"Menikah lah dengan saya Jeslyn! Ini perintah bukan penawaran!"
"A-pa!?"
Menikah dengan boss sendiri!? Jeslyn tak pernah berpikir bahwa Louis akan melamar nya secara tiba-tiba, padahal lelaki itu jelas tidak mecintai nya! Apa yang sebenar nya lelaki itu inginkan hingga memaksa Jeslyn untuk tidak menolak titahan tersebut? Apakah sebuah keterpaksaan dari seseorang? Balas dendam? Atau alasan lain nya? Cukup Tuhan dan Louis yang tau!
Jeslyn yang memang tidak memiliki power apapun pun terpaksa mengiyakan keinginan dari Louis tanpa tau alasan pria itu ingin menikahi nya.
Lalu, bagaimana kehidupan Jeslyn kelak? Akan kah ia mampu untuk meluluhkan hati Louis? Sedangkan lelaki itu memiliki sifat kaku, dingin tak tersentuh, dan temperamental!? Belum lagi, Louis yang masih terbayang-bayang oleh masa lalu nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bertepuk12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Ketukan hills setinggi lima centimeter terdengar begitu memekik telinga, dengan dress formal yang melekat pada tubuh nya, tak lupa bau vanilla yang menguar tatkala sang empu melewati banyak orang. Tentu saja mereka terpana, sejak kapan Dewi Aphrodite turun kebumi?
"Wakil sekretaris kita memang patut diacungi jempol, begitu profesional."
"Benar, dia memang sempurna, selain menawan, watak nya juga sangat ramah dan baik hati."
"Sungguh, sayang sekali apabila sudah memiliki kekasih."
Dia adalah Jeslyn Van Deogore, yang mana memiliki mata bulat serta bulu mata lentik untuk menghiasi netra itu, bibir mungil berwarna peach, hidung mancung bak prosotan, jangan lupakan dagu tirus yang menambah kesan rupawan.
Gadis itu bersurai hitam lebat, berpostur ramping dan tinggi semampai, tubuh nya pun memesona membentuk body hourglass. Ahh ia begitu sempurna entah wajah atau pun lekuk badan.
Bisik-bisik yang Jeslyn dengar pun ia abaikan, tetap memfokuskan pandangan nya, sesekali netra indah itu menatap arloji berwarna magenta yang melingkar pada pergelangan tangan.
"What the fuck!? Tiga menit lagi!" Jeslyn mengeram sebal, ia segera mengantupkan bibir nya, berlari kecil menuju lift, dan menekan angka 40, lantai paling atas tempat dimana ia bekerja.
Selama didalam lift Jeslyn terus memanjatkan doa, sebentar lagi rapat antar devisi akan dimulai, "Oh God, baru kemarin aku mendapat potongan gaji." Keluh nya dengan tatapan sendu.
"Sangat lucu sekali jika gaji ku dipotong lagi, sial!" Umpat Jeslyn dengan bibir mencabik, tak lupa ekspresi sebal yang menghiasi wajah nya.
Ting....
Lift sudah terbuka, menampilkan empat ruangan besar, dimana ada ruangan sang CEO, sekretaris utama, wakil sekretaris, dan asisten. Jeslyn segera berlari menuju ruangan nya, di pojok sendiri.
"Jes!" Suara bariton menguar kasar, sontak saja Jeslyn menoleh tatkala nama nya dipanggil, menatap lelaki bertubuh tinggi dengan jas formal yang dia kenakan tengah berlari menuju kearah nya.
Zico Williams Jefferson, memiliki tinggi tubuh 191 centimeter membuat lelaki itu terlihat bagai tiang listrik, wajah nya pun sangat memesona, yang paling menjadi pusat perhatian adalah bola mata pria itu berwarna biru laut, menciptakan suatu keindahan.
Dia adalah sekretaris utama.
"Bagaimana dengan ppt untuk nanti? Apa sudah siap?" Zico bertanya dengan wajah pias entah karena apa, lalu ia menatap Jeslyn penuh tanda tanya.
SKAKMAT!
Jeslyn melototkan mata tak percaya, terkejut mendapati pertanyaan tiba-tiba itu, "A-pa!? Bukan nya kau yang membuat ppt nya?" Tanya nya kembali dengan kepala yang menggeleng.
"Aku membuat data statistik, serta laporan nya," Zico menjawab dengan helaan nafas, "Lalu bagaimana ini? Rapat satu menit lagi." Ia kalut, menatap jam arloji yang ia kenakan.
Diam, seolah-olah otak Jeslyn blank, bahkan untuk berkedip saja terasa enggan, ia benar-benar bagai orang linglung, karena sejak kapan ia ditugaskan untuk membuat ppt?
Hayy! Demi Tuhan, Jeslyn merasakan hanya diberi tugas untuk membuat agenda, beberapa bukti kongkrit, dan menulis pokok-pokok presentasi.
Tak...
Tak...
Tak...
Suara langkah kaki beralasan penny loafers terdengar begitu memekik telinga tatkala bergesekan dengan marmer putih, dia adalah Louis Gibrani Michelle.
Lelaki bersurai hitam dengan potongan surai comma hair, tubuh nya begitu kekar dipenuhi otot, beberapa tato juga terlukis indah, tinggi nya mencapai 191 centimeter, sama seperti Zico, hanya berbeda angka setelah koma saja.
