Hanzel Faihan Awal tak menyangka jika pesona janda cantik penjual kue keliling membuat dia jatuh hati, dia bahkan rela berpura-pura menjadi pria miskin agar bisa menikahi wanita itu.
"Menikahlah denganku, Mbak. Aku jamin akan berusaha untuk membahagiakan kamu," ujar Han.
"Memangnya kamu mampu membiayai aku dan juga anakku? Kamu hanya seorang pengantar kue loh!" ujar Sahira.
"Insya Allah mampu, kan' ada Allah yang ngasih rezeky."
Akankah Han diterima oleh Sahira?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih bintang lima sama koment yang membangun kalau suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BTMJ2 Bab 23
Satu bulan ini terasa begitu aman dan juga menyenangkan bagi Sahira, karena selama satu bulan ini tidak ada Anggun yang mengganggu rumah tangganya dengan Hanzel.
Wanita itu begitu anteng saat bekerja di dapur, tidak pernah lagi menawarkan Hanzel untuk mencicipi masakan buatannya. Tidak pernah lagi mendekati suaminya dan bahkan Anggun seringkali menghindari pria itu.
Sahira jadi mulai berpikir, mungkin wanita itu sudah menyerah mengejar suaminya. Karena suaminya juga tidak pernah menanggapi rayuan maut yang selalu dikeluarkan oleh wanita itu.
"Yang, kok tumben hari ini belum siap? Biasanya kamu pagi-pagi udah siap, udah cantik banget. Ini tumben loh, mandi aja nggak."
Hanzel hendak pergi bekerja, tetapi dia merasa heran karena istrinya sampai saat ini belum juga bersiap. Saat subuh saja Sahira hanya mengambil air wudhu, lalu melakukan kewajibannya terhadap Sang Khalik.
Padahal, biasanya wanita itu selalu mandi kalau pagi hari tiba. Setelah mandi bahkan Sahira akan langsung bersolek dan selalu saja menempel kepada dirinya. Namun, kali ini Sahira terlihat begitu malas.
Jangankan untuk bersolek, mandi pun tidak. Bahkan, wajahnya terlihat pucat. Wanita itu seperti sangat kecapean, Hanzel sedikit takut kalau wanita itu kelelahan karena ulahnya.
"Apa kamu kecapean karena aku?"
"Maksudnya?" tanya Sahira bingung.
"Sepulang dari resto kemarin, kita kan' itu. Aku minta dua kali lagi, apa karena itu?"
Sepulang dari resto, Hanzel yang begitu menginginkan Sahira langsung mengajak wanita itu berolah raga enak di dalam kamar mandi, ronde keduanya dia mengajak istrinya untuk melakukannya di atas meja rias.
Sahira sampai terlihat kelelahan, Hanzel takut jika istrinya itu akan sakit karena ulahnya yang terkadang tak sabaran jika meminta haknya.
"Nggak dong, kalau itu bikin aku enak. Aku cuma lagi males ikut kamu aja, aku pengen rebahan aja di rumah."
"Oh, kalau kamu tidak mau temani aku tidak apa-apa. Kalau capek istirahat saja, kamu itu selalu saja membantuku mengelola resto, tidurlah seharian. Kalau mau shopping tinggal shopping, ajak teman kamu atau mungkin keluarga kamu."
Sahira tersenyum, sudah sangat lama sekali memang dia tidak pergi jalan-jalan. Dia juga tidak punya teman, karena selama hidup di dalam kemiskinan tidak ada yang mau berteman dengan dirinya.
"Aku hanya ingin istirahat, mungkin siang nanti akan pergi mengajak Cia untuk membeli es krim."
Sahira sempat terdiam sambil membayangkan dirinya yang sedang memakan es krim, rasanya pasti sangat enak, manis dan juga dingin saat masuk ke dalam mulutnya.
"Ya udah terserah kamu aja, mau ngapain juga terserah kamu aja. Yang penting kamu tidak melakukan hal yang aneh-aneh," ujar Hanzel sambil mengecup bibir istrinya.
"Iya iya, ya udah sana pergi. Bekerjalah dengan baik, terus jangan nakal," pesan Sahira.
"Tidak akan nakal, mana mungkin aku berani nakal."
Hanzel akhirnya pergi bekerja setelah memberikan kecupan penuh cinta kepada istrinya, dia langsung bekerja dengan begitu serius. Hingga sore tiba, Hanzel terlihat hendak pulang.
Namun, niatnya dia urungkan karena Anggun datang menghampiri dirinya. Wanita itu sudah sangat lama sekali tidak mengganggu dirinya, tetapi tetap saja Hanzel terlihat waspada saat berhadapan dengan wanita itu.
"Ada apa?"
