Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sambutan
Wajah Evan menampakkan ekspresi mencibir saat mendengar ucapan Kevin. Segera, ia memimpin jalan ke gedung olahraga indoor bertribun kapasitas 5000 orang. Di sana ada pertunjukan pertandingan beladiri menyambut kedatangan Kevin yang diperintahkan Tino. Jelas keberadaan Kevin terlacak dengan adanya Keny dan Bella.
"Perhatian! Beri salam kepada walikota Brown yang baru, pak Kevin Zeivin", ucap Evan tanpa pengeras suara, namun suaranya tertransmisi dengan baik. Nampak jelas bahwa Evan juga seorang ahli beladiri.
Segera, semua orang memandang Kevin yang berdiri di samping Evan.
"Silahkan beri kata sambutan pak Kevin", Evan nampak sangat menikmati hal ini. Ia sudah membaca berkas Kevin yang dikirimkan Tino.
"Hanya gelandangan yang hobi memancing, apa hebatnya dia meski bisa mengalahkan panglima Barito? Jelas-jelas hanya bocah ingusan bau got!", batin Evan.
"Em, aku tak suka basa basi dan tak bisa memberi kata sambutan yang hebat", ujar Kevin berhenti sejenak, memikirkan beberapa hal agar tidak terlalu mempermalukannya. Ia tahu niat Evan atas hal ini.
"Aku suka semangat juang kalian. Hanya saja, jadi lah sosok yang menebar manfaat, bukan sekedar memanfaatkan apalagi berdiri pongah di atas gengsi dan kepentingan yang menyengsarakan umat.
Biasakan memberi kritik yang membangun, bukan bersemangat meruntuhkan apa yang tengah dibangun. Itu cukup", ujar Kevin.
Suasana gedung pun hening sejenak. Tiga detik kemudian, suara tepuk tangan meriah pun terdengar. Hampir semua orang kagum atas ucapan Kevin. Meski hanya sebatas itu, karena berucap jauh lebih mudah daripada berbuat.
"Huh, apanya yang bagus dari itu? Kamu hanya bisa nyinyir. Nyatanya kau serahkan tugas kepemimpinan kepadaku kan?", lirih Evan, jelas masih bisa didengar Kevin.
"Apa pertandinganku masih perlu?", Kevin merasa ini sudah cukup. Meski tertantang atas ucapan Evan, ia tahu diri atas pengalaman maupun pemahaman politik dan strateginya yang masih sangat rendah.
Evan hampir lupa dan segera mengatur satu arena di tengah. Kevin melawan komandan batalion yang membawahi 1000 prajurit khusus. Kota Brown punya keistimewaan mempekerjakan pasukan khusus militer karena dikenal sebagai penghasil elit prajurit kemiliteran.
"Perkenalkan, dia Letkol Ardi Setiawan, komandan batalion di Brown ini. Ya, dia cukup kuat meski mungkin di bawah panglima Barito. Tolong berbelas kasih karena tugasnya sangat krusial bagi Brown. Mungkin pak Kevin berniat memberi kesempatan tiga kali serang oleh Letkol Ardi?", Evan benar-benar mencari celah untuk melukai Kevin. Namun pemuda itu nampak santai.
"Apa dia juga seorang mutan atau cyborg? ", Kevin belum tahu bedanya kecuali setelah bertarung atau menggunakan serbuk batu iradiasi..
"Oh bukan pak Kevin. Dia manusia normal sepertiku. Jadi jangan lah terlalu keras", ujar Evan mengucap yang sebenarnya.
Kevin pun setuju menerima tiga serangan letkol Ardi dan segera berdiri berhadapan. Evan menjadi wasit mereka.
"Mulai!", seru Evan. Tanpa aba-aba, Ardi melesat cepat dengan lecutan kaki kanan menyasar dada Kevin.
"Bup!"
"Ugh!"
Kevin terdorong satu langkah ke belakang namun tidak cedera. Nampak Ardi lah yang merasakan nyeri di pergelangan kaki, serasa baru saja menendang kulit badak sumatera. Ardi mundur pincang tiga langkah lalu menguatkan kaki agar tidak memalukan.
"Lagi!", seru Ardi lantas melesat dan menyerang leher Kevin. Bukan terpental, tangan Ardi serasa ditarik hingga tubuhnya terpelanting ke lantai di belakang Kevin.
"Bugh!"