Wajah nya begitu rupawan, mata tajam bagai elang yang siap mencabik-cabik mangsanya, bibir tebal pink kecoklatan, hidung menjulang tinggi, dan lagi rahang tegas menambah kharismatik lelaki itu.
Seolah-olah Tuhan memahat wajah itu secara hati-hati.
loMicle Corp, nama perusahaan yang Louis pimpin, satu pusat, dan lima ribu anak cabang yang tersebar diseluruh dunia, bergerak pada bidang manufaktur industri, pegawai nya pun mencapai lima juta umat yang menggantungkan hidup nya pada perusahaan ini.
Ah jangan lupakan, harta kekayaan Louis juga berasal dari properti lain, seperti ia menjabat sebagai direktur utama hotel dan motel, lalu beberapa mall besar.
Bukan ingin sombong, namun Louis hanya ingin memberitahu saja.
Coba tebak berapa harta kekayaan Louis? Tidak tercatat. Bahkan ia tidak masuk pada nominasi, 'Orang paling kaya di dunia.'
Mengapa demikian? Karena Louis mendapatkan kekayaan nya bukan hanya karena suatu usaha belaka, namun aliansi bawah tanah yang ia kelola.
Seperti perdagangan manusia, penyeludupan barang ilegal, badar narkoba, dan ahh tidak.... Louis tidak ingin menjelaskan lebih lanjut, pada inti nya adalah hal-hal buruk, anggap saja seorang mafia kelas kakap yang menguasai pasar internasional, hingga harta kekayaan nya pun tak dapat dicatat.
Badan lembaga keuangan internasional maupun nasional pun memilih untuk angkat tangan, mereka tak berani untuk memeriksa berapa harta kekayaan yang keluarga Michelle miliki. Mengapa demikian? Tentu saja karena uang, Louis menyuap pemerintahan untuk tutup mulut.
Uang memang segala nya.
"Sudah siap?" Louis bertanya dengan kening yang terangkat, merasa heran tatkala melihat wajah Jeslyn dan Zico yang gelisah, entah apa yang terjadi pada mereka, ia tidak peduli.
Jeslyn menciut ketika melihat tatapan tajam yang tuan nya itu lontorkan, ia mencubit paha Zico hingga suara ringisan kecil terdengar, "Ek-hem tuan, seperti nya ada satu kesalahan yang kami lakukan." Ujar Zico hati-hati.
Semakin mengeryit, Louis mendengus, lalu kembali menatap arloji rolex submariner yang melingkar pada pergelangan tangan nya, "Lalu apa urusan ku?" Tanya nya dengan tergesa-gesa.
"Tuan, apa kita membutuhkan ppt untuk rapat kali ini?" Jeslyn berceletuk dengan was-was, bahkan keringat dingin sudah membasahi wajah, serta punggung tangan nya, ia benar-benar takut.
Tatapan Louis semakin mendatar, "Apa pertanyaan itu bermutu untuk ku jawab, heh?" Tanya nya dengan ekspresi tak senang, apa ia perlu menjabarkan betapa penting nya suatu ppt untuk rapat nya kali ini?
Seharusnya Jeslyn lebih tau, karena dia seorang wakil sekretaris yang menyusun agenda nya.
Reflek, Jeslyn mengelus tekuk leher nya merinding, mendengar jawaban yang Louis berikan, ia langsung menghela nafas berkali-kali, "Jika boleh tau, siapa yang anda beri titah untuk membuat ppt?" Tanya nya.
GOD HELP ME PLEASE! Jeslyn menutup mata erat, berkali-kali berteriak dalam batin nya agar nama Zico yang disebut, apabila nama Jeslyn yang disebut ya sudah, makian, potongan gaji, dan amarah yang akan ia dapatkan.
"Jangan membuang waktu ku! Katakan the point apa masalah kalian!" Louis berseru kasar, nafas nya semakin memberat, demi Tuhan ia tidak suka membuang waktu nya untuk sekedar bertele-tele.
Mereka telah menghabiskan waktu selama lima menit untuk membicarakan hal yang tak penting, sedangkan waktu amat berharga bagi Louis.
Zico menundukan kepala, lalu menarik nafas perlahan sebelum menjawab pertanyaan dari Louis, "Kami lupa untuk membuat ppt." Beo nya menutup mata erat, menunggu boss nya itu mengeluarkan amarah atau umpatan.
Namun setelah beberapa detik ditunggu pun, Louis sama sekali tak mengeluarkan satu kata, membuat Jeslyn dan Zico mendongok, menatap wajah sang tuan yang masih menampilan raut datar tanpa ekspresi.
"Bagus, berarti kalian sudah hafal materi nya." Itu lah yang Louis ucapan sebelum melangkahkan kaki nya menuju ruang rapat menggunakan tangga, tepat dilantai 39.
Kini pandangan Zico dan Jeslyn menyatu, mereka membulatkan mata seolah-olah mengetahui isi pikiran lawan tatapan nya, namun segera Jeslyn mengakhiri perbuatan konyol mereka, lalu mengikuti langkah Louis.
"Taun." Panggil Jeslyn dengan perlahan, ia tak berusaha menyamakan langkah kaki Louis, karena akan dianggap tak sopan, berjalan dibelakan tubuh tegap itu.
Louis yang merasa tengah dipanggil pun menghentikan langkah, lalu menoleh dengan cepat, namun tak seberapa lama,
BRUKK......