bukankah itu adalah suatu keuntungan bagi Anda, Nona? Nona tetap bisa bekerja. Nona tetap bisa bepergian ke manapun yang Nona suka. Nona juga bisa mengunjungi ibu Nona setiap saat Nona inginkan. Bahkan Nona bisa bergaul dengan siapapun yang Nona kehendaki." Dario mengungkap sisi positif.

"Itu artinya, tidak ada hambatan untuk menjalani kehidupan Nona seperti biasanya. Nona hanya harus melayani Tuan Sebastian kalau beliau membutuhkan Nona.

Jangan ragu-ragu, Nona. Ayo selamatkan ibu Anda. Aku juga ingin berkenalan dengannya kalau dia sehat nanti. Bagaimana?" tanya Dario memberi semangat.

Lily mencoba memikirkan semua kata-kata Dario. Kalau memang benar yang pria ini ucapkan bahwa suami kontraknya itu adalah orang yang teguh pada janjinya, maka seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Sepasang dua bola mata Lily menatap sepasang mata teduh Dario. Pria itu mengangguk pelan seakan memberi isyarat untuk jangan menyerah karena semua akan baik-baik saja.

Merasa sangat tertolong dengan segala ucapan baik Dario, reflek Lily meremas balik kedua tangan tersebut. Dia pun balas mengangguk pelan seolah setuju untuk tidak mundur.

Dario melepaskan kedua tangan Lily dan mengantar gadis itu ke depan pintu mansion yang begitu besar dan kokoh. Serentak para pelayan merunduk hormat pada Lily dan Dario.

"Mari, Nona. Saya yang akan mengantar Nona ke tempat Tuan. Tuan sudah menunggu Anda."

Salah satu pelayan dengan pakaian paling berbeda menyambut Lily di sana. Lily menduga kalau orang itu adalah kepala pelayan di mansion besar rumah Xander.

Lily menyempatkan diri menoleh pada Dario yang masih berdiri di sampingnya. Pria itu tersenyum dan mengangguk pelan. Memberi isyarat pada Lily untuk mengikuti pelayan tersebut.

"Aku hanya akan mengantarmu sampai di sini, Nona. Selebihnya, Brenda yang akan mengantarkan Anda."

Lily balas tersenyum canggung. "Terima kasih, Dario. Bolehkan aku menelepon mu lagi jika aku butuh bantuan?"

"Tentu saja boleh, Nona. Aku akan selalu siap sedia menolong Anda. Segeralah, Nona. Temui Tuan dan bicarakan semuanya. Malam sudah semakin larut. Di sini udaranya juga terlalu dingin. Nona bisa sakit jika berlama-lama berada di luar." Dario terdengar perhatian.

"Iya, Dario. Sekali lagi terima kasih. Doakan aku agar bisa menghadapi semua ini."

"Pasti, Nona."

Lily kemudian berjalan ke arah kepala pelayan yang kini dia ketahui bernama Brenda. Wanita itu pun juga memperkenalkan diri dengan sopan sebelum mengantar Lily.

"Saya Brenda, Nona Lily. Saya adalah kepala pelayan yang mengatur semua keperluan di mansion ini. Kalau nanti Nona membutuhkan sesuatu, Nona bisa mengatakannya pada saya. Kami semua akan melayani Nona dengan baik." Wanita itu menunduk sopan.

Tentu saja bagi Lily, semua itu terasa berlebihan. Ucapan Brenda seolah menyiratkan kalau dia benar akan menjadi nyonya mansion tersebut yang akan tinggal selamanya di sana.

"Terima kasih, Brenda," ucap Lily tersenyum canggung.

"Tidak perlu canggung, Nona. Mari ikuti saya, Nona. Saya akan mengantar Nona ke tempat Tuan."

Setelahnya, Brenda berjalan lebih dulu menyusuri lorong panjang yang begitu mewah. Di samping kanan dan kiri, Lily bisa melihat berbagai lukisan klasik yang dia yakini sangat mahal harganya.

Tentu saja fakta itu tidak mengherankan karena rumah tersebut masuk dalam daftar 10 rumah paling mewah di dunia. Pekarangan rumahnya saja memiliki luas hingga 63 Hektar dengan luas bangunan mencapai 110.000 meter persegi.

Di dalamnya, terdapat 29 kamar tidur dan 39 kamar mandi. Konsep bangunannya bergaya Mediterania, yang terlihat dari bentuk atapnya yang miring atau biasa disebut bentuk atap pelana.

Bangunan itu langsung menghadap ke arah Samudera Atlantik. Fasilitas dari mansion itu juga sangat lengkap, termasuk lapangan basket, arena bowling, hingga lapangan tenis.

Tidak mengherankan kalau rumah tersebut dibanderol dengan harga 133 miliar Poundsterling sekaligus menjadi rumah paling mewah di Hamptons, New York.

Pemilik rumah tersebut, tidak lain tidak bukan adalah Xander Axton Sebastian, yang merupakan seorang pengusaha yang masuk ke dalam jajaran orang terkaya di dunia.

