Terdengar suara 'sah' menyeruak ke dalam gendang telinga, seolah menyadarkan aku untuk kembali ke dunia nyata.
Hari ini, aku sah dipersunting oleh seorang Aleandro. Pria dingin dengan sejuta pesona. Pria beristri yang dengan sengaja menjadikan aku sebagai istri kedua.
Istri pertamanya, Michelle bahkan tersenyum manis dan langsung memelukku.
Aneh, kenapa tidak terbersit rasa cemburu di hatinya? Aku kan madunya?
Tanya itu hanya tersimpan dalam hatiku tanpa terucap sepatahpun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cara Alami
"Martin, kita ke apartemen!" perintah Aleandro.
Aku yang duduk di samping sang tuan bos hanya duduk sambil memainkan layar ponsel.
'Hatiku galau... Hatiku galau.....,' batinku membayangkan lagu dangdut yang kadang lewat di fyp ku.
Otakku sedang dipaksa keras untuk memikirkan cara bagaimana mengembalikan uang yang sudah terlanjur aku pakai untuk biaya rumah sakit ibu, jika saja perjanjian batal.
Kruk... Kruk....
Aku tersenyum kecut sambil memegang perut.
'Dasar cacing-cacing nggak bersahabat, demo di saat yang tak tepat lagi,' batinku yang sebenarnya menahan malu.
'Gimana tak demo, dari bangun tidur tak ada asupan apapun,' seru yang ada di dalam perut.
"Martin, mampir resto langganan," ucap Aleandro tanpa menoleh dan terlihat sibuk dengan ponselnya.
'Di balik wajah dingin, perhatian juga dia,' batinku sedikit kepedean.
Ponsel Aleandro berdering.
"Halo sayang," sapa Aleandro membuatku mencibir, meski tak terlihat oleh pria di samping ini.
.........
"Iya, kalau nggak percaya tanya aja Jerome," Aleandro sedang menjelaskan hal yang sedikit banyak bisa aku tangkap arah pembicaraan mereka.
..........
"Kalau kamu nggak setuju, bisa kita batalkan perjanjian ini," lanjut Aleandro.
...........
"Apa? Lanjut? Mana mungkin sayang? Itu semua tak ada di list perjanjian kita sama wanita ini," imbuh Aleandro yang terdengar menolak permintaan sang istri.
.............
Deg. Batalkan? Itu artinya aku harus mengembalikan semua.
Kuacak rambutku kasar, membuat kedua netra pria tampan nan dingin ini menoleh ke arahku yang terlihat frustasi.
..............
"Apa? Memaksanya? Mana mungkin aku melakukannya? Kasihan dia sayang" tolak Aleandro.
.............
Mereka terlihat masih saja berdebat, sementara pikiranku kalut memikirkan cara mengembalikan uang.
Aleandro menutup panggilan dari sang istri. Kudengar sepihak kalau nyonya Michelle mau pergi ke luar negeri siang ini juga.
Martin membelokkan mobil ke sebuah resto.
Tak ada drama lagi, mereka bertiga sibuk dengan sendok yang berperang dengan piring masing-masing.
"Tuan...," Martin menjeda ucapannya.
"Antarkan wanita ini ke apartemen, baru selanjutnya kita ke perusahaan," perintah Aleandro.
"Baik tuan muda," jawab Martin sopan.
.
Bingung mau ngapain, akupun melihat-lihat isi apartemen milik pria yang dipanggil tuan muda oleh asistennya itu. Daripada bengong sambil dilihat tivi, batinku.
"Mewah sekali apartemen ini," gumamku mengagumi semuanya.
Kubuka lemari pendingin, ternyata penuh sekali isinya.
"Memasak kayaknya asyik juga.... Anggap saja hobiku butuh penyaluran," gumamku senang karena menemukan harta karun. Harta karun berupa bahan makanan lengkap beserta bumbu-bumbunya.
"Oke dech... Lets go chef Andine" seruku sendirian seraya mengulum senyum.
Kupasang apron untuk memasak.
Dengan hati riang, semua bahan yang akan kupakai aku keluarkan dari lemari pendingin.
Tak butuh waktu lama, beberapa menu terhidang di atas meja makan.
Kulanjutkan beberes untuk membersihkan alat-alat makan yang terpakai barusan.
Aku terlonjak, saat membalikkan badan. Sosok Aleandro sudah duduk dengan tenangnya di meja makan.
"Ma... Maaf tuan muda," kataku tergagap karena terpergok membuat berantakan apartemennya.
"Kakimu nggak pegal berdiri terus?" tanyanya sembari menatapku tajam.
"Nggak tuan, saya sudah terbiasa begini," kataku jujur.
Selama bekerja sebagai karyawan toko, tentu saja dituntut untuk banyak mengandalkan kedua kaki daripada pantat.
'Kenapa dia tiba-tiba ke sini? Apa mau membatalkan perjanjiannya?' tanyaku dalam benak.
"Duduklah!" serunya.
Akupun menuruti apa yang Aleandro minta.
"Sebagai wanita dewasa, kamu pasti tahu apa yang dibacarakan dokter Jerome tadi pagi," katanya seakan menjelaskan sesuatu.
"Apa itu artinya perjanjiannya batal tuan?" keluar juga pertanyaan itu dari mulutku.
Mata Aleandro memicing.
"Apa kamu menginginkan itu?"
"Kalau batal, apa saya kena pinalti?" tanyaku serius.
"Pinalti? Emang kita main bola?" balas Aleandro.
"Maksudku, apa saya harus mengembalikan semua uang yang telah nyonya Michelle berikan?" tanyaku polos, karena itulah yang membebani pikiranku seharian ini.
"Hhhmmm tentu saja" tegas Aleandro.
Aleandro menunggu reaksi wanita yang ada di hadapannya ini.
Sejak Michelle membuka lowongan aneh, yaitu mencari istri kedua untuk Aleandro. Hanya wanita di depannya ini yang menarik perhatian Aleandro.
Aleandro pun telah menyuruh Martin untuk menggali informasi tentang wanita yang sedang terduduk dan terlihat gugup di depannya ini.
Hal ini semakin memantik Aleandro untuk mengerjainya.
"Tapi tuan muda. Anda tak bisa menuntut uang anda kembali. Saya tak membatalkan perjanjian sepihak loh," seruku mencari cara agar tak mengembalikan uang kepadanya.
Aleandro sedikit menyunggingkan senyum, meski tak bisa dilihat oleh Andine yang menunduk.
"Itu artinya kamu menolak perjanjian ini dibatalkan?" ucap Aleandro.
"Eh... Eh...," Andine dalam dilema antara menerima atau menolak.
Kalau dilanjut, itu artinya dirinya harus berhubungan badan dengan pria yang sebenarnya telah sah menjadi suaminya itu.
"Ha... Ha...," Aleandro tak sanggup lagi menahan tawa melihat reaksi wanita yang terlihat galau ini.
Andine melongo, baru pertama kalinya melihat tawa renyah dari Aleandro.
'Tawa sampai segitunya, emang aku anggota Srimulat,' Andine ngedumel dalam hati.
"Ayo makan!" ajak Aleandro menetralisir suasana.
"Ba... Baik tuan muda," Andine masih saja gugup jika bersuara.
Aleandro nampak menikmati makanan yang dibuat oleh Andine.
'Enak juga. Tak kalah loh sama resto,' puji Aleandro dalam hati.
Mana mungkin dia puji langsung, bisa besar hati wanita ini. Gengsi Aleandro lebih dominan saat ini.
Setelah minum air yang ada di dekatnya, Aleandro beranjak dan segera masuk kamar yang paling besar di apartemen meninggalkan Andine sendirian di meja makan.
"Huh," Andine membuang nafas lega.
Andine meneguk air dingin yang telah disiapkan tadi dan beranjak ke kamar yang telah ditunjukkan asisten Martin tadi pagi.
"Hoammmmm, habis makan...kenyang...terus tidurrrr...., oh nikmatnya dunia," Andine menguap dan langsung merebahkan badannya di ranjang.
"Urusan perjanjian, pikirkan nanti saja," mata Andine mulai menutup perlahan.
.
Andine menggeliatkan badan.
"Selimut di sini berat banget," gumam Andine dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya.
Andine berusaha menyibakkan sesuatu yang menindih bukit kembarnya.
"Isshhh... Guling ini," Andine mengibaskan tangan untuk memindah sesuatu yang dikira guling.
"Apaan sih? Gangguin orang tidur aja," gerutu seseorang.
"Haaaa........," Andine teriak dengan kencang.
"Pagi-pagi bikin ribut aja," gerutu orang itu.
Suasana remang dalam kamar membuat netra Andine sedikit rabun.
"Siapa kamu?" sepertinya nyawa Andine belum sepenuhnya balik. Selain karena posisi orang itu masih tengkurap di ranjang.
Andine meraba tubuhnya, "Ha....," semakin terkejutlah Andine.
Tubuhnya kini polos dan hanya berbalut selimut.
Andine menggoyangkan tubuh itu dengan keras.
"Siapa kamu? Apa kamu memperkosaku?" kata Andine sembari memukul-mukul orang itu dengan sekuat tenaga.
Sosok pria itu menggeliat.
Andine menutup kedua matanya, karena pria itu pun bertubuh polos tanpa sehelai benang menutupi.
"Dimana ini?" serunya sambil melihat sekeliling.
"Tuan? Apa yang anda lakukan di sini?" Andine menarik selimut menutupi dada setelah menyadari jika pria itu adalah Aleandro.
"Hei... Apa kamu menjebakku? Dasar murahan!" umpat Aleandro setelah menyadari situasinya.
"Enak saja. Ngapain tuan ke kamar ini? Tuan lah yang menjebakku," tegas Andine tak mau dituduh sembarangan.
"Ini tak ada di perjanjian tuan. Saya akan menuntut anda," lanjut Andine.
"No... Pasti kamu yang menjebakku," tuduh Aleandro.
"Jelas-jelas kemarin kamu menolak menghentikan perjanjiannya," sambung Aleandro tak mau kalah.
Andine terjepit.
"Tapi bukan berarti saya merelakan keperawananku untuk anda tuan Aleandro yang terhormat," kata Andine mulai terisak.
Aleandro bingung menghadapinya.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Ide itu butuh penyaluran, syukur-syukur ada yang kasih penghargaan.
Ketik-ketik di keyboard hape, eh jadi deh satu part terbaru
Semoga suka
Jangan lupa kasih bintang lima ya guysss.
Kalau tak suka, tinggal skip aja. Oke? Aman kok. Author tak mungkin menghujat, karena menghujat itu dilarang di dunia halu... He.... He... He...
Aleandro mmg hrs main rapi dan lembut klo mo jatuhin Kecele..
siapa kira² tg tabrak Andine
ya ampuun ternyata Nicky jg gigolo🤭
lama² Aleandro lrngket dan bucin sama Andine