Ardi segera bangkit namun tidak langsung menyerang. Ia heran melihat Kevin yang tadi nampak hanya mengelak sedikit. Namun elakan Kevin saja bahkan bisa membanting dirinya ke lantai meski tidak fatal. Jelas Kevin telah mengembangkan jenis zirah angin yang mampu menjadi seperti pusaran penyerap serangan dan menggerakkannya sesuka hati.
Ardi kembali ke posisi semula dan melesat lagi, kini menyasar jempol kaki Kevin.
"Brak!"
Kevin menghindar dan Ardi malah menghancurkan lantai di bawah kaki Kevin. Ardi yang tidak terima serangannya dihindari pun menyerang kaki Kevin dengan lebih cepat.
"Bugh!"
Kevin tak ingin bermain lagi dan menyeret kaki Ardi, membuatnya kembali terpelanting membentur lantai.
"Aku kalah!", seru Ardi. Para penonton pun bertepuk tangan, mengagumi kekuatan Kevin, sang walikota Brown, dan juga kelapangan hati Ardi mengakui kekalahan.
"Pak Ardi, tetap lah jujur. Satu saat aku akan membutuhkan bantuanmu", ujar Kevin lantas berbalik pergi ke rumah dinas walikota ditemani Bella dan Keny. Ia mengabaikan pandangan heran Evan karena berhasil mengalahkan Ardi dengan mudah.
Kevin sengaja menolak diantar menggunakan mobil. Ia ingin menyiksa kedua perempuan ini agar menjauhi dirinya.
"Aku bisa lepas kontrol kalau terus didekap benda-benda kenyal dengan tubuh sebagus itu", batin Kevin. Sayangnya, kedua mutan ini sangat kuat kalau sekedar seperti ini meski tampilan fisik mereka seperti anak rumahan yang takut sinar matahari.
Sepekan pun berlalu. Kevin benar-benar jenuh mengurus kota Brown meski sudah ditemani dua asisten cantik dan didampingi Evan sebagai wakilnya.
"Aku akan kembali berkelana. Kalian di sini saja memantau kota Brown", ujar Kevin yang tak ingin dirusuhi dua perempuan ini. Mereka selalu saja menguntit meski telah gagal berulang kali mendapatkan benih Kevin.
"Bukan tugas kami kak. Bukan kah nyaman ditemani dua perempuan? Kami tidak minta dilindungi kok. Kami sangat mandiri dan kuat. Juga", ucap Bella terhenti sejenak.
"Apa?", Kevin pun penasaran.
"Usiaku tinggal setahun setengah kak, Keny pun beda sedikit. Mau kah kak Kevin membantu kami agar bisa segera hamil dan mendapat vaksin dari bayi kami?", pinta Bella dengan mata besar nampak memelas.
"Duh!", batin Kevin, sudah tak sanggup menahan gejolak ini. Apalagi mereka benar-benar tak mau menyerah dan terus saja mempersuasinya.
"Ada banyak pria lajang di kota Brown ini. Mereka petarung elit yang bagus. Pilih dan menikah lah dengan mereka. Kalian cantik meski mutan. Aku tidak cinta pada kalian", jujur Kevin. Mereka tengah berada di ruang makan pagi ini di rumah dinas Kevin. Membahas hal ini cukup tabu bagi Kevin yang masih perjaka.
"Kalau ada yang setara kak Kevin, aku mau. Kalau tidak ada, apa kurangnya kami?", ujar Keny.
"Nikahi saja kami berdua kalau kak Kevin khawatir atas istilah dosa atau apalah itu. Kami mau kok", timpal Bella. Namun Kevin masih terdiam.
"Setelah lahiran, dipisah pun kami takkan menuntut apapun. Kami ini mutan kak, bukan gadis biasa yang baik-baik saja tanpa vaksin itu", desak Bella.
"Entah lah, pusing aku", sahut Kevin memang pening. Entah karena nafsu atau kasihan, pikiran Kevin berkutat untuk meniduri mereka berdua. Dengan kemampuannya saat ini, kemampuan bertahan dan memuaskan pasangan di ranjang hanya urusan receh.
"Sini, biar aku obati", ujar Bella yang segera melepas bajunya dengan cepat hingga tanpa busana. Keny pun tak mau kalah dan melakukan hal yang sama. Kedua tubuh tanpa cela, ditambah hormon
feromon yang entah sejak kapan sangat pekat di ruangan ini, membuat Kevin tak mampu lagi mengendalikan syahwatnya.