Tidak lama setelah melewati lorong, Brenda mengajak Lily memasuki lift khusus yang terletak di samping kiri bangunan. Sekali lagi membuat Lily terkesiap dengan keberadaanya di dalam.sebuah rumah tinggal.

"Ruang kerja dan kamar pribadi Tuan berada di lantai tiga bangunan ini, Nona. Lantai paling atas itu adalah area privasi Tuan. Tidak ada yang boleh ke sana kecuali orang yang sudah mendapatkan izin sebelumnya darinya." Brenda mulai menjelaskan.

Jantung Lily semakin berdebar keras mendengarkan penjelasan Brenda. Imajinasi liar kembali bercokol di kepalanya. Hingga dia mendadak memiliki pertanyaan konyol.

"A-apa, setiap ruangan pribadi pria itu kedap suara, Brenda?" Brenda terkekeh melihat kepolosan Lily.

"Tentu saja, Nona. Bahkan setiap kamar yang ada di mansion ini kedap suara. Tidak akan ada yang mendengar suara atau teriakan sekalipun jika pintu ruangan itu ditutup rapat. Lagi pula Nona tidak usah khawatir, keamanan di area ruangan Tuan sangat pribadi. Tidak akan ada yang berani mendekati ruangan Tuan. Nona bisa berteriak sepuasnya jika Nona mau." Brenda seolah menggoda.

Tubuh Lily rasanya sudah panas dingin saja. Dia juga yakin kalau wajahnya pasti memerah. Kepala pelayan itu seolah tahu apa yang sedang gadis itu pikirkan.

"B-bukan itu maksudku, Brenda. Aku... aku-"

"Tidak masalah, Nona. Itu adalah hal yang sangat wajar. Nona adalah istri Tuan. Tidak perlu malu pada saya. Saya juga nanti yang akan melayani segala kebutuhan anda, Nona." Brenda dengan santun bicara.

Perasaan Lily semakin tidak karuan. Bahkan Brenda sudah tahu kalau dirinya adalah istri dari Sebastian. Walaupun hanya berstatuskan sebagai istri kontrak saja. Namun tetap saja, istri adalah istri.

"Kita sudah sampai, Nona."

Brenda dan Lily sudah berada di depan sebuah kamar dengan pintu tinggi nan kokoh. Tidak lama kemudian, Brenda menekan sebuah bel yang terpasang di samping pintu.

Tidak lama kemudian, pintu kamar itu pun terbuka. Xander yang membukanya melalui sebuah remot otomatis yang ada dalam genggamannya.

"Silahkan masuk, Nona."

Jantung Lily semakin berdebar kencang saja. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan Xander setelah dia mengaku ingin membatalkan kontrak tersebut.

Entah perasaan apa yang sebenarnya kini bergejolak dalam dirinya. Apakah itu rasa malu, canggung, takut, khawatir, atau lainnya. Satu hal yang pasti, kakinya terasa berat melangkah.

"Nona," ucap Brenda sekali lagi.

"I-iya, Brenda."

Lily mengatur nafasnya sendiri untuk menenangkan hatinya. Setelah itu, baru menguatkan kedua kakinya untuk melangkah masuk ke dalam ruangan itu.

Lily berada di dalam ruangan dengan pencahayaan temaram itu. Dia menatap sekitar dan bisa melihat jelas betapa luas dan nyamannya kamar itu.

Masalahnya, dia tidak mendapati seorangpun ada di sana. Entah pria itu ada di tempat lain atau mungkin ada di sudut yang memang tidak bisa dia lihat.

Lily coba untuk menyusuri tempat itu, berharap menemukan Xander. Hingga dia melihat pria itu sedang menatap ke luar jendela sambil berdiri angkuh membelakangi Lily.

Pemandangan ombak pantai Samudra Atlantik memang tersaji indah tidak jauh di depannya dengan suara debur yang mengalun indah walau samar.

Lily segera tahu kalau pria itu adalah Xander, suami kontraknya. Terutama saat dia memperhatikan punggung kokoh dan bahu lebar yang tampak menawan.

"Sepertinya kamu memang tidak tahu cara mengucapkan permisi saat memasuki ruangan seseorang, Nona."

Lily tersentak dengan suara berat dan dalam yang menyapa telinganya. Suara yang membuatnya kembali memacu jantung tak beraturan hingga membuatnya lupa cara bernapas dengan benar.

"M-maafkan aku, Tuan. A-aku... aku-"

Lily terkejut saat pria itu berbalik. Berbeda dengan sebelumnya, pria itu hanya menggunakan topeng yang menutup matanya. Membuat Lily bisa melihat jelas rahang dan bibir pria itu.

Ditambah, Sebastian tampak hanya menggunakan pakaian tidur berbentuk kimono panjang berbahan beludru berwarna hitam pekat yang membalut tubuh kekarnya.

Di mata Lily, pria itu tampak sangat keren karena bahkan hanya dengan baju tidur, auranya terlihat memancar kuat. Membuat Lily jadi berpikir liar apalagi dengan dada yang tampak mengundangnya.