"Anu, Han. Tuan Alano ingin mengajak kita untuk makan bersama di resto miliknya."
"Kenapa mendadak sekali?"
"Nggak tau, tapi dia bilang ingin mengajak kita untuk merayakan resto miliknya yang ramai karena kerjasamanya dengan Resto milik kamu."
"Oh, ok. Gue telpon bini gue dulu, siapa tau dia mau ikut."
Hanzel tidak mau kalau sampai nantinya akan ada salah paham, makanya dia ingin mengajak istrinya untuk pergi bersama. Namun, saat dia menelpon, Sahira berkata tidak bisa ikut.
Wanita itu sedang pergi ke suatu tempat dengan kedua orang tuanya, Hanzel tak bisa memaksa. Namun, tetapi pria itu mengatakan kalau dirinya akan pergi dengan Anggun juga.
Sahira berkata tidak keberatan, karena wanita itu begitu percaya kepada Hanzel. Hanzel sampai tersenyum dengan begitu lebar, karena istrinya ternyata dirasa begitu mencintai dirinya.
"Gimana? Istri elu ikut?"
"Nggak, ayo berangkat."
"Gue nebeng," ujar Anggun.
"Boleh, kebetulan gue bawa sopir. Elu duduk sama sopir," ujar Hanzel yang sengaja memberikan jarak antara dirinya dengan Anggun.
"Oke," jawab Anggun dengan tenang.
Hanzel berpikir jika wanita itu sudah bertaubat, karena wanita itu tidak lagi berusaha untuk mendekati dirinya.
Setibanya di resto milik Alano, mereka langsung duduk di ruang VIP. Ketiganya mengobrol sambil menikmati makanan yang sudah disediakan oleh Alano.
"Kalian sangat baik karena mau datang, terima kasih."
"Sama-sama," ujar Hanzel senang karena usaha milik pria itu maju pesat.
"Sebelum kalian pulang, mari kita minum dulu." Alano memberikan minuman yang sudah dia siapkan untuk Hanzel dan juga Anggun.
Alano yang begitu bahagia terus aja berbicara, Hanzel sampai sedikit kesal karena dia ingin segera minum dan cepat pulang. Hanzel yang sedang mengobrol dengan Alano dimanfaatkan oleh Anggun, wanita itu memasukkan serbuk ke dalam gelas milik Hanzel dengan perlahan.
"Ehm! Tuan, bagaimana kalau kita minum saja dulu? Sudah malam loh, aku juga harus pulang," ujar Anggun.
"Oh, maaf. Aku terlalu senang sampai lupa waktu," ujar Alano.
Ketiganya sudah bersiap untuk minum, tetapi tiba-tiba saja Hanzel menjatuhkan sapu tangan miliknya ke lantai.
"Duh, pake jatuh segala. Tolong ambilkan sapu tangan milik gue dong, Anggun.''
Anggun tersenyum lalu menunduk untuk mengambil sapu tangan milik Hanzel, Hanzel tentang memanfaatkan hal itu untuk menukar gelas miliknya dengan gelas milik Anggun.
"Terima kasih," ujar Hanzel sambil menerima sapu tangan yang diberikan oleh Anggun.
Ketiganya akhirnya minum bersama, tak lama kemudian Anggun dan juga Hanzel berpamitan untuk pergi. Selama perjalanan Anggun terus saja memperhatikan Hanzel.
Dia merasa heran karena pria itu terlihat biasa-biasa saja, justru dirinya lah yang kini mulai kepanasan. Anggun bahkan kini mulai terlihat gelisah.
"Turunlah, di depan ada klinik. Gue liat dari tadi elu gelisah aja. Siapa tau butuh waktu untuk berobat," ujar Hanzel yang langsung meminta pak sopir untuk memberhentikan mobilnya.
"Eh? Gue gak sakit," ujar Anggun yang merasa heran dengan reaksi yang dia rasakan saat ini.
Hanzel turun dari mobilnya, lalu dia membukakan pintu mobil untuk Anggun dan dengan sedikit kasar menarik wanita itu untuk keluar.
"Silakan keluar, gue mau pulang."
Hanzel langsung masuk ke dalam mobilnya kembali setelah mengatakan hal itu, Anggun berkali-kali mengetuk pintu mobilnya tetapi sayangnya tidak dibukakan. Hanzel malah meminta pak sopir untuk melajukan mobil itu dengan cepat.
"Sial! Gue harus bagaimana?" tanya Anggun dengan keringat yang kini mulai membanjiri dahinya.
Tubuhnya semakin terasa begitu panas, dia begitu gelisah dan seperti ada sesuatu hal yang ingin dituntaskan dari dalam tubuhnya.
"Gue kesiksa banget kalau kaya gini," ujar Anggun sambil mengacak rambutnya.