Alya, seorang gadis desa, bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga kaya di kota besar.
Di balik kemewahan rumah itu, Alya terjebak dalam cinta terlarang dengan Arman, majikannya yang tampan namun terjebak dalam pernikahan yang hampa.
Dihadapkan pada dilema antara cinta dan harga diri, Alya harus memutuskan apakah akan terus hidup dalam bayang-bayang sebagai selingkuhan atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. BAGAI TANPA DOSA
🌸Selingkuhan Majikan🌸
Setelah kejadian pahit yang baru saja menimpanya, Alya perlahan mulai meraih kekuatannya yang tersisa.
Dengan tubuh yang gemetar dan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya, ia mencoba menyingkirkan tubuh Arman yang tertidur lelap di atasnya.
Suara isak tangisnya terdengar pilu di tengah kesunyian malam. "Hiks… hiks… Ayah… Ibu…," rintih Alya.
Sementara itu, Arman tergeletak tak bergerak. Ia tidur nyenyak tanpa sadar atas apa yang baru saja ia lakukan.
Wajahnya tenang seakan tidak ada yang salah, seperti seseorang yang baru saja tertidur setelah menghabiskan malam yang panjang. Ia tampak damai, meski baru saja menghancurkan dunia seorang wanita.
Lalu, Alya memungut pakaiannya yang berserakan di lantai dengan merasakan perih di setiap gerakannya. Namun, setiap luka fisik yang ia rasakan tidak sebanding dengan luka di hatinya.
Kesuciannya yang selama ini dijaga kini telah direnggut oleh seorang pria yang seharusnya menjadi majikannya, bukan penghancur hidupnya, terlebih pria yang sudah beristri.
Dengan tangan gemetar, Alya mengenakan kembali pakaiannya yang telah terkoyak. Ia lalu duduk meringkuk di balik pintu kamar dengan tubuh yang menggigil di bawah cahaya remang-remang lampu kamar.
Air matanya terus mengalir karena tidak terbendung sehingga membasahi pipinya yang pucat.
“Apa salahku, Tuhan?” pikirnya dengan sorot mata yang menatap kosong ke depan.
Alya meratapi nasibnya, Ia tidak tahu harus berbuat apa atau kemana harus pergi karena setiap langkah ke depan terasa seperti jalan buntu yang hanya akan menambah penderitaannya.
Melihat Arman yang begitu lelap dan pasti terbangun dengan tidak sadar, Alya pun berpikir jika kejadian ini akan ia simpan sendiri dan menjadi rahasia.
**
Pagi itu, seperti biasanya, Alya sudah bangun lebih awal dari semua penghuni rumah karena memang malam tadi ia tidak benar-benar tidur dengan Arman yang tertidur di kamarnya.
Meski tubuhnya masih terasa sakit dan hatinya terluka, ia tetap memaksa dirinya untuk bekerja.
Dengan cekatan, ia membersihkan lantai dan mencoba menutupi rasa perih di tubuh dan hatinya.
Setiap kali kain pel menyapu lantai, Alya berusaha menghapus semua rasa sedih yang menghimpit jiwanya.
Namun, ketika pandangannya tertuju pada bawah tangga, ia melihat sosok Arman yang baru keluar dari kamarnya.
Alya berdiri kaku dengan jantung yang berdegup kencang. Sementara Arman terlihat lebih segar dan bersemangat.
Tidak ada rasa bersalah, tidak ada penyesalan di raut wajahnya. Bahkan ia tampak seperti pria biasa yang baru bangun dari tidurnya dan siap menjalani hari tanpa beban.
Lalu Alya menundukkan kepalanya dan menghapus air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. "Lupakan semuanya, Alya. Anggap saja ini tidak pernah terjadi," gumamnya dalam hati.
Ia memegang erat tongkat pel yang ada di genggamannya dan berharap bisa mengendalikan perasaannya yang semakin meluap.
Kini, Arman berjalan melewati Alya tanpa sepatah kata pun. Ia tidak melihat Alya dengan pandangan penuh arti namun hanya menatapnya kosong, seolah-olah Alya tidak lebih dari seorang pembantu yang tak berarti.
Hanya sesaat, pandangan mereka bertemu, dan itu cukup untuk membuat Alya merasakan kembali kepedihan malam tadi.
Beruntung, tidak ada seorang pun di rumah yang melihat Arman keluar dari kamarnya pagi itu.
Sehingga tidak terjadi kehebohan dan tidak ada bisik-bisik dari para pekerja. Jika saja orang lain melihat, mungkin Alya akan menjadi bahan pembicaraan, atau lebih buruk lagi, menerima hukuman dari majikannya, Andin.
Dengan tangan gemetar, Alya melanjutkan pekerjaannya dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak menunjukkan kelemahannya. Karena ia tahu, hidup harus terus berjalan, meski hatinya kini hancur berkeping-keping.