Dada tegap itu pastinya akan mampu memberikan keamanan dan kenyamanan. Terlebih lagi saat pria itu mendekapnya. Tentu Lily tahu karena dia pernah beberapa kali memeluk tubuh itu tidak sengaja.

"Katakan tujuanmu dengan cepat, Nona. Aku tidak suka berbasa-basi. Tahukah kamu? Ini sudah jam sebelas malam. Aku tidak suka kalau ada orang asing yang mengganggu jam tidurku."

Pria dingin yang masih bicara dengan ketus itu bergerak menuju sofa dan duduk menyandarkan punggungnya. Sedangkan, Lily cukup terpancing dengan ucapan pria tersebut.

Namun tentu, dia tidak akan kalah untuk malam itu. Dia harus bicara dengan Sebastian demi nyawa sang ibu yang harus diselamatkan besok hari.

"A-aku ingin mengajukan negosiasi, Tuan."

Pria yang sedang duduk tenang sambil bersedekap di dada itupun menaikkan satu alis tebalnya.

"Negosiasi?"

"Ya, negosiasi, Tuan. Sebelumnya, aku minta maaf untuk segala ucapan dan tingkah lakuku yang mungkin menyinggung hati anda, Tuan."

Lily merendahkan harga dirinya untuk berbicara pada pria yang ia anggap sombong dan angkuh itu. Dia hanya menginginkan kesembuhan sang ibu dan tidak lebih.

"Aku di sini untuk mengatakan kalau aku ingin meneruskan pernikahan kontrak itu, Tuan. Aku benar-benar membutuhkan sisa pembayaran itu untuk biaya pengobatan ibuku."

Pria itu terlihat menyeringai saat Lily mengutarakan niatnya.

"Tapi aku sudah membayar penuh atas perjanjian itu. Asistenku sudah mengirimnya ke akun bank ayahmu. Totalnya lima ratus ribu dolar yang sudah aku kirimkan. Jadi, aku tidak punya kewajiban apapun lagi terhadapmu atas pernikahan itu, Nona."

Bagaikan disambar petir, Lily benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja pria itu ucapkan. Tubuhnya seketika limbung tidak bertenaga.

Anthony, ayah tirinya itu benar-benar telah memanfaatkan dirinya dan sepenuhnya menipu dirinya. Lily jelas tidak akan dia saja. Dia akan datang dan membuat perhitungan padanya.

"Aku bisa meminjamkannya kalau mau. Berapa yang kamu butuhkah?" tanya Xander tanpa basa-basi.

Tentu saja dia tahu berapa jumlah uang yang sebetulnya Lily butuhkan. Dia hanya pura-pura tidak tahu. Menunggu Lily untuk mengungkapkan jumlah dengan sendirinya.

"D-delapan ratus ribu dolar, Tuan. Aku membutuhkannya besok sebelum jam sepuluh pagi .

Dengan elegan Xander mengambil kertas dan pena yang tersimpan di atas nakas samping sofa.

"Tulis akun bank milikmu di sini. Aku akan mengirimkannya, asal kamu setuju dengan satu syarat."

Lily tidak peduli dengan syarat apapun yang akan diajukan. Dia akan melakukan apapun selama pria itu membantunya. Dia akan berusaha mengalah seperti saran dari Dario.

"S-syarat apa, Tuan?"

"Berikan aku lima anak laki-laki. Setiap anak laki-laki yang kamu lahirkan, akan aku hargai dengan sangat tinggi. Satu juta dolar. Kamu bisa langsung melunasi hutangmu saat melahirkan anak pertama untukku."

Lily meneguk ludah kasar dan mengambil nafas panjang kemudian. Dia harus menguatkan diri untuk melakukan negosiasi yang sebetulnya sangat tidak masuk akal itu.

"Bagaimana kalau anak itu perempuan, Tuan?"

"Tidak masalah. Aku juga akan menghargainya dengan harga yang sama. Kakekku menginginkan banyak cucu. Yang terpenting, kontrak kita akan selesai kalau kamu sudah memberikanku lima anak laki-laki. Bagaimana?"

Tanpa berpikir panjang, Lily mengangguk cepat. Persetan dengan tubuhnya yang akan hancur dan rusak kalau dia harus melahirkan banyak anak. Bahkan kalau dipikir lagi, nyawanya juga menjadi taruhan.

Namun, dia tidak akan memungkiri kalau harga yang pria itu tawarkan benar-benar sangat tinggi. Jumlah itu sangat mampu membiayai hidup sang ibu kelak.

Dia pun mungkin juga bisa menggunakannya untuk merawat diri dan menjaga kesehatan tubuhnya nanti. Setidaknya agar dia selalu punya tenaga untuk melahirkan anak-anak lainnya.

"B-baik, Tuan. Mana berkas yang harus saya tanda tangani?"

**

1
Reni Anjarwani
lanjut thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor
Reni Anjarwani
lanjut bagus sayang upnya lama doubel up thor
Leo Picisan
gk selesai cerita ny
Reni Anjarwani
lanjut thor
Seriati Purba
Biasa
Reni Anjarwani
up yg banyak thor mumpung lg anget2 nya epusodenya
Reni Anjarwani
